White-Rot Fungi, Jamur yang Mampu Mendegradasi Warna Limbah Tekstil

esti baina
Pranata Humas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Konten dari Pengguna
3 Februari 2021 16:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari esti baina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi jamur Foto: id.wikipedia.org
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jamur Foto: id.wikipedia.org
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan tren berbusana makin diminati oleh masyarakat. Keadaan ini mendorong tumbuhnya sektor industri tekstil di Indonesia. Dampak positif pun dirasakan oleh produsen seiring dengan tumbuhnya perekonomian. Di sisi lain peningkatan jumlah industri tekstil di Indonesia ternyata menimbulkan permasalahan tersendiri terutama bagi kelestarian lingkungan.
ADVERTISEMENT

Sungai sebagai sumber kehidupan manusia

Sejak zaman dahulu masyarakat banyak yang menggantungkan kehidupannya pada sungai. Terbukti dengan banyaknya ditemukan fosil manusia purba di sepanjang aliran sungai di pulau Jawa. Berbagai aktivitas manusia sangat tergantung pada sungai misalnya pemenuhan kebutuhan akan pangan, mandi, cuci, irigasi, sumber mata pencarian dan juga alat transportasi.
Sungai yang bersih dan sehat tentu akan mendatangkan banyak manfaat terhadap manusia yang bermukim di sekitarnya. Ekosistem yang berada di dalam sungai yang sehat akan bertumbuh dengan sempurna. Ikan misalnya, jika berada pada sungai yang sehat tentu saja dapat berkembang biak dengan maksimal. Kondisi ini akan mendatangkan kemakmuran kepada masyarakat yang ada di sekitarnya.

Pencemaran oleh limbah cair tekstil

Menurut Dede Heri Yuli Yanto yang merupakan salah seorang peneliti dari Pusat Penelitian Biomaterial LIPI, hampir 200 ribu ton pewarna dari limbah tekstil terbuang ke lingkungan setiap tahunnya. Pewarna yang terbuang ke sungai berasal dari cucian produk tekstil. Diketahui sekitar 20% dari pewarna yang digunakan pada industri tekstil akan ikut terlarut bersama cucian produk tekstil.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang menganggap bahwa permasalahan limbah dari industri tekstil merupakan konsekuensi logis akibat pertumbuhan industri. Tentu saja pemikiran seperti ini tidak akan menjadi masalah, jika jumlah air layak pakai yang tersedia untuk menyokong kehidupan manusia berada dalam jumlah yang tak terbatas. Namun kenyataan yang ada tidaklah demikian karena jumlah air layak pakai ternyata semakin terbatas.
Belakangan sering kita menyaksikan terjadinya berbagai perubahan warna pada air sungai yang berada di sekitar lokasi industri tekstil. Perubahan warna yang terjadi kerap dibarengi oleh bau yang menyengat. Meningkatnya kebutuhan manusia akan air bersih menjadikan pencemaran tersebut sebagai persoalan yang semakin serius dan memerlukan penanganan yang cepat dan tepat.

Penanganan limbah tekstil dengan teknologi konvensional

Selama ini para pelaku industri tekstil menggunakan beberapa teknologi untuk menetralisir limbah tekstil yang akan dibuang ke sungai. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membuat bak-bak penampungan limbah. Air cucian tekstil akan dialirkan ke dalam bak-bak penampungan dan dibiarkan sampai terbentuk endapan.
ADVERTISEMENT
Penggunaan bak-bak penampung limbah ternyata hanya dapat mengurangi lumpur dan limbah padat yang terikut bersama air cucian. Menurut Dede teknologi konvensional ini diketahui belum dapat mengubah warna air pada limbah tekstil. Air cucian tekstil yang dibuang ke sungai masih berwarna dan berbau sehingga menjadi masalah bagi lingkungan.

White-rot fungi (wrf) powder, solusi limbah tekstil

Sejak tahun 2014 Pusat Penelitian Biomaterial LIPI bersama Jepang, malaysia dan Chulalongkorn University Thailand melakukan penelitian bersama yang berfokus pada pencarian kandidat jamur yang mampu mendegradasi pewarna pada limbah tekstil. Menurut Dede, hal ini didasari dari permasalahan limbah yang timbul di beberapa kota yang merupakan sentra batik dan industri tekstil.
Beberapa kriteria telah ditetapkan dalam mencari kandidat jamur yang memiliki keunggulan dalam mengatasi limbah warna pada tekstil. Dari perjalanan penelitian yang dilakukan didapatkan jamur wrf terseleksi yang mampu menghasilkan enzim lakase dalam jumlah yang sangat tinggi. Enzim lakase inilah yang akan mengatasi masalah pewarna pada limbah tekstil.
ADVERTISEMENT
Beberapa penelitian yang telah dilakukan pada limbah tekstil menggunakan jamur wrf menunjukkan bahwa jamur ini mampu mendegradasi limbah tekstil atau limbah batik yang dihasilkan oleh industri tekstil. Hal ini disebabkan karena jamur wrf mampu mendegradasi komponen lignin dengan menggunakan ligninolytic enzim yaitu manganese peroxidase, lignin peroxidase dan lakase.
Tahapan yang dilakukan adalah sampling jamur wrf dari alam dan pengukuran kadar lakase dilaboratorium. Produksi enzim akan dilakukan pada jamur wrf yang memiliki kadar lakase tinggi. Biasanya dalam jangka waktu satu bulan akan didapat enzim powder yang dapat diaplikasikan secara langsung pada limbah tekstil.
Menurut Dede sampai saat ini hasil yang didapat cukup menggembirakan karena dengan menggunakan enzim powder hanya membutuhkan waktu 1 sampai 7 jam untuk mendegradasi warna pada limbah tekstil. Namun, jika menggunakan jamur wrf secara langsung maka dibutuhkan waktu yang lebih lama yaitu mencapai 3 hari.
ADVERTISEMENT