Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mencuatnya Akulturasi Budaya dan Bahasa Indonesia: Dampak Fenomena Globalisasi
25 Oktober 2024 14:03 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Erwina Adelina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Globalisasi merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari lagi di era modern ini. Dampak dari globalisasi bukan hanya pada sektor ekonomi dan politik, tetapi juga mempengaruhi budaya dan bahasa yang menjadi identitas sebuah bangsa. Indonesia memiliki kekayaan budaya dan bahasa yang sangat beragam, namun hal ini tidak luput dari pengaruh akulturasi budaya pada era globalisasi. Akulturasi budaya—proses percampuran dan penyatuan unsur-unsur budaya dari berbagai latar belakang—menjadi semakin kuat dalam masyarakat Indonesia akibat globalisasi. Dalam konteks ini, bahasa Indonesia juga mengalami dinamika yang signifikan sebagai bagian dari identitas bangsa yang terus berkembang.
ADVERTISEMENT
Globalisasi dan Akulturasi Budaya
Globalisasi menghasilkan akses mobilitas yang lebih cepat dan mudah dari satu negara ke negara lain, baik dalam hal manusia, barang, maupun informasi. Teknologi digital dan internet semakin mempercepat penyebaran ide, nilai, dan budaya dari satu belahan dunia ke belahan lainnya. Akibatnya, banyak budaya asing yang diadopsi oleh masyarakat Indonesia, baik secara sadar maupun tidak. Mulai dari gaya hidup, seni, kuliner, hingga mode pakaian, unsur-unsur budaya asing mulai menyusup ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Akulturasi ini tidak selalu dianggap negatif, karena pada dasarnya setiap budaya berkembang melalui interaksi dan pertukaran. Namun, yang menjadi tantangan adalah bagaimana masyarakat bisa menjaga dan melestarikan identitas asli Indonesia di tengah arus budaya asing yang begitu kuat. Banyak aspek budaya lokal yang terancam hilang atau tersisih akibat budaya global yang cenderung lebih dominan.
ADVERTISEMENT
Dinamika Bahasa Indonesia dalam Akulturasi
Bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan, juga mengalami perubahan seiring dengan masuknya pengaruh global. Salah satu fenomena yang jelas terlihat adalah Bahasa "Jaksel" (Jakarta Selatan), sebuah gaya berbahasa yang sering kali mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Fenomena ini sangat lazim di kalangan anak muda perkotaan yang terbiasa berinteraksi dalam konteks global. Kalimat seperti "I'm on my way, nanti kita discuss ya" atau "Sorry, aku lagi hectic banget minggu ini" menjadi contoh penggunaan bahasa yang bercampur.
Fenomena lain adalah penggunaan bahasa oleh Generasi Alpha, yang juga banyak menyerap istilah dari bahasa Inggris, terutama di lingkungan digital. Istilah seperti "sigma," "negative aura," "rizz," atau "fanum tax" sering digunakan oleh generasi muda ini dalam percakapan sehari-hari. Bahasa mereka berkembang di dunia yang sangat terhubung secara digital, di mana bahasa Inggris mendominasi di platform media sosial, game, dan konten hiburan.
ADVERTISEMENT
Fenomena bahasa ini memperkaya kosakata bahasa Indonesia, tetapi di sisi lain juga menimbulkan kekhawatiran tentang semakin berkurangnya penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Banyak istilah asing yang sering kali digunakan tanpa adanya upaya adaptasi atau padanan kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia. Fenomena ini disebut "bahasa hybrid" atau "campuran bahasa," di mana pengguna bahasa seringkali mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing dalam satu kalimat atau percakapan.
Tantangan dan Peluang dalam Mempertahankan Identitas Bahasa
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh bahasa Indonesia adalah bagaimana menjaga kemurniannya di tengah derasnya pengaruh bahasa asing. Pemerintah melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah berupaya menciptakan padanan kata yang lebih sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, meskipun upaya ini sering kali tidak diikuti oleh masyarakat luas. Penggunaan bahasa asing, terutama di sektor-sektor seperti teknologi, bisnis, dan hiburan, sering kali dianggap lebih modern dan efisien, sehingga padanan kata dalam bahasa Indonesia kurang diminati.
ADVERTISEMENT
Namun, fenomena akulturasi bahasa ini juga membuka peluang bagi perkembangan bahasa Indonesia menjadi lebih dinamis dan adaptif. Dengan masuknya pengaruh asing, bahasa Indonesia dapat terus berkembang dan beradaptasi sesuai dengan kebutuhan zaman, tanpa kehilangan jati dirinya sebagai bahasa persatuan. Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk tetap menjaga kebanggaan berbahasa Indonesia, sambil terus mempelajari bahasa asing untuk mendukung kemajuan di era globalisasi.
Bahasa Generasi Alpha: Istilah-Istilah Populer
Generasi Alpha tumbuh dalam lingkungan digital dan banyak terpapar konten berbahasa Inggris. Hal ini menyebabkan munculnya beberapa istilah baru yang sering digunakan, seperti:
"Sigma": menggambarkan tipe orang yang mandiri, tidak tergantung pada orang lain, dan memiliki sifat pemimpin.
"Negative Aura": merujuk pada suasana atau energi yang tidak menyenangkan yang dikeluarkan oleh seseorang atau suatu tempat. Istilah ini sering digunakan dalam konteks pembicaraan tentang perasaan atau kesan yang ditimbulkan oleh orang lain.
ADVERTISEMENT
"Rizz": berasal dari kata "charisma." Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kemampuan seseorang dalam menarik perhatian atau daya tarik mereka, terutama dalam konteks romansa atau flirtasi.
"Fanum Tax": merujuk pada situasi di mana seseorang mengalami kerugian atau kehilangan akibat tindakan orang lain yang mengambil sesuatu dari mereka. Istilah ini mencerminkan dinamika sosial di mana individu merasa "dikenakan pajak" secara sosial, sering kali disebabkan oleh perilaku orang-orang di sekitar mereka yang merugikan. Konsep ini bisa berlaku dalam berbagai konteks, termasuk hubungan antar teman, keluarga, dan interaksi sosial lainnya, di mana keuntungan satu pihak dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak lain.
Penggunaan istilah-istilah ini di kalangan Generasi Alpha menggambarkan betapa terhubungnya Generasi Alpha dengan tren internet dan media sosial, di mana bahasa mereka cepat beradaptasi dengan perubahan tren budaya populer dan pengaruh bahasa global, terutama bahasa Inggris, dalam interaksi sosial mereka. Meski memperkaya bahasa percakapan, penting untuk mengedukasi tentang penggunaan bahasa yang tepat, sehingga identitas bahasa Indonesia tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Upaya Pelestarian Budaya dan Bahasa di Tengah Globalisasi
Meskipun akulturasi budaya dan bahasa merupakan hal yang tidak bisa dihindari, upaya untuk melestarikan budaya lokal dan memperkuat penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar harus tetap menjadi prioritas. Pendidikan bahasa sejak dini, baik di sekolah maupun dalam keluarga, merupakan salah satu kunci untuk menjaga keberlangsungan bahasa Indonesia. Kampanye cinta bahasa dan budaya lokal, baik melalui media massa maupun media sosial, juga dapat memperkuat kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan warisan budaya.
Di sisi lain, pengaruh global juga bisa dimanfaatkan sebagai media untuk memperkenalkan budaya dan bahasa Indonesia ke dunia internasional. Dengan semakin tingginya akses terhadap informasi global, Indonesia memiliki kesempatan untuk mempromosikan kekayaan budaya lokal, seperti seni, tradisi, dan bahasa, ke panggung internasional. Diplomasi budaya dan pendidikan bahasa Indonesia bagi penutur asing bisa menjadi salah satu cara efektif untuk mengimbangi derasnya arus budaya asing yang masuk ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Globalisasi telah membawa pengaruh besar terhadap akulturasi budaya dan bahasa di Indonesia. Akulturasi ini tidak hanya menghadirkan tantangan dalam hal pelestarian budaya dan bahasa, tetapi juga membuka peluang bagi Indonesia untuk terus berkembang di era global. Bahasa Indonesia, sebagai identitas bangsa, harus terus dijaga dan dikembangkan agar tetap relevan di tengah arus globalisasi. Melalui pendidikan, kampanye kesadaran, serta diplomasi budaya, Indonesia dapat mempertahankan kekayaan budayanya sekaligus berperan aktif dalam dinamika global.
Globalisasi mungkin mengubah banyak hal, tetapi dengan sikap yang bijak, kita dapat menjadikannya sebagai sarana untuk memperkuat identitas nasional.