Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Serangan Sekutu ke Suriah, Ilegal dan 'Tuna-Adab'
17 April 2018 11:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Irsad Ade Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, benar merealisasikan ancamannya menyerang Suriah dan kelompok pro Bashar Assad. AS bersama Inggris dan Prancis (Sekutu) menembakkan lebih dari 100 misil ke tiga fasilitas militer Suriah yang diyakini terkait dengan dugaan serangan senjata kimia di kota Douma di Ghouta Timur. Namun, fakta-faktanya gedung-gedung yang menjadi target serangan kebanyakan kosong. (Media Indonesia, 16 April 2018)
ADVERTISEMENT
Dugaan serangan senjata kimia di Douma perlu diinvestigasi oleh sebuah tim yang independen. Mengingat Sekutu sudah sering menuduh negara lain memiliki senjata pemusnah massal atau Weapon of Massive Destruction (WMD) dan melakukan pelanggaran HAM, kemudian menjadikannya dalih untuk menyerang atau menginvasi negara lain. Itu adalah “klise”.
Contohnya, Sekutu menyerang Irak dan menggulingkan Saddam Hussein pada 2003 dengan dalih Irak mempunyai WMD. Namun tuduhan tidak terbukti, tidak pernah ditemukan satupun WMD di Irak. Di Libya, Sekutu menuduh Rezim Khadafi telah melakukan pelanggaran HAM secara massif (Gross Violation of Human Rights) sebagai dalih intervensi Sekutu di Libya. Tetapi, banyak pihak meragukan tuduhan Sekutu itu.
Selain itu, pendekatan kekerasan atau pendekatan militer (military approach) merupakan pendekatan klise sekutu, selalu diulang-ulang dari dekade ke dekade. Misalnya pendekatan kekerasan digunakan oleh AS di Panama, Afghanistan, Irak, hingga Suriah. Dalam catatan sejarahnya, bom tidak hanya menyasar fasilitas militer tetapi juga ke bangunan sipil.
ADVERTISEMENT
Kembali ke persoalan serangan Sekutu di Suriah 14 April 2018, sesungguhnya serangan Sekutu tersebut perlu ditinjau apakah serangan itu mempunyai aspek legalitas atau bahkan dapat disebut ilegal.
Kedaulatan Negara dan Intervensi Asing
Intervensi oleh suatu negara atau beberapa negara di wilayah negara berdaulat umumnya dilarang dalam hukum internasional, yang juga sebagai doktrin non-intervensi. Intervensi didefinisikan sebagai "taktik koersif yang digunakan untuk memanipulasi suatu negara untuk mengambil jalan tertentu" dan "terdiri dari keterlibatan militer atau dorongan penggunaan kekuatan oleh kekuatan luar dalam konflik domestik" (Von Hippel, 1995: 68)
Non-intervensi dalam urusan internal negara berdaulat adalah doktrin dasar hukum internasional yang terkait erat dengan keamanan negara, perdamaian dan stabilitas tatanan internasional (Kraft, 2000: 40-41; Smith, 2000: 7- 6; Tsagourias, 2000: 15; Valenton, 2000: 98).
ADVERTISEMENT
Doktrin ini berarti suatu negara tidak memiliki hak secara sepihak untuk campur tangan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, atau cara-cara koersif lainnya dalam urusan internal negara lainnya. Pemerintah asing juga "tidak dapat berusaha memperluas pengaruh dengan banding langsung ke warga negara lain dengan pendudukan, atau dengan menggunakan wilayah rumah sebagai basis untuk menentang rezim lain" (Funston, 2000: 9). Doktrin non-intervensi telah digambarkan sebagai "tidak ada tanda masuk yang melindungi wilayah teritorial eksklusif negara" (Ayoob, 2002: 83), dan menyiratkan bahwa negara-negara harus berusaha untuk mempengaruhi satu sama lain melalui sarana diplomatik dan tidak dengan cara bersenjata. atau intervensi koersif (Holsti, 1988: 81)
Meskipun intervensi terhadap urusan internal suatu negara biasanya dilarang dalam hukum internasional, komunitas internasional dapat melakukan intervensi kolektif terhadap suatu negara berdaulat atas dasar kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Intervensi kolektif adalah intervensi yang dilakukan oleh komunitas internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Intervensi kemanusiaan didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan untuk melindungi orang-orang dari negara lain dari perlakuan yang sewenang-wenang dan kekerasan terus-menerus yag melampaui batas yang dilakukan oleh suatu Otoritas, di mana suatu “kedaulatan” dianggap bertindak dengan akal dan keadilan (Stowell, 1921: 51–53).
Ketika suatu pemerintah melakukan tindakan kekejaman seperti yang disebutkan di atas, pemerintah tersebut dianggap telah kehilangan perlindungan bagi kedaulatannya dari ancaman intervensi dan penduduk negara tersebut berhak atas bantuan dari luar (eksternal).
Ilegalitas Serangan Sekutu ke Suriah
Piagam PBB tidak memuat ketentuan eksplisit bagi diselenggarakannya intervensi kemanusiaan kolektif. Namun, secara umum diasumsikan Dewan Keamanan dapat memberikan sanksi dan dewan tersebut sebenarnya telah memberikan sanksi, intervensi semacam itu di masa lalu. Beberapa contoh intervensi kemanusiaan di bawah naungan Dewan Keamanan yaitu intervensi di Somalia dan di Bosnia-Herzegovina pada tahun 1992; dan Rwanda pada tahun 1994.
ADVERTISEMENT
Karena situasi di Libya tidak melibatkan agresi dan bukan merupakan pelanggaran atau ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional, itu berada di luar parameter otoritas Dewan Keamanan. Sesungguhnya, Dewan Keamanan tidak memiliki yurisdiksi jika ingin mengesahkan suatu intervensi terhadap Suriah.
Selain itu, karena prasyarat untuk pelaksanaan yang sah dari hak prerogatif Dewan Keamanan tentang penggunaan kekuatan; prinsip-prinsip intervensi kemanusiaan dan ketentuan Piagam PBB tentang penyelesaian damai perselisihan belum dipenuhi karena bahkan tidak berpayung hukum ada Mandat dari Dewan Keamanan PBB untuk melakukan intervensi terhadap Suriah
Dengan demikian, harus disimpulkan bahwa intervensi militer Sekutu di Suriah tidak sesuai dengan ketentuan Piagam PBB dan bahkan tidak mempunyai payung hukum, karena itu melanggar hukum alias “ILEGAL”. Tunaadab atau tidak beradab juga pantas digunakan untuk menyebut intervensi Sekutu di Suriah. Karena dalam nilai-nilai keadaban internasional suatu atau sekelompok negara tidak boleh intervensi dan menyerang negara lain secara brutal dan membabi-buta.
ADVERTISEMENT