Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Fenomena Fatherless: Hilangnya Peran Ayah dan Dampaknya terhadap Anak
23 Mei 2023 9:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Diandra Khairunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di antara banyaknya topik permasalahan di dunia, masalah mengenai peran orang tua merupakan salah satu topik yang akhir-akhir ini tengah memicu perhatian masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan peran dalam pengasuhan orang tua terhadap anak, khususnya ketidakhadiran peran ayah, berpengaruh besar dalam tumbuh kembang sang anak. Hilangnya peran ayah inilah yang seringkali disebut sebagai fenomena fatherless.
Dalam seminar "Peran Ayah dalam Proses Menurunkan Tingkat Fatherless Country Nomor 3 Terbanyak Di Dunia" yang diadakan oleh Universitas Negeri Semarang (UNS), Indonesia kini menempati peringkat ketiga sebagai negara fatherless di dunia. Lantas, mengapa hal ini dapat terjadi?
Menurut Darcy Smith pada 2011, fenomena fatherless dapat disebabkan oleh perceraian atau permasalahan dalam pernikahan orang tua.
Tidak hanya itu, Siti Maryam Munjiat, pada jurnalnya yang berjudul "Pengaruh Fatherless Terhadap Karakter Anak dalam Perspektif Islam", juga menyatakan bahwa budaya turun temurun yang menarasikan laki-laki tidak perlu mencampuri urusan pengasuhan anak merupakan alasan dibalik fenomena fatherless ini.
ADVERTISEMENT
Dalam budaya tersebut, sosok ayah berperan dalam memenuhi kebutuhan material yang semakin lama kian bertambah sehingga berakibat pada minimnya waktu serta kurangnya kualitas interaksi yang terjadi antara ayah dan anak, sementara seorang anak tetap membutuhkan kehadiran sosok ayah dalam proses pertumbuhannya. Ketiadaan peran ayah dapat memberikan dampak yang negatif dalam pertumbuhan fisik maupun psikis anak.
Dalam jurnal "Fatherless in indonesia and its impact on children’s psychological development", Yulinda Ashari mengutip pernyataan Lerner bahwa ketidakhadiran sosok ayah dapat berdampak pada rendahnya harga diri saat beranjak dewasa, perasaan marah, dan malu karena tidak dapat merasakan momen kebersamaan dengan ayah seperti anak lainnya.
Terdapat pula beberapa penelitian lain yang menemukan dampak negatif pada seorang anak yang mengalami fenomena fatherless. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kandel, dkk. pada 1994.
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa fatherless dapat berdampak pada kesehatan mental anak, seperti gangguan kecemasan dan depresi, hingga menjadi pasien dengan sakit kejiwaan di rumah sakit.
Selain itu, mereka juga dapat terlibat dalam aktivitas seksual dini, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, gangguan mood, dan ikut terlibat dalam kenakalan serius serta tindakan kriminal.
Pada kesimpulannya, fenomena fatherless memiliki dampak negatif yang serius terhadap perkembangan anak. Tidak hanya ibu, sosok ayah juga diperlukan dalam proses perkembangan anak.
Pola berpikir yang dipengaruhi oleh budaya lama mengenai peran ayah dalam pengasuhan anak harus dihapuskan. Selain memenuhi kebutuhan material, seorang ayah juga berperan menjadi role model sang anak dalam menerima informasi dari luar.
Dengan kehadiran sosok kedua orang tua, serta usaha dalam memaksimalkan kualitas interaksi, seorang anak dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal. Hal ini juga dapat meminimalisir kemungkinan hal-hal negatif yang akan dilakukan anak ketika beranjak dewasa nanti.
ADVERTISEMENT