Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Cari Cuan di Tengah Padatnya Kegiatan Kuliah? Part Time Aja!
30 Mei 2021 12:10 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ersya Fadhila Damayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tak terasa sudah satu bulan terlewati sejak hari pertamanya bekerja sebagai barista part time. Ialah Haninda Hasyafa. Perempuan berusia 20 tahun yang akrab disapa “Onel” tersebut tampak bersemangat pagi itu. Rasanya belum lama ia membuat utas di Twitter tentang pengalamannya merasa ditipu saat mencari kerja. Kini, ia harus bangun lebih awal dari biasanya untuk menggiling biji kopi di sebuah toko kopi daerah Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
Aroma kopi semerbak menyelimuti seisi ruangan kafe. Kehidupan di sana nampak tak pernah lengang. Ada yang tengah menyeruput secangkir kopi, pun sekadar mengobrol santai dengan kolega. Berada tak jauh dari alat penggiling kopi, berdiri seorang perempuan yang sibuk bergelut dengan secangkir kopi.
Ia menuangkan foam susu ke atas cairan berwarna kecokelatan itu secara perlahan. Dengan cekatannya, ia berusaha melukis permukaan kopi tersebut dengan menuangkan foam dari cangkir lainnya. Orang biasa menyebutnya sebagai latte art, sebuah seni yang dituangkan di sebuah cangkir kopi. Kala itu, ia menggambar bentuk hati tepat di percobaan latte art kesebelasnya.
Memasuki tahun 2021, ajakan bermain dari temannya jarang ia gubris. Bukan karena rasa malas, ia justru membutuhkan hiburan di kala penatnya mengerjakan serangkaian tugas kuliah. Namun, pertanyaan “Duh, kali ini habis berapa, ya?” selalu menghinggapi pikirannya acapkali diajak nongkrong oleh teman sebaya. Sadar uang kuliah dan jajannya tak lagi didapatkan dengan mudah, ia berinisiasi mencari lowongan kerja part time. Ia berharap penghasilan dari kerjanya itu dapat kembali mengaliri rekeningnya.
ADVERTISEMENT
Tanpa ragu, ia segera mencari lowongan pekerjaan di sebuah akun Instagram. Tak menunggu berapa lama, ia menemukan satu lowongan yang mudah kualifikasinya. “Ah, gue pasti bisa, nih” batinnya saat melihat pendidikan terakhir dan usianya sudah memenuhi persyaratan. Selang beberapa saat, ia dinyatakan lolos ke tahap wawancara. Sambil membawa berkas persyaratan, ia bergegas menuju alamat wawancara. Sesampainya di sana, ia bukannya semakin yakin, justru ia semakin ragu untuk melamar sebab tempatnya begitu remang.
Ia tak menjumpai adanya staf yang mengenakan masker, bahkan, kata Onel, satpam di tempat tersebut terlihat menyeramkan. Satu per satu kejanggalan mulai ia rasakan. Mulai dari pertanyaan wawancara yang tak seperti biasanya hingga dimintai uang Rp250.000,00, membuatnya semakin curiga. Selepas wawancara, ia langsung menghubungi pamannya. “Jangan dilanjut, itu penipuan, gak mungkin ada interview disuruh bayar duluan,” ujar pamannya.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, Onel memutuskan tak melanjutkan perjuangannya bekerja di perusahaan tersebut. Alih-alih putus asa, ia kembali mencari lowongan pekerjaan lain. Akhirnya, ia berhasil mendapat pekerjaan menjadi barista di tempat bekerjanya saat ini dari temannya.
Semenjak bekerja menjadi barista, Onel menemui beberapa tantangan. Kadang kala, jadwal kuliah bersamaan dengan waktu bekerja. Padatnya jadwal kuliah dan waktu bekerja sebisa mungkin ia atur agar tak bersamaan. “Pokoknya aku minta ke pihak coffee shop di hari Senin sampai Rabu aku shift siang, dari jam tiga sore sampai sembilan malam karena biar gak ganggu waktu kuliah,” ujar mahasiswi Universitas Padjadjaran tersebut. Meskipun merasa perkuliahannya menjadi kurang efektif, ia tak pernah merasa kewajiban kuliahnya terbengkalai.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, Onel menemui tantangan lain. Tak hanya berbenturan dengan kuliah, ia juga dihadapkan dengan dilema rapat organisasi. Ia kembali memutar otak ketika jadwal kerja dan rapat organisasinya bentrok. Namun, ia tetap bisa menyiasati hal tersebut. Ketika berbenturan dengan jadwal rapat organisasi, ia segera menghubungi kepala divisi atau departemennya untuk bernegosiasi. “Kalau bisa, ya, (rapat) malam kalau aku lagi dapat shift pagi,” lanjutnya.
Meskipun waktu bersantainya direnggut oleh berbagai aktivitas barunya, Onel merasa bersyukur. Ia berkata, penghasilannya sangat cukup untuk mengisi dompet sehingga tak lagi perlu meminta uang ke orang tua. Tak hanya itu, pengalaman barunya ini mengajarkan berbagai pelajaran baru, seperti manajemen waktu dan diri. “Pokoknya worth it, itung-itung biar gak kaget, harus mandiri dari sekarang,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT