Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Alternatif Menyikapi 'Humor Gus Dur' yang Semestinya Dilakukan Kepolisian
20 Juni 2020 15:01 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Erwin Setia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak cara orang lakukan untuk menghilangkan kejenuhan dan meredakan stres, salah satunya dengan humor. Entah dengan memproduksi humor maupun mengonsumsi humor yang tersebar di mana-mana. Apalagi di tengah situasi pandemi begini yang membuat banyak hal serba tak pasti. Kita makin butuh untuk ketawa, supaya nggak tegang-tegang amat kayak tiang listrik.
ADVERTISEMENT
Kehadiran video lawakan pendek Bintang Emon soal “nggak sengaja” dalam kasus Novel Baswedan tempo hari adalah contohnya. Ia bisa menjadi sepercik komedi di tengah tragedi. Sayangnya, beberapa orang gampang kesetrum, udah kayak orang yang mencolokkan steker dengan tangan basah. Sampai-sampai ada yang bikin akun bot menuduh Bintang pake sabu-sabu.
Ya ampun, hidup kok kaku betul. Kanebo aja nggak sekaku itu, Bos.
Ternyata, belum cukup sampai di situ. Laman berita kembali dipenuhi kehebohan bertajuk “ketika bercanda dihukum dan hukum dibercandain”. Getah itu mendarat di kepala Ismail Ahmad, seorang warganet di Kepulauan Sula, Maluku Utara. Ia dipanggil kepolisian setempat karena mengunggah status Facebook. Padahal status itu cuma copasan humor terkenal almarhum Gus Dur tentang polisi yang berbunyi begini: “Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng.”
ADVERTISEMENT
Lha, itu kan cuma kutipan dari sosok yang terkenal suka berhumor, yaitu Gus Dur. Namanya aja humor, seharusnya nggak perlu diseriusi. Lagi pula, status tersebut juga nggak berisi hinaan atau ujaran kebencian, kok. Kan polisi sendiri yang capek dan buang waktu kalau menjadikan status itu sebagai kasus. Padahal, ada beberapa alternatif yang bisa kepolisian lakukan dalam menyikapi ‘humor Gus Dur’ itu, dan menghukum si pelaku bukan salah satunya.
Berikut saya susun alternatif-alternatif tersebut, siapa tahu berguna dan bikin kepolisian menjadi lebih selow:
1. Ikut Tertawa
“Tertawalah sebelum tertawa dilarang,” demikianlah bunyi slogan terkenal dari grup Warkop DKI. Tertawa tentu hak siapa saja, termasuk polisi. Nah, ketimbang repot-repot ngurus berkas laporan atau menyambangi rumah si penyebar ‘humor Gus Dur’, alangkah baiknya polisi ikut menertawakan joke tersebut.
ADVERTISEMENT
Bukan apa-apa, nih, hal itu semata agar bapak-bapak polisi memiliki jiwa yang lebih sehat. Sudah banyak riset menyebut pentingnya humor dan tertawa untuk kesehatan. Selain itu, kalau setiap candaan diseriusin, nanti bapak-bapak polisi jadi makin capek. Apalagi di zaman digital seperti sekarang, di mana humor bisa membelah diri dan berkembang biak secara dinamis seperti amoeba pake jurus seribu bayangan. Apa mau dikejar semuanya gitu?
Padahal, kita tahu, pekerjaan polisi sudah begitu banyak. Tentu saya merasa tak enak hati membiarkan polisi mengurus hal yang nggak substansial. Kalau lagi selow, lebih baik bapak-bapak polisi ngopi dan bercengkerama dengan keluarga. Itu jauh lebih bermanfaat.
2. Meyakinkan Orang Bahwa Itu Cuma Lawakan
Bagaimana cara meyakinkannya? Ya tentu dengan tidak menganggap humor itu kelewat serius. Dibiarkan ajalah kayak air mengalir. Kalau polisi menanggapinya serius, apalagi sampai memperkarakannya ke pengadilan, malah menimbulkan efek negatif. Orang-orang yang mengira itu hanya humor, jadi bertanya-tanya: Wah, apa jangan-jangan bener ya kata-kata Gus Dur itu?
ADVERTISEMENT
Tentulah itu jadi bumerang buat kepolisian. Padahal kan hakikatnya, sebagaimana semua orang tahu, kepolisian nggak seburuk itu. Banyak kok jasa polisi. Menertibkan lalu lintas, membantu nenek-nenek nyebrang, dan masih banyak lagi. Saya hakulyakin andai kepolisian tak menanggapi humor itu, orang-orang juga langsung melupakannya. Humornya juga humor lawas, kok.
3. Membenahi Institusi Kepolisian Agar Masyarakat Makin Percaya
Inilah pembacaan yang mestinya dipraktikkan polisi saat melihat ‘humor Gus Dur’. Selayaknya humor biasanya mengandung kritikan dan saran secara terselubung. Salah satunya ‘humor Gus Dur’ itu. Sangat gegabah kalau kita menafsirkannya sebagai semata upaya Gus Dur menjelek-jelekkan kepolisian. Enggak lah. Justru sebaliknya, melalui humor itu Gus Dur ingin memberikan masukan agar kepolisian dapat menjadi institusi yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Seandainya kepolisian menjadikan humor tersebut pelajaran untuk terus membenahi institusi kepolisian, itu adalah sebuah win win solution. Masyarakat umum senang, nama kepolisian pun akan semakin harum. Secara otomatis, masyarakat juga jadi menaruh kepercayaan lebih manakala kepolisian terus berbenah. Kan keren kalau begitu jadinya.
4. Perbanyak Lihat Cerita Lucu
Ada stereotip bahwa orang-orang yang bekerja di bidang keamanan adalah orang-orang yang kaku dan susah diajak melucu. Saya tidak percaya begitu saja. Banyak juga kok aparat yang suka lelucon. Umpamanya Jenderal TNI Luhut Binsar Pandjaitan. Lelucon beliau soal “corona is like your wife” bahkan sempat viral. Meskipun lelucon itu nggak lucu dan berbau seksis, tapi setidaknya itu menunjukkan bahwa beliau—mewakili aparat-aparat lain—masih memiliki selera humor.
ADVERTISEMENT
Momen viralnya ‘humor Gus Dur’ ini dapat dijadikan titik tolak orang-orang di kepolisian untuk mempunyai kebiasaan baru yang membuat mereka menjadi pribadi yang lebih selow. Mereka bisa membaca joke-joke pendek di grup WhatsApp bapak-bapak, nonton potongan video lucu di Twitter, ataupun menyimak materi stand-up comedy.
Nggak ada salahnya juga kalau kepolisian bikin kontes stand-up comedy khusus internal polisi. Toh, pernah ada Mei Mahatthir Gamayel, anggota polisi yang jadi finalis Stand-Up Comedy Indonesia season 6. Saya kira polisi-polisi macam Gamayel mesti diperbanyak. Sebab, di dunia yang kian dipenuhi tragedi, kita butuh banyak asupan komedi.
Asal bukan hukum aja yang dijadikan komedi. Hehehe.