Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Berapa Harga Telanjang Dada Prabowo?
23 April 2018 12:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Irsad Ade Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Politik setiap orang mempunyai harganya sendiri. Berapa harga telanjang dadaPrabowo Subianto? Ketum Gerindra Prabowo Subianto diarak sambil bertelanjang dada setelah menyatakan siap "nyapres". Peristiwa itu terjadi seusai penutupan Rakornas Gerindra, yang digelar di kediaman Prabowo, Bukit Hambalang, Bogor, Rabu (11/4/2018). Tapi apakah Prabowo Subiato mempunyai cukup logistik, koalisi partai politik, dan elektabilitas untuk maju pada Pilpres 2019?
ADVERTISEMENT
Menyoal Logistik Prabowo
Banyak kalangan yang meragukan kemampuan atau ketersediaan logistik Prabowo untuk Nyapres. Kawan dan rekan sesama eks militer, mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen mengatakan; “Prabowo sudah nggak pegang kekuasaan, nggak pegang jaringan keuangan” (Kumparan, 15 April 2018)
Di lain pihak, PKS juga meragukan kekuatan logistik Prabowo. Keraguan Ketum Gerindra Prabowo Subianto maju jadi capres pada Pemilu 2019 ternyata berkembang di kalangan internal PKS. Padahal PKS selama ini adalah partner koalisi setia Gerindra. Keraguan itu setidaknya datang dari salah seorang elite PKS, Nasir Djamil. Analisis Nasir ini berdasarkan beberapa hal, salah satunya adalah faktor logistik Prabowo. Tentu saja pemilu butuh dana yang tidak sedikit. (Detik, 16 April 2018)
ADVERTISEMENT
Di tengah memanasnya isu mahar politik senilai ratusan juta yang terkait dengan Prabowo dan Gerindra yang dihembuskan bekas ketua umum PSSI La Nyalla Mattaliti (Merdeka, 11 Januari 2018), Wagub Jawa Barat Deddy Mizwar ikut menambahkan info menarik. Kata Deddy, berkali-kali Prabowo bilang ke dirinya tak punya uang alias bokek.
Dia bilang, Prabowo memang sempat menyinggung soal uang. "Pak Prabowo bilang, sudah nggak punya uang. Tapi nggak berani minta," kata Deddy. Menurut Deddy, keluhan tidak punya uang itu disampaikan Prabowo beberapa kali. "Untuk pemilihan presiden, untuk pemilihan gubernur gak punya uang," ulangnya lagi (RMOL, 13 Januari 2018)
Isu tentang logistik Prabowo yang meragukan sudah mulai dihembuskan pada Pilpres 2014. Prabowo pernah diisukan mempunyai hutang sebanyak 14 Milyar (Republika, 18 April 2014). Di lain pihak, kekayaan adik Prabowo, Hashim Djoyohadikusumo, pernah dilaporkan terus melorot. Selama ini Hashim diangga sebagai orang yang menopang biaya politik Prabowo.
ADVERTISEMENT
Pada November 2012 lalu, jumlah kekayaan salah satu cucu dari pendiri Bank BNI di tahun 1946, Margono Djojohadikusumo, itu mencapai US$ 750 juta atau hampir Rp 9 triliun. Bahkan, tahun sebelumnya, pundi-pundi harta anggota Dewan Pembina Partai Gerindra itu sebesar US$ 790 juta atau Rp 9,2 triliun. Artinya, dalam dua tahun, kekayaan Hashim turun lebih dari Rp 1 triliun (Tempo 23 November 2013). Menurut data Forbes, Hashim menduduki peringkat 41 dari 50 orang terkaya di Indonesia, dengan kekayaan yang mencapai US$ 750 (Beritasatu, 1 Desember 2016). Dengan demikian, kekayaan Hashim sepanjang 2012-2016 boleh dikatakan stagnan/mandek.
Seperti umumnya partai pendukung, Gerindra menepis isu yang menyatakan Prabowo paceklik logistik. Politikus Gerindra Muhammad Syafi'i mengatakan kader Gerindra di seluruh Indonesia siap memberikan apa pun yang diperlukan pada saat Pilpres. Dia membantah isu tentang minimnya persiapan logistik Prabowo Subianto untuk Pilpres 2019 (Tempo, 19 April 2018).
ADVERTISEMENT
Dibayangi Jendral Gatot
Pamor Prabowo Subianto sebagai capres terus meredup. Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo pun kian santer dipertimbangkan sebagai penantang Joko Widodo di Pilpres 2019. Elektabilitas Gatot terus menanjak, meski masih jauh di bawah Jokowi dan Prabowo.
Sementara itu, elektabilitas Prabowo terus merosot. Kecenderungan tersebut merupakan hasil survei yang dirilis Media Survei Nasional (Median) di Jakarta, Senin. Jokowi berada di urutan teratas dengan elektabilitas 36,2% disusul Prabowo 20,4%, dan Gatot 7%. Hasil itu berdasarkan pertanyaan semi-terbuka dengan 10 nama capres (Harian Jogja, 17 April 2018).
Elektablitias Prabowo dan Gatot dapat dilihat dari hasil survei Median pada Oktober 2017 dan April 2018. Dalam enam bulan, tingkat keterpilihan Gatot Nurmantyo naik hampir tiga kali lipat, dari 2,8 menjadi 7 persen. Bandingkan dengan Prabowo yang malah turun dari 23,2 menjadi 20,4 persen.
ADVERTISEMENT
Di luar masalah elektabilitas, Gatot juga santer diberitakan mempunyai kemampuan logistik yang lebih baik daripada Prabowo. Kivlan Zen memperkirakan uangnya Gatot lebih banyak dari uangnya Prabowo (8 Maret 2018). Kivlan yang merupakan senior Prabowo dan sekaligus anak buahnya di KOSTRAD bahkan mengatakan; “Gatot itu finansialnya cukup, cukup besar. Dari letnan juga sudah bisnis dia. Dia nggak usah minta sama Tommy Winata. Itu bukan uangnya Tommy Winata (buat maju capres), tapi uangnya sendiri. Dari letnan dua dia sudah bisnis dengan Tommy Winata, jadi itu uang sendiri, bukan uang haram, bukan uang taipan”.
“Jaringan keuangannya, dulu dia kerja sama dengan Gelael, Tommy Soeharto, Cendana, Tommy Winata, Bakrie”, tukas Kivlan (Kumparan, 15 April 2018).
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, jalan terjal masih harus ditempuh oleh Gatot. Jalan bagi Gatot bisa bertarung sebagai capres dalam Pilpres 2019 tidaklah mudah, dia akan menghadapi beberapa aral melintang. Faktor utama, yakni Gatot hingga kini belum mendapatkan dukungan dari partai politik yang akan mendaftarkannya sebagai capres atau cawapres.
Peluang terbesar Gatot maju sebagai capres apabila berhasil melobi Prabowo untuk tak ikut dalam Pilpres 2019. Dengan begitu, Gerindra dan PKS akan bisa memberikan dukungannya kepada Gatot.
Koalisi Partai Politik
Sebagian besar partai telah melabuhkan dukungannya untuk salah satu poros utama dalam Pilpres 2019, yakni Presiden Joko Widodo. Jokowi telah memiliki lima partai pengusung, yakni PDIP, Golkar, Hanura, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Nasdem.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Prabowo belum terlalu jelas siapa yang akan mendukung dirinya kecuali Gerindra. PKS terlihat masih maju-mundur mendukung Prabowo. Jumat (13/4), Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan proses penentuan koalisi politik harus lewat Majelis Syuro yang akan menggelar pertemuan akhir April.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid ternyata belum yakin Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto akan maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2019. Apalagi, Gerindra mengajukan syarat untuk cawapres pendamping Prabowo. Keraguan tidak akan majunya Prabowo pada Pilpres nanti, kata Hidayat, bukan hanya dari PKS, melainkan partai-partai lain yang juga melihat hal yang sama. (Solo Pos, 16 April 2018)
Tinggal tiga partai yang saat ini belum menyatakan arah dukungan politiknya secara jelas, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Demokrat, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang belum jelas/bersyarat.
ADVERTISEMENT
Meskipun belum jelas arah dukungan PKB kepada Jokowi, partai itu telah mendeklarasikan ketumnya Cak Imin sebagai Cawapres 2019. Artinya PKB mendukung Jokowi dengan syarat: Muhaimin Iskandar menjadi pasangan Jokowi pada Pilpres 2019. Namun Partai ini telah mendeklarasikan dan membangun Posko JOIN (Jokowi-Muhaimin), sementara Ketumnya memberikan dukungan kepada Jokowi (Tribun News, 10 April 2018)
Berdasarkan hasil survey Cyrus Network (Kompas, 19 April 2018), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ternyata memiliki elektabilitas Cawapres yang tinggi. AHY disebut menjadi calon wakil presiden pendamping Jokowi yang paling cocok menurut persepsi publik. Hal itu berdasarkan hasil survei Cyrus Network yang dirilis di Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Managing Director Cyrus Network Eko Dafid Afianto mengatakan, sebesar 15,0 persen responden memilih Ketua Kogasma Partai Demokrat tersebut dari 20 nama lainnya yang disurvei. "AHY paling tinggi, ini cawapres menurut persepsi publik, yang cocok menurut publik," kata Eko (Kompas, 19 April 2018).
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, lumrah disangka jika Demokrat juga akan mendukung Jokowi dengan bersyarat, yaitu Jokowi memilih AHY sebagai pasangan Cawapresnya pada Pemilu 2018.
Namun, kedua partai itu, PKB dan Demokrat, bisa berbalik mendukung Prabowo jika kedua jagonya tidak menjadi Cawapres Jokowi. Tetapi, juga terdapat kemungkinan Demokrat akan netral jika AHY gagal jadi cawapres seperti yang dilakukannya pada Pemilu 2014.
Hanya PAN yang sampai kini belum terlihat mempunyai jago untuk maju sebagai Capres maupun Cawapres pada Pilpres 2019. Pendiri PAN, Amien Rais, terkesan “anti-Jokowi”, barangkali ini yang akan menjauhkan dukungan langsung PAN kepada Jokowi. Namun sebagai petahana dan sampai sekarang mempunyai elektabilitas tertinggi, Jokowi dapat menawarkan posisi menteri kepada PAN guna mempengaruhi dukungan partai itu.
ADVERTISEMENT
Telanjang Dada, Berapa Harganya?
Kemungkinan Prabowo untuk maju menjadi Capres masih belum jelas. Tidak ada yang pasti dalam politik dan politik itu cair. Selain catatan buruk soal pelanggaran HAM, dipecat dari TNI, dan statusnya sebaga duda, Prabowo masih punya beban berat berupa catatan buruk kekalahan dalam kontestasi politik.
Prabowo kalah dalam Konvesi Partai Golakar 2004, sehingga Partai itu mengusung Wiranto-Gus Solah pada Pilrpes 2004. Pada 2009, Pasangan Mega-Prabowo dikalahkan dengan mudah oleh SBY-Boediono. Prabowo kembali menelan kekalahan dalam Pilpres 2014 melawan Jokowi, sehingga ia gagal jadi Presiden.
Jadi mantan Danjen Kopassus telah mengalami: "Gagal Nyapres (2004), Gagal Wapres (2009), dan Gagal Presiden (2014).". Lalu sekarang berapa harga telanjang dada mantan menantu Suharto itu?
ADVERTISEMENT