Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sanitasi Aman: Cegah Air Terkontaminasi agar Layak Dikonsumsi
6 Oktober 2024 8:56 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ester Waruwu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu berpikir di mana akhir dari perjalanan air limbah domestik dan saluran septic tank? Apakah air yang kamu konsumsi dan pergunakan sehari-hari benar-benar terbebas dari zat berbahaya?
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan satu dari 193 negara yang turut berkomitmen dalam Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals (SDGs)). Untuk mencapai agenda global tersebut, Indonesia harus berhadapan dengan 17 tujuan (goals) dan 169 sasaran (targets) yang telah ditetapkan. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi negara Indonesia adalah sektor sanitasi, terkhusus dalam subsektor air limbah domestik sebab sampai saat ini pemerintah Indonesia baru mampu menyediakan akses sanitasi aman bagi 29 juta jiwa (10,16%) dari total populasi sebesar 270 juta jiwa. (UNICEF Indonesia, 2024)
Faktanya, pengolahan air limbah nonkakus (greywater) pada rumah atau bangunan yang menerapkan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S) masih sangat minim. Limbah nonkakus yang berasal dari dapur dan kamar mandi biasanya langsung dialirkan ke saluran drainase tanpa melalui proses pengolahan dahulu. Dalam kurun waktu yang panjang, air limbah nonkakus yang tidak diolah dapat berdampak negatif pada kualitas sumber air baku untuk air minum sebab berpotensi mencemari dan menurunkan mutu air permukaan, terutama di danau dan sungai.
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan hal itu, diperkirakan sekitar 25 juta orang di Indonesia tidak memiliki akses ke toilet. Mereka sembarang buang air besar di area terbuka seperti di ladang, semak, hutan, parit, jalan, dan sungai. Selain itu, kurang dari 8 persen rumah tangga di Indonesia yang memiliki toilet dengan sambungan tangki septik yang tertutup dan yang melakukan pembersihan rutin/disedot setidaknya sekali dalam lima tahun. Akibatnya, tercemarlah lingkungan dan sumber air di sekitarnya sebab limbah tinja tidak terkelola dengan baik.
Pada tahun 2022, warga Indonesia dihebohkan dengan pernyataan UNICEF mengenai kelayakan air minum di Indonesia. UNICEF menyatakan bahwa hampir 70 persen dari 20.000 sumber air minum dalam lingkup rumah tangga di Indonesia telah tercemar oleh tinja. Tentunya hal ini membuat masyarakat cemas terhadap kesehatannya dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa dasar hukum bahwa negara menjamin kesehatan masyarakat dan hak rakyat atas akses air minum dan sanitasi aman?
Pasal 6 UU Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air berbunyi, “Negara menjamin hak rakyat atas Air guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya, dan terjangkau.”
Selanjutnya di Pasal 24 dalam UU yang sama dijelaskan tentang Konservasi Sumber Daya Air khususnya di ayat (4) bahwa pelindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan Sumber Air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam dan yang disebabkan oleh tindakan manusia. Salah satu langkah yang diambil adalah pengaturan prasarana dan sarana sanitasi.
ADVERTISEMENT
Pasal 9 UU Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan berbunyi, “Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan yang sehat bagi masyarakat.”
Pasal 10 UU Kesehatan
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan Sumber Daya Kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat.
(2) Untuk menjamin ketersediaan Sumber Daya Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan insentif fiskal dan/atau insentif nonfiskal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang menjadi persoalan besar dalam pembangunan sanitasi adalah pendanaan. Pemerintah pusat maupun daerah perlu meningkatkan alokasi APBN dan APBD untuk penyediaan infrastruktur serta menetapkan mekanisme insentif dan disinsentif. Dengan alokasi APBN dan APBN yang memadai, pencapaian target akses terhadap air minum dan sanitasi aman dapat dipercepat.
ADVERTISEMENT
Pasal 14 UU Kesehatan
berbunyi, "Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan."
Dalam Pasal 18 ayat (2) UU Kesehatan, Upaya Kesehatan masyarakat merupakan Upaya Kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif yang berdampak pada masyarakat.
Dimuat pula dalam bagian Penjelasan bahwa yang dimaksud dengan “Upaya Kesehatan masyarakat yang bersifat preventif” adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah Kesehatan/penyakit untuk menghindari atau mengurangi risiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit. Upaya Kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dilakukan melalui pemantauan status dan permasalahan Kesehatan masyarakat, penanggulangan permasalahan yang ditemukan, serta pengendalian Kesehatan lingkungan, termasuk pencegahan pencemaran lingkungan.
Akses air minum dan sanitasi aman hanya akan dapat diperoleh bila masyarakat sadar bahwa layanan sanitasi yang baik dan berkelanjutan adalah suatu kebutuhan sehingga dengan sukarela ia akan berpartisipasi dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Hal ini tidak terbatas di lingkup rumah tangga saja, tetapi juga di tengah fasilitas umum seperti terminal, kawasan usaha, jalan raya, rumah sakit, dan pasar. Munculnya wirausaha di bidang sanitasi, kesediaan masyarakat memperbaiki sarana sanitasi dan melakukan penyedotan secara berkala, keterlibatan sektor swasta melalui corporate social responsibility (CSR) dalam program sanitasi di daerah merupakan beberapa contoh partisipasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan:
Begitu pentingnya akses air minum dan sanitasi aman bagi kehidupan manusia sehingga tanggung jawab untuk mencegah dan/atau menanggulangi permasalahan di bidang sanitasi tidak dapat dititikberatkan hanya pada satu pihak yaitu Pemerintah. Keterlibatan masyarakat dan sektor swasta diharapkan dapat membantu mempercepat proses pembangunan sanitasi yang berkelanjutan.
Referensi:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan
3. UNICEF Indonesia. “Air, Sanitasi, dan Kebersihan (WASH)”.
4. UNICEF Indonesia. “Indonesia: Hampir 70 persen sumber air minum rumah tangga tercemar limbah tinja”.
5. UNICEF Indonesia. “Rencana Teknokratik Peta Jalan Sanitasi Aman”.
6. Badan Standardisasi Nasional. “Sanitasi Air, Kebutuhan Vital yang Fatal jika Diabaikan”.
ADVERTISEMENT