Konten dari Pengguna

Dewas TVRI, Jati Diri Bangsa tuh Gimana, sih? Korupsi? Sinetron Azab?

Erwin Setia
Penulis cerpen dan esai.
23 Januari 2020 15:01 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erwin Setia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi TVRI. Foto: Dok: Indra Fauzi/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi TVRI. Foto: Dok: Indra Fauzi/kumparan.
ADVERTISEMENT
Ketika kabar buruk dan karut-marut seputar negara ini berseliweran di mana-mana, kita tentu butuh hiburan. Beberapa orang menghibur diri dengan bermain game, rekreasi ke tempat wisata, rebahan sambil nonton film atau baca buku, dan ada pula yang menempuh jalan menggembirakan diri dengan menyaksikan tayangan sepak bola di televisi. Televisi kita penuh dengan kemurungan dan kesomplakan. Dan tayangan sepak bola hadir menjadi salah satu penyelamat, yang membuat kita tak kecewa-kecewa amat dengan benda penemuan John Logie Baird tersebut.
ADVERTISEMENT
Maka ketika pertengahan tahun silam TVRI—stasiun televisi nasional Indonesia—menyajikan tayangan Liga Inggris, para penggemar sepak bola yang jumlahnya tak sedikit pun bersukacita. Mereka memuji TVRI karena tahu apa yang sesungguhnya dibutuhkan khalayak. Mereka memuji TVRI karena tayangannya tak lagi membosankan dan monoton.
Bulan-bulan berlalu, tayangan sepak bola masih rutin disiarkan TVRI, dan umat masih bergembira. Namun, belakangan, orang-orang yang mengatasnamakan diri sebagai Dewan Pengawas (Dewas) TVRI, tiba-tiba memberhentikan Helmy Yahya dari jabatan Direktur Utama (Dirut) TVRI. Helmy Yahya adalah Dirut TVRI periode 2017-2022. Di tangannya, TVRI mengalami sejumlah perubahan yang mengarah pada kebaikan. Mulai dari perubahan logo, mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK, hingga perubahan tayangan yang terasa lebih segar dan diminati masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kehadiran Helmy juga disambut gembira oleh para karyawan TVRI. Tak ayal, ketika kabar pemecatan Helmy meruak, para karyawan TVRI pun geram. Ribuan karyawan TVRI bahkan melayangkan mosi tak percaya kepada Dewas TVRI. Dari titik ini saja kita tahu, Helmy dicintai dan dielu-elukan oleh banyak orang; oleh masyarakat yang bersyukur memperoleh suguhan tayangan menarik dari TVRI—sesuatu yang jarang ada—dan para pegawai TVRI itu sendiri.
Sungguh menjadi pertanyaan besar tatkala Dewas dengan semena-mena memecat Helmy Yahya. Apalagi dengan alasan absurd semacam ini: “Kami bukan (stasiun televisi) swasta, jadi yang paling utama adalah edukasi, jati diri, media pemersatu bangsa, prioritas programnya juga seperti itu. Realisasinya sekarang kita nonton Liga Inggris.”
Itu adalah pernyataan Arief Hidayat, Ketua Dewas TVRI. Ia juga menyayangkan kehadiran tayangan Discovery Channel di TVRI hanya karena itu produk asing.
ADVERTISEMENT
Pernyataan-pernyataan di atas adalah pernyataan yang membuat saya penasaran: Apa sebetulnya makna tayangan yang sesuai jati diri bangsa? Apakah kabar pagi yang melulu tentang suap dan korupsi? Sinetron-sinetron azab yang di luar nalar? Tayangan-tayangan picisan yang sama sekali tak bermutu? Atau segambreng tontonan tentang dangdut dan lawakan yang kerap kali kebablasan?
Lagipula, apakah hanya karena tayangan Liga Inggris dan Discovery Channel merupakan produk luar negeri, lantas tak ada manfaatnya? Tentu itu keyakinan yang naïf sekali. Menonton Liga Inggris itu banyak manfaatnya, lho. Dengan menyaksikan Liga Inggris, kita bisa mempelajari cara bermain sepak bola yang indah dan penuh taktik hebat. Lapangannya yang hijau-segar juga bagus untuk kesehatan mata.
Tentu sangat kontras dengan tayangan sepak bola dalam negeri yang lebih sering membuat kita pilu. Banyaknya kericuhan antarpendukung, kerusuhan di dalam lapangan, dan kualitas permainan yang menyedihkan adalah di antara sebabnya.
ADVERTISEMENT
Tayangan Discovery Channel juga memberikan kita manfaat nyata. Kita bisa mendapat wawasan dan pengetahuan soal alam semesta. Adapun soal tidak sesuai dengan jati diri bangsa dan tetek bengek semacamnya, tentu itu relatif belaka.
Betul memang kita perlu mengedepankan tayangan-tayangan dalam negeri yang edukatif dan menjadi pemersatu bangsa. Namun, bukan lantas tayangan-tayangan asing menjadi keliru dan haram hukumnya. Sekalipun itu di TVRI. Lagipula, membuat tayangan berkualitas itu tidak gampang. Jadi, ketimbang langsung memecat secara sepihak pemimpin yang sudah berusaha menyuguhkan tayangan yang berkualitas, ada baiknya Dewas bicara baik-baik dan mengobrolkan perbaikan bersama untuk TVRI ke depannya.
Itu kalau Dewas punya niat baik dan tak ada tendensi-tendensi tertentu. Adapun kalau ada udang di balik batu, tentu sulit kita mengharapkan kemajuan dan perkembangan dari pihak yang niatnya sudah kurang baik sejak awal.
ADVERTISEMENT
Hal lain lagi yang mesti diperhatikan adalah keterjangkaun pemirsa. Percuma menghadirkan tayangan-tayangan yang konon “sesuai jati diri bangsa”, tapi pemirsanya nihil atau hanya sedikit. Dan sebaliknya, tidak ada salahnya menyajikan siaran semacam Liga Inggris dan Discovery Channel, jika dengan itu TVRI menjadi punya lebih banyak pemirsa dan popularitasnya menanjak. Lagipula, tayangan-tayangan itu tidak pernah mengajarkan kita untuk korupsi atau berebut jabatan, kok.
Dewas TVRI ini aneh. Atau jangan-jangan, betul apa yang dikatakan seorang netizen, bahwa Ketua Dewas TVRI menyebut Liga Inggris tidak sesuai jati diri bangsa, karena Pak Dewas adalah seorang fans Emyu—tim Liga Inggris yang kalah melulu?
Kalau begitu mah, Pak, salahin Ole Gunnar Solksjaer—pelatih Manchester United— jangan salahin Helmy Yahya.
ADVERTISEMENT