Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bersenang-senang dengan 'War and Peace' Edisi Corona Karya Presiden Jokowi
9 Mei 2020 15:01 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Erwin Setia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu novel klasik paling penting adalah War and Peace karya Leo Tolstoy, sastrawan Rusia. Novel ini berlatar Perang Napoleon yang terjadi pada abad ke-19. Selaras dengan judulnya, novel ini tidak hanya bercerita soal perang, tetapi juga “kedamaian” baik berupa kisah romansa ataupun pengalaman sepele tokoh-tokohnya.
ADVERTISEMENT
Saya tidak tahu apakah Presiden Jokowi pernah membaca novel itu atau tidak. Tapi pernyataan beliau mengenai COVID-19 alias virus corona mengingatkan saya pada judul novel itu. Pada awalnya Presiden Jokowi menabuh genderang perang terhadap corona dengan menggebu-gebu. Carilah dengan kata kunci “Jokowi perang melawan corona” di Google, niscaya kita akan menemukan segambreng statement gagah Pak Jokowi.
Eh, tapi baru-baru ini, Pak Jokowi mendadak mengeluarkan pernyataan yang berbeda sebagaimana kebiasaannya. “Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan COVID-19 untuk beberapa waktu ke depan,” kata Pak Jokowi dalam sebuah video unggahan Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Kamis (7/5).
Pernyataan-pernyataan kontradiktif itu sebetulnya bukan hal asing kita dengar dari orang-orang pemerintahan. Sudah sering kita menyimaknya sampai-sampai menganggapnya biasa dan wajar belaka. Seolah-olah kekonyolan semacam itu sudah jadi makanan sehari-hari buat kita. Tentu itu bukan jenis makanan yang bergizi, tapi begitulah yang terhidang di meja makan kita belakangan ini.
ADVERTISEMENT
Suatu ketika Presiden Jokowi bilang ,“Saya enggak mau impar-impor, nanti saya gigit”, tak lama berselang menterinya malah mengabarkan akan ada impor bawang putih besar-besaran. Lain waktu presiden mengimbau masyarakat tak panik karena stok pangan masih cukup, eh tak sampai dua bulan kemudian presiden mengungkapkan bahwa stok pangan di puluhan provinsi defisit. Dalam wawancara bersama Najwa Shihab, Presiden Jokowi menyebut “mudik” dan “pulang kampung” itu beda; sementara Menhub Budi Karya yang baru sembuh dari corona bilang “mudik” dan “pulang kampung” itu sama saja.
Rangkaian kontradiksi itu akan sangat panjang kalau dijabarkan satu per satu. Kalau ada yang mau menyusunnya secara khusus, mungkin kita akan mendapati kumpulan pernyataan kontradiktif orang-orang pemerintahan sebanyak 10 jilid tebal—dan itu pun masih ada jilid-jilid berikutnya yang sedang dan akan terus ditulis.
ADVERTISEMENT
Bilven Sandalista dalam akun Twitternya punya hobi agak ganjil: mengumpulkan skrinsutan-skrinsutan berita soal mencla-menclenya para pejabat kita. Anda boleh main-main ke akun Bung Bilven kalau lagi selow.
Khusus untuk pernyataan berdamai dengan corona, saya kira kita tak bisa sepenuhnya menyalahkan Pak Jokowi sebagai pemimpin yang plin-plan. Boleh jadi beliau baru saja membaca buku siasat perang karangan Sun Tzu. Dan di sana beliau mendapati bahwa salah satu metode ampuh mengusir musuh adalah dengan cara merangkulnya sebagai teman—sebagai kawan dalam kedamaian.
Mungkin beliau sadar sikap beliau yang berapi-api memerangi COVID-19 tak banyak berpengaruh. Toh, angka orang yang terinfeksi virus corona di Indonesia terus meningkat. Padahal Presiden Jokowi ingin grafik penyebaran virus corona di Indonesia ini harus secepatnya melandai.
ADVERTISEMENT
“Target kita di bulan Mei ini harus betul-betul tercapai. Sesuai target yang kita berikan yaitu kurvanya sudah harus turun dan masuk posisi sedang di Juni, di Juli masuk posisi ringan. Dengan cara apa pun,” kata Presiden Jokowi.
Sebagai implementasi dari kata-katanya sendiri, Presiden Jokowi bergerak cepat. Beliaulah yang mula-mula mengawali gerakan menurunkan grafik korban corona dengan cara mengajak masyarakat untuk berdamai dengan corona. Saya rasa solusi damai ini adalah bentuk ketidaksabaran Presiden Jokowi terhadap jajaran pembantunya yang lambat. Jadi, beliau terpaksa turun tangan dan menggunakan taktik anyar.
Kita tidak tahu apakah taktik damai ini bisa membuat corona pergi lebih cepat dari bumi Indonesia atau tidak. Kita tentu berharap keadaan lekas membaik dan kurva segera melandai. Selain menyerukan pesan perdamaian, saya punya saran untuk Presiden Jokowi demi mempercepat pelandaian kurva.
ADVERTISEMENT
Caranya simpel dan tak menelan banyak anggaran. Kita cukup mengasah keterampilan edit-mengedit gambar. Jurnalis Narasi TV, Aqwam Fiazmi Hanifan telah mempraktikkan kiat kilat menurunkan kurva kasus COVID-19 di Indonesia ini. Berikut hasilnya:
Mudah, toh?
Segalanya memang mudah. Sama sekali tak ada yang susah. Mengalirkan bantuan langsung tunai, memberikan akses internet yang merata terhadap para pelajar yang mengalami online learning, menurunkan harga BBM ketika harga minyak dunia turun, dan lainnya sebetulnya mudah. Mudah dibayangkan.
Untuk “War and Peace” karya teranyar Presiden Jokowi ini, sebaiknya kita tak perlu mencak-mencak atau mengecamnya atau mencela beliau. Sebaliknya, kita nikmati saja karya ini dengan hati gembira. Tak perlu marah, bersedih, ataupun cemas. Sebaliknya, kita bisa membaca “karya monumental” ini dengan tertawa terbahak-bahak. Tertawa terbahak-bahak sampai kita sakit perut dan melupakan kenyataan betapa makin lucu dan konyol saja para pejabat negeri ini. (*)
ADVERTISEMENT