Konten dari Pengguna

Perempuan Indonesia dan Belenggu Patriarkisme

Ervin Azzam Auliadilaga
Saya adalah Mahasiswa dari IPB University.
17 Februari 2025 13:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ervin Azzam Auliadilaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto diambil semasa Kuliah Kerja Nyata Tematik Inovasi (KKN-TI) IPB University di Kelurahan Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor dilangsungkan. Mereka adalah bagian daripada perempuan Indonesia yang hebat.
zoom-in-whitePerbesar
Foto diambil semasa Kuliah Kerja Nyata Tematik Inovasi (KKN-TI) IPB University di Kelurahan Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor dilangsungkan. Mereka adalah bagian daripada perempuan Indonesia yang hebat.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan dari sejarah perjuangan di atas bumi bangsa, perempuan Indonesia hadir sebagai pilar pendukung atas pembangunan atas peradaban yang bermartabat dan berdaulat. Mereka adalah bukan sekadar pengisi ruang kosong dalam narasi kebangsaan. Mereka adalah penghantar atas perjalanan dari bangsa dan negara Indonesia kepada peradaban yang bermartabat dan berdaulat. Ketika kita berbicara tentang patriarki, maka kita sedang membuka lembar-lembar kelam yang sudah membelenggu potensi agung kaum perempuan di atas bumi bangsa untuk waktu yang terlampau lama.
ADVERTISEMENT
Saya ingin mengajak kita untuk menapak-tilas atas jejak panjang dari ketangguhan perempuan yang hidup di atas bumi bangsa. Dari masa kerajaan hingga masa revolusi kemerdekaan, dari masa pembangunan hingga masa reformasi, mereka telah membuktikan bahwa kecerdasan, kepemimpinan, dan keberanian bukanlah monopoli dari kaum laki-laki. R.A. Kartini adalah bukan teladan tunggal. Ribuan, bahkan jutaan Kartini telah dan sedang tumbuh di seluruh bumi Bangsa. Mereka menantang kungkungan tradisi yang mengerdilkan peran perempuan sebagai pilar peradaban.
Namun, dalam penapakan pijakan di abad ke-21, ketika kemajuan dari peradaban telah menghadirkan perubahan pada muka dunia, apa penggunaan paradigma yang menempatkan perempuan sebagai warga negara kelas dua adalah hal yang pantas untuk dipertahankan? Ketika negara-bangsa lain bersaing dalam pemanfaatan atas potensi sumber daya manusia dengan tanpa memandang gender, Indonesia tidak boleh terjebak dalam romantisme patriarki yang hadir sebagai hambatan dalam kemajuan bangsa.
ADVERTISEMENT
Kita perlu melihat hal-ihwal yang terbentang di hadapan kita. Dalam hal-ihwal pendidikan tinggi, prestasi dari mahasiswi kerap mengungguli prestasi dari mahasiswa. Dalam hal-ihwal ekonomi kreatif, perempuan Indonesia telah membuktikan diri sebagai motor penggerak atas inovasi dan pertumbuhan. Dalam hal-ihwal politik dan pemerintahan, meski masih minoritas, suara dan kepemimpinan dari perempuan Indonesia telah menghadirkan perubahan atas tata kelola negara.
Tetapi semua pencapaian di atas adalah bukan hal yang cukup. Kita masih bertemu dengan ribuan-jutaan rantai patriarki yang perlu diputus. Kekerasan yang berdasar dengan gender masih menjadi hal-ihwal yang menakutkan. Diskriminasi yang berdasar dengan gender masih menjadi hal-ihwal yang menakutkan.
Mari kita merenung untuk sejenak waktu. Ketika setengah dari populasi bangsa masih terpasung dalam segala-rupa bentuk ketidakadilan yang berdasar dengan gender, bagaimana kita berkemampuan untuk sampai pada kejayaan yang sejati? Kita akan sampai pada kejayaan sejati ketika seluruh elemen masyarakatnya berkesempatan untuk menghadirkan kontribusi dan aktualisasi atas potensi dengan kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT
Kita perlu melangsungkan pembangunan atas narasi dan paradigma baru tentang perempuan Indonesia. Bukan narasi dan paradigma yang hadir sebagai dikotomi atas peran gender dalam pemaknaan yang tradisional. Namun, narasi dan paradigma yang hadir sebagai perayaan atas keberagaman bakat, kapasitas, dan kontribusi setiap individu dengan tidak berdasar pada jenis kelamin atau gender. Narasi dan paradigma yang hadir sebagai pengakuan bahwa kepemimpinan, kecerdasan, dan keberanian adalah kualitas, kapasitas, dan kapabilitas yang tidak diperbatasi oleh gender.
Dalam persaingan global yang kompetitif, Indonesia tidak memiliki kemewahan untuk 'melepeh' potensi dari perempuannya. Setiap pikiran cemerlang yang terkungkung, setiap bakat yang terpasung, setiap suara yang dibungkam adalah kemalangan terhadap masa depan bangsa. Pemberdayaan terhadap perempuan adalah bukan sekadar isu yang berkenaan gender saja. Pemberdayaan terhadap perempuan adalah prasyarat yang dasar mendasar terhadap kemajuan dan kesejahteraan di atas bumi bangsa.
ADVERTISEMENT
Langkah yang perlu ditapakkan oleh kita adalah melangsungkan pengakuan bahwa patriarki adalah bukan peninggalan budaya yang pantas untuk dipertahankan. Patriarki adalah bagian dari sistem opresif yang harus ditransformasi dengan segera. Kita perlu menghadirkan pembangunan atas kesadaran kolektif bahwa kesetaraan gender adalah kepentingan bersama. Kesetaraan gender adalah bukan agenda feminis semata. Laki-laki dan perempuan adalah mitra sejajar dalam pembangunan atas peradaban bangsa.
Pendidikan menjadi instrumen utama dalam transformasi atas penghapusan dari segala-rupa budaya patriarki yang hidup di bumi bangsa. Pendidikan yang dimaksud adalah bukan sekadar pendidikan formal. Pendidikan yang dimaksud adalah lebih dari sekadar pendidikan formal. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang berkemampuan untuk menghadirkan pembebasan atas pikiran dari belenggu stereotip terhadap gender. Perubahan atas kurikulum nasional untuk menghadirkan perspektif kesetaraan gender dalam sendi pendidikan di atas bumi bangsa adalah hal yang diperlukan.
ADVERTISEMENT
Dalam ranah hukum dan kebijakan, kita perlu menghadirkan penguatan atas implementasi terhadap regulasi yang menjamin perlindungan kepada perempuan dan hak-hak perempuan. Affirmative action dalam politik perlu dilangsungkan dengan segera. Kebijakan yang ramah terhadap gender adalah hal yang sepantasnya ditempatkan sebagai standar, bukan pengecualian. Sistem perlindungan sosial pun perlu disusun dengan menempatkan kebutuhan khusus dari perempuan sebagai pertimbangan yang ditimbang.
Perjuangan atas perlawanan terhadap segala-rupa bentuk dari patriarki adalah bukan perjuangan melawan laki-laki. Perjuangan termaksud adalah perjuangan atas perlawanan terhadap sistem, pandangan, dan pola pikir yang menghadirkan keuntungan kepada segelintir orang yang berselaras dengan kerugian yang dirasa oleh berbagai pihak, termasuk kerugian yang dirasa oleh laki-laki. Patriarki sudah hadir dengan pembatasan terhadap definisi maskulinitas, pembebanan terhadap laki-laki dengan ekspektasi yang tidak realistis, dan penghalangan terhadap ekspresi-kemanusiaan dari laki-laki secara utuh.
ADVERTISEMENT
Mari kita bayangkan Indonesia yang merdeka dari belenggu patriarki. Sebuah negara-bangsa di mana anak perempuan dapat bermimpi dengan mimpi yang tinggi. Anak perempuan yang tidak perlu risau dengan hambatan gender. Sebuah negara-bangsa di mana perempuan dapat mengambil keputusan atas hidupnya. Perempuan yang tidak perlu risau dengan intimidasi yang disertakan oleh lingkungan sosial. Sebuah negara-bangsa di mana kepemimpinan perempuan adalah hal yang normal. Kepemimpinan perempuan yang tidak ditempatkan sebagai pengecualian.
Transformasi termaksud tidak akan terjadi dalam semalam. Transformasi termaksud membutuhkan kerja keras, kesabaran, dan solidaritas dari seluruh elemen negara-bangsa agar supaya patriarki dapat dihapuskan dari bumi bangsa. Seperti dengan apa yang disampaikan dalam pepatah bahwa perjalanan seribu mil dimulai dengan langkah pertama. Dan sekarang, kita berupaya untuk memulai langkah perlawanan terhadap segala-rupa bentuk dari patriarki di atas bumi bangsa.
ADVERTISEMENT
Kita perlu untuk menempatkan perlawanan terhadap segala-rupa bentuk dari patriarki sebagai agenda bersama dari seluruh elemen bangsa. Sebab, Indonesia yang menempatkan kesetaraan-gender sebagai hal yang mendasar adalah Indonesia yang bermartabat dan berdaulat. Sekarang adalah saat untuk bergerak dalam menulis ulang atas narasi dan paradigma tentang perempuan Indonesia.