Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Bung Karno dan Pancasila
1 Juni 2017 14:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
Tulisan dari Irsad Ade Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bung Karno dan Pancasila
Pancasila merupakan sarana yang ampuh sekali untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Hal ini sudah semestinya, karena Pancasila adalah falsafah hidup dan kepribadian Bangsa Indonesia, yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh Bangsa Indonesia diyakini yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik, dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia sehingga dapat mempersatukan Bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebelum meneruskan pembahasan kita mengenai Pancasila, maka perlu mengetahui lebih dahulu apakah arti dan asal-usul kata dan istilah “Pancasila”. Kata Pancasila itu berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana, adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta).
Dalam bahasa Sansekerta perkataan “Pancasila” ada dua macam arti yaitu:
Panca artinya “lima”. Sedangkan Syila, dengan huruf i biasa (pendek) artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”. Syiila, dengan huruf i panjang, artinya “peraturan tingkah laku yang penting/baik/senonoh”. Kata “sila” dalam bahasa Indonesia menjadi “susila” artinya tingkah laku yang baik. Maka, perkataan “Panca-Syila” dengan huruf i biasa (pendek) artinya “berbatu sendi/dasar yang lima”.
Adapun perkataan “Panca-Syiila” dengan huruf i panjang bermakna “5 aturan tingkah-laku yang penting/baik”. Perkataan Pancasila, mula-mula dipergunakan oleh pemeluk agama Buddha. Ajaran Buddha bersumber pada kitab suci Tripitaka yang terdiri dari tiga buku besar: Sutha Pitaka, Abhidhama Pitaka, Vinaya Pitaka.
ADVERTISEMENT
Dalam ajaran-ajaran Buddha, antara lain memuat tentang ajaran moral, di mana untuk setiap golongan berbeda kewajiban moralnya antara lain: Dasasyila, Saptasyila, Pancasyila
Ajaran Pancasila menurut Buddha adalah merupakan lima aturan atau “Five Moral Principles” yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa (awam) dalam Agama Buddha, yang menurut bahasa aslinya, bahasa Pali. “Panca Sila” yang berisi lima larangan atau pantangan, sebagai berikut:
1. Panatipala veramani sikhapadam samadiyami (janganlah mencabut nyawa setiap yang hidup)
2. Adinna dana veramani sikhapadam samadiyami (janglah mengambil barang yang tidak diberikan)
3. Kameshu micchara veramani sikhapadam samadiyami (janganlah berhubungan kelamin yang tidak sah)
4. Musawada veramani sikhapadam samadiyami (janganlah berkata palsu)
5. Sura-meraya-masjja-pamada-tthana veramani sikhapadam samadiyami (janganlah meminum minuman yang menghilangkan pikiran)
ADVERTISEMENT
Perkataan Pancasila dalam khazanah kesusastraan nenek moyang kita di zaman keemasan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada, dapat ditemukan dalam kitab “Negarakertagama” yang berupa kakawin (syair pujian) yang ditulis oleh Empu Prapanca yang selesai ditulis pada tahun 1365, di mana dapat kita temui dalam sarga 53 bait ke 2 yang berbunyi:
“Yatnaggegwani pancasyila kertasangskarabhisekakakrama” (Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan-pancasila itu, begitu upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.)
Begitulah perkataan Pancasila dari bahasa Sansekerta menjadi bahasa Jawa-kuno yang artinya tetap sama yang terdapat pada zaman Majapahit. Karena di zaman Majapahit hidup berdampingan secara damai kepercayaan tradisi Agama Hindu Syiwa dan Agama Buddha Mahayana dan campurannya Tantrayana. Di mana setiap aliran agama ada Penghulunya. Penghulu Agama Buddha disebut “Dharmadyaksa ring kasogatan”, adapun untuk agama Syiwa disebut “Dharmadyaksa ring kasyaiwan”.
ADVERTISEMENT
Setelah Majapahit runtuh dan Agama Islam mulai tersebar ke seluruh Indonesia maka sisa-sisa pengaruh ajaran Moral Buddha masih juga dikenal di dalam masyarakat Jawa, disebut lima larangan (pantangan, wewaler, pamali), namun isinya agak sedikit berbeda antara lain sebagai berikut:
Mateni, artinya membunuh
Maling, artinya mencuri
Madon, artinya berzina
Mabok, artinya meninum meniman keras, menghisap candu
Main, artinya berjudi.
Semua huruf dari ajaran moral tersebut dimulai dengan huruf “M” atau dalam bahasa Jawa disebut “Mo”, oleh karena itu lima prinsip moral itu disebut “Mo Limo”, yaitu lima larangan.
Setelah membahas perkataan Pancasila sebagai lima prinsip moral yang sudah tertanam kuat di dalam jiwa dan sanubari Bangsa Indonesia semenjak dahulu kala, maka tiba waktunya untuk membahas Pancasila sebagai dasar Bangsa dan Negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar Bangsa dan Negara Indonesia tentu memiliki susunan kata yang berbeda dengan pancasila yang sudah tersebut di atas.
ADVERTISEMENT
Pancasila sebagai dasar Bangsa dan Negara Indonesia dicetuskan oleh Bung Karno sebagai jawaban atas pertanyaan dr. Radjiman Wediodiningrat selaku yang memimpin sidang BPUPKI: “Apa dasar Negara merdeka yang akan kita bentuk ini?”
Dari pertanyaan tersebut di atas, jelaslah yang diminta adalah usulan pemikiran mengenai dasar Negara yang akan diletakkan dalam membangun Negara Indonesia Merdeka. Yang dibutuhkan adalah hal-hal yang bersifat asasi untuk digunakan sebagai asas dalam membangun kehidupan bersama. Bung Karno menyebutnya sebagai “philosofische grondslag” yang akan menjadi pondamen, filsafat, pikiran sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi”.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Bung Karno berpidato mengenai calon rumusan Dasar Republik Indonesia. Kemudian untuk memberi nama lima asas/Dasar Negara tersebut Bung Karno memberi istilah “Pancasila” yang artinya Lima Dasar. Oleh karena itu tanggal 1 Juni 1945 dikenal sebagi Hari Lahir Pancasila, dalam Bahasa Belanda-nya: “Het ontstaan van de Pantjasila”.
ADVERTISEMENT
Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, yang kemudian terkenal dengan sebutan lahirnya Pancasila, ia menyebutkan:
***
“…Kita hendak mendirikan suatu Negara “semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan kaya, tetapi “semua buat semua”.
Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari sidang Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai (BPUPKI) ini, akan tetapi sejak pertama, yang baik dijadikan dasar buat Negara Indonesia, ialah dasar Kebangsaan. Kita mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia.
…Inilah filosofishce principe yang nomor dua,..yang boleh saya namakan Internasionalisme. Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud kosmopolitisme, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika dan lain-lainnya.
ADVERTISEMENT
Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar pada buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme. Jadi dua hal ini,…, prinsip 1 dan prinsip 2,…adalah bergandengan erat-erat satu sama lain.
Kemudian, apakah dasar yang ke 3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya.
Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”. “satu buat semua, semua buat satu”. Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan.
…kalau kita mencari demokrasi hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politik-economische yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Rakyat sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil? Yang dimaksud dengan faham Ratu Adil, ialah “sociale rechtvaardigheid” (the principle of social justice)
ADVERTISEMENT
Rakyat ingin sejahtera, Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan, kurang pakaian, menciptakan dunia yang di dalamnya ada keadilan, di bawah pimpinan Ratu Adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencintai rakyat Indonesia marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politiek saja,..tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.
…Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan petunjuk Nabi al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad S.A.W., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah Negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhan dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan. Yakni dengan tidak “egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang ber-Tuhan.
ADVERTISEMENT
…bahwa Negara Indonesia Merdeka berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
***
Bung Karno mengajukan lima prinsip untuk digunakan untuk sebagai dasar Negara, yang terdiri dari:
Kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme atau perikemanusiaan,
Mufakat atau demokrasi,
Kesejahteraan Sosial,
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima prinsip tersebut disebutnya Pancasila. Namun demikian Bung Karno juga menawarkan, apabila sidang menghendakinya, kelima Sila tersebut dapat diperas menjadi tiga, disebut Trisila yang terdiri dari: Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi, dan Ketuhanan Yang Maha Esa, atau dapat diperas lagi menjadi Eka Sila: Gotong Royong.
Lahirnya Pancasila serta penerimaan founding fathers maupun bangsa Indonesia terhadap Pancasila bukanlah sesuatu yang datang begitu saja, melainkan melalui proses panjang yang penuh pergulatan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu untuk dapat memahami Pancasila lebih dalam tidak cukup dengan menyimak apa yang diuraikan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, tetapi perlu pula dipelajari sejarah yang melatar belakangi dan mendukung kelahirannya, serta ungkapan-ungkapan pikiran Bung Karno yang dikemukakan dalam ruang dan waktu yang berbeda.
Dengan memperhatikan latar belakang dan maknanya, Pancasila tidak hanya merupakan “alat pemersatu” bangsa secara lahiriah, tetapi “roh” yang hidup di dalam jiwa bangsa Indonesia. Dan roh itu kemudian oleh founding fathers dituangkan ke dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan Deklarasi Kemerdekaan. Proklamasi Kemerdekaan dan Deklarasi Kemerdekaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, kalau bangsa Indonesia mensakralkan Pembukaan UUD 1945, bukan sekedar sebagai penghargaan terhadap founding fathers, melainkan karena Pembukaan 1945 merupakan rumusan yang lahir sebagai kristalisasi dari aspirasi bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pembukaan UUD 1945 berisi empat, yaitu: asas, visi, misi, bentuk, sifat dan dasar Negara.
Asas/Dasar Politik (Negara):
Kemerdekaan adalah hak segala bangsa;
Penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Visi/Cita-Cita Politik (Negara):
Berdirinya Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Misi/Alat Politik dan Tugasnya:
Dibentuk Pemerintahan yang berkewajiban untuk:
Ke dalam, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
Ke luar, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial.
Bentuk dan Dasar Negara:
Susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar pada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Selanjutnya dalam Pasal 1 UUD 1945 ditegaskan bahwa bentuk Negara adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
ADVERTISEMENT
Dari Pembukaan UUD 1945 tersebut jelas sekali betapa luhurnya cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Deklarasi Kemerdekaan menyatakan bahwa di atas kemerdekaannya bangsa Indonesia ingin membangun peradaban. Bukan hanya peradaban bangsa, melainkan juga peradaban manusia. Dalam pembukaan UUD 1945 itulah terpancar cita-cita dan roh peradaban Bangsa Indonesia.
Ternyatalah bahwa Pancasila yang memiliki sifat dan nilai-nilai universal itu juga mendapat sambutan yang sangat positif di tingkat internasional. Dalam konferensi Asia-Afrika, Pancasila menjiwai lahirnya Dasa Sila Bandung yang anti penindasan dan penjajahan. Dari dasar inilah kemudian lahirlah Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) dan NEFO (the Emerging Forces). Demikian pula ketika Bung Karno mengusulkan Pancasila untuk mengganti Piagam PBB yang disampaikan melalui pidato legendarisnya yang berjudul “To Build the World A New”, mengalirlah dukungan internasional, terutama dari negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
ADVERTISEMENT
Pancasila merupakan jiwa dan kepribadian Bangsa Indonesia. Pancasila dalam pengertian yang seperti ini adalah seperti yang dijelaskan dalam teori Von Savigny, bahwa setiap Bangsa mempunyai jiwanya masing-masing yang disebut “Volksgeist” (Jiwa rakyat/jiwa bangsa). Pancasila sebagai jiwa Bangsa adanya/lahirnya bersama adanya Bangsa Indonesia yaitu pada zaman Sriwijaya-Majapahit. Hal ini diperkuat oleh Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo dalam tulisannya “Sekitar Pancasila”. Dia menjelaskan, bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah hari lahir istilah Pancasila, sedang Pancasila itu sendiri telah ada sejak dahulu kala bersamaan dengan adanya Bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila telah ada pada Bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala yang berupa adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan dan nilai religius.
Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa Indonesia, Pancasila dalam pengertian ini sering disebut: Way of life, Weltanschauung, Weldebeschouwing, Wereld en levens beschouwing, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari. Dengan kata lain; Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang. Ini berarti bahwa semua tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila, karena Pancasila sebagai Weltanschauung selalu merupakan suatu kesatuan.
ADVERTISEMENT
Pancasila sebagai norma fundamental memiliki fungsi utama sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Demikianlah dapat dikatakan bahwa Pancasila itu dibuat dari materi atau bahan “dalam negeri”, bahan asli murni, dan merupakan kebanggan suatu bangsa yang berpatriotik.
Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila dalam pengertian ini sering disebut sebagai Dasar Falsafat Negara, State-Philosophy, Philosofische Gronslag dari Negara, Ideologi Negara, Staatsidee. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur Pemerintahan Negara. Atau dengan kata lain: Pancasila sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara.
“Pancasila adalah pedoman dalam dalam menuju Indonesia yang berdaulat, bahagia, sejahtera, dan damai. Apa kebahagiaan? Apabila rakyat merasa hidupnya berbahagia. Cukup makan, pakaian, tempat tinggal (rumah) memuaskan, kesehatan terpelihara, anak-anak dapat disekolahkan, ada perasaan hari kemudian terpelihara”
ADVERTISEMENT
(Mohammad Hatta, Proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia)
Karena itu, hei seluruh bangsa Indonesia tetap tegakkanlah kepalamu! Jangan mundur! Jangan berhenti! Tetap derapkanlah kakimu di muka bumi! Jikalau ada kalanya saudara-saudara merasa bingung, jikalau ada kalanya saudara-saudara hampir berputus asa, Jikalau ada kalanya saudara-saudara kurang mengerti jalannya revolusi kita yang memang kadang-kadang seperti bahtera di lautan badai yang mengamuk ini, kembalilah kepada sumber amanat penderitaan rakyat kita yang congruent dengan social conscience of man, kembalilah kepada sumber itu sebab di sanalah saudara akan menemukan kembali rel-nya revolusi!
(Presiden Soekarno Pemimpin Besar Revolusi Indonesia)