Konten dari Pengguna

Nasib Sopir & Kernet “Gurita Kota” di Tengah Wabah Corona Bagaiamana?

Erwin Nugraha
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan, Prodi Penerbitan(Jurnalistik).
8 Mei 2020 8:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erwin Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gurita Kota sumber:dribble.com/Fahdi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gurita Kota sumber:dribble.com/Fahdi
ADVERTISEMENT
“Gurita Kota” adalah sebuah analogi yang menggambarkan bus-bus butut yang mengeluarkan asap hitam pekat yang masih merajai jalanan di beberapa kota di Indonesia. The panturas adalah sebuah grup musik yang mempopulerkan nama tersebut lewat sebuah single bernama “Gurita Kota” dalam album Mabuk Laut.
ADVERTISEMENT
Penggalan lirik lagunya seperti harta karunnya hanya ada di tanggal muda minggu pertama mungkin lirik tersebut bisa berubah sekarang, karena dengan adanya pandemi corona sekarang gurita kota sudah tidak beroperasi seperti biasanya. Sehingga harta karunya sudah tidak ada, bukan hanya di tanggal tua tapi tanggal muda minggu pertama pun tidak ada.
Lalu bagaimana nasib para sopir dan kernet Gurita Kota sekarang?
Dengan diresmikannya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan larangan mudik oleh pemerintah, berakibat terhadap sejumlah lini bisnis yang tidak dapat beroperasi sementara waktu. Salah satunya bisnis yang berhubungan dengan industri transportasi, yang berakibat terhadap para sopir dan kernetnya, karena sopir dan kernet termasuk pelaku dalam industri transportasi.
ADVERTISEMENT
Pendapatan sopir dan kernet Gurita Kota pasti anjlok sejak pandemi virus corona (Covid-19) terjadi. Padahal sebelum pandemi, pendapatan mereka juga tidak begitu maksimal, ditambah dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat mereka terancam tidak dapat penghasilan. Pasalnya selama PSBB armada yang boleh beroperasi hanya 10 persen.
Ternyata tak cukup dengan gempuran moda transportasi daring atau online, virus corona juga membuat penghasilan para sopir gurita kota ini menjadi begitu tak maksimal. Dengan berlakunya PSBB semakin menambah derita para sopir ini, karena ada beberapa aturan yang harus ditaati seperti physical distancing dalam kendaraan yang artinya harus ada pengurangan penumpang untuk menciptakan jarak antar penumpang. Kendati demikian, para sopir sebenarnya memaklumi bahwa dengan adanya aturan tersebut untuk menghentikan penyebaran virus.
ADVERTISEMENT
Menurut Safruan Sinungan, Ketua Organda DKI Jakarta: Kerugian angkutan umum lebih dari RP30 triliun per April. Dengan demikian pengusaha angkutan umum tidak mendapatkan pemasukan yang berakibat tidak adanya gaji bagi karyawannya. Bahkan beberapa perusahaan nyaris bangkrut dan tidak sedikit para sopir dan kernet di rumahkan tanpa adanya kompensasi dari perusahaan.
Untuk Organda DKI Jakarta saja, sebelumnya sudah dijelaskan bahwa hanya sekitar 10 persen dari 85.900 kendaraan terdata yang masih bekerja selama pandemic Covid-19 di Indonesia. Sedangkan Shafruan menejelaskan 90 persennya lagi sudah tidak beroperasi lagi.
Dengan adanya ketentuan tersebut membuat banyak para sopir dan kernet yang di rumahkan, berbeda dengan pekerjaan lain yang bisa bekerja di rumah atau Work From Home (WFH) para supir dan kernet tidak bisa WFH apabila sudah dirumahkan. Akibatnya banyak para sopir dan kernet yang hidupnya sekarang menderita karena tidak bekerja dan menjadi pengganguran tanpa adanya alternatif pendapatan lainnya.
ADVERTISEMENT