Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Efek Pygmalion di Pertemanan: Apa Jadinya Kalau Mereka Selalu Percaya Kamu Bisa?
28 Juli 2024 10:20 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sahda Huwaidah Estiningtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Awalnya, saya tidak terlalu memikirkan seberapa besar dampak lingkungan pertemanan di sekitar saya. Saya menganggap bahwa selama mereka baik dan mendukung, itu sudah cukup. Namun, setelah salah satu teman pena saya mengirimi sebuah reel: "Show Me Your Friends and I'll Show You Your Future" tentang Efek Pygmalion, saya mulai menyadari betapa pentingnya memiliki teman-teman yang benar-benar percaya pada potensi saya.
ADVERTISEMENT
Jadi, apa hubungannya efek Pygmalion dengan circle pertemanan kita?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali tidak menyadari betapa lingkungan sosial bisa memengaruhi mindset dan pandangan kita terhadap diri sendiri. Salah satu fenomena yang menarik dalam psikologi adalah konsep "learned helplessness" atau ketidakmampuan yang dipelajari. Konsep ini dikenalkan oleh seorang psikolog Amerika bernama Martin Seligman pada tahun 1960-an. Konsep ini menjelaskan bahwa ketika seseorang merasa tidak bisa mengendalikan situasi dan terus-menerus gagal, mereka cenderung merasa tidak berdaya dan putus asa. Kondisi ini membuat mereka percaya bahwa usaha yang dilakukan tidak akan menghasilkan perubahan apapun, sehingga mereka berhenti mencoba.
Namun, sebaliknya, ketika kita dikelilingi oleh teman-teman yang memiliki keyakinan kuat terhadap kemampuan kita, hal ini bisa memberikan dorongan yang berbeda. Lingkungan yang positif dan mendukung dapat mematahkan siklus "learned helplessness" dengan memberikan harapan baru. Efek ini disebut dengan pygmalion effect.
ADVERTISEMENT
Pygmalion effect memiliki akar dalam mitologi Yunani, yang menceritakan tentang seorang pemahat bernama Pygmalion. Pygmalion menciptakan sebuah patung wanita yang sangat indah dan jatuh cinta padanya. Ia berdoa kepada Dewi Aphrodite untuk menghidupkan patung tersebut, dan doanya dikabulkan. Patung tersebut menjadi seorang wanita bernama Galatea. Dari cerita inilah, pygmalion effect diambil, merujuk pada fenomena di mana keyakinan seseorang dapat memengaruhi realitas.
Dalam ranah psikologi, istilah "Pygmalion Effect" pertama kali dikenalkan oleh Robert Rosenthal dan Lenore Jacobson pada tahun 1968 melalui penelitian yang menunjukkan bahwa harapan guru terhadap siswa dapat memengaruhi kinerja siswa tersebut. Dalam penelitian ini, siswa yang gurunya memiliki harapan tinggi terhadap mereka menunjukkan peningkatan prestasi yang signifikan dibandingkan dengan siswa lain. Temuan ini mengungkapkan betapa kuatnya pengaruh ekspektasi yang tinggi dan kepercayaan seseorang terhadap kemampuan orang lain dalam membentuk pencapaian. pygmalion effect menunjukkan bahwa harapan dan keyakinan yang tinggi dari orang lain dapat memicu peningkatan kinerja dan pencapaian.
ADVERTISEMENT
Dalam circle pertemanan, pygmalion effect menggambarkan betapa pentingnya harapan positif dan dukungan dari teman-teman. Saat mereka percaya kita bisa sukses dan terus menyemangati, kita jadi lebih termotivasi untuk berusaha keras dan mencapai tujuan. Seperti dalam kisah seorang pemahat bernama Pygmalion, kepercayaan orang lain dapat mendorong kita untuk bertindak, berusaha, dan bersikap positif. Ini membuat impian yang kita miliki bisa menjadi nyata dan usaha kita mencapai hasil terbaik. Dengan kata lain, keyakinan positif dari teman-teman dapat memotivasi kita untuk melakukan yang terbaik dan menghadapi tantangan dengan lebih percaya diri.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa ekspektasi tinggi harus disertai dengan dukungan yang realistis dan empati. Tekanan yang terlalu besar tanpa support system dapat mengakibatkan stres dan kelelahan. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai dan termotivasi untuk mencapai potensi terbaik mereka. Meskipun adanya ekspektasi tinggi bisa menambah tekanan, namun lingkungan sosial yang positif dapat menjadi kunci penting dalam pencapaian pribadi.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa jadinya kalau teman-temanmu selalu percaya kamu bisa?
Kalau teman-temanmu selalu percaya bahwa kamu bisa, mereka dapat menjadi sumber motivasi dan dorongan yang tak ternilai. Keyakinan positif mereka terhadap kemampuanmu bisa membuatmu merasa lebih percaya diri dan berani mengambil langkah-langkah dan risiko yang sebelumnya enggan kamu ambil. Hal ini juga dapat mendorongmu untuk bekerja lebih keras dan berusaha mencapai standar yang tinggi, karena kamu tahu ada orang-orang yang mendukung dan berharap yang terbaik untukmu. Selain itu, dukungan ini membantu mengurangi perasaan stres atau takut gagal, karena kamu tahu bahwa teman-temanmu akan tetap mendukung, apa pun hasilnya. Singkatnya, memiliki teman-teman yang percaya padamu bisa menjadi pendorong besar untuk kesuksesan dan pengembangan diri, membantu kamu tumbuh menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri.
ADVERTISEMENT
Referensi: