Penggunaan Bahasa Alay di Era Modern

Eti Rahmawati
Mahasiswa di Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
19 Oktober 2021 16:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eti Rahmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan teknologi yang semakin pesat di Era Modern mengharuskan setiap orang menggunakan teknologi tersebut dalam kehidupan sehari-hari seperti berinteraksi di media sosial. Dengan adanya media sosial yang sekarang semakin canggih, memudahkan seseorang untuk berkreasi, menyampaikan ide, mengungkapkan perasaan melalui komunikasi. Ketika kita berkomunikasi tentu saja tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Bahasa merupakan kata-kata yang memiliki makna. Bahasa digunakan untuk menyampaikan pikiran, keinginan, perasaan, maksud serta tujuan kepada orang lain.
https://pixabay.com/id/photos/rakyat-cewek-cewek-wanita-siswa-2557396/
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, bahasa yang digunakan khususnya anak remaja di media sosial semakin beragam dan mengalami perubahan seperti terciptanya "bahasa alay". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), alay berarti anak layangan atau gaya hidup yang berlebihan untuk menarik perhatian. Bahasa alay tidak jauh berbeda dengan bahasa gaul, namun anak zaman sekarang menyebutnya bahasa gaul. Bahasa alay merupakan cara pengungkapan kata-kata secara berlebihan dengan mengubah beberapa huruf pada sebuah kata, sehingga hanya bisa dimengerti bagi mereka yang mengerti. Penggunaan bahasa alay tersebut terlihat memenuhi pesan singkat dan kolom komentar pada media sosial di Era Modern saat ini.
Sumber : dokumen pribadidid
Berikut beberapa contoh bahasa alay sebagai bahan komunikasi di Era Modern saat ini.
ADVERTISEMENT
"Gemoy" berasal dari kata gemas, artinya lucu atau imut.
"Iyup" artinya iya.
"Santuy" berasal dari kata santai.
"Gelay" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata gelay yaitu perasaan seperti ketika dikitik-kitik atau digelitik. Namun kata "gelay" disini menunjukkan arti "tidak suka" seperti yang dimaksud Nissa Sabyan Gambus dalam video yang belakangan lalu ramai di media sosial.
"Mengsedih" berasal dari kata sedih.
Bukan hanya "mengsedih" saja, contoh lain seperti "mengcapek", "mengcantik", "menglelah", "mengsayang" dan sebagainya. Hal tersebut cukup menarik perhatian anak remaja untuk menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menambahkan imbuhan "Meng" pada kata tersebut, maka makna yang terucap atau tertulis terkesan lebih dalam. Asyik memang, tetapi tanpa kita sadari hal tersebut telah mengubah penggunaan imbuhan yang seharusnya. Imbuhan "Meng" tidak mengalami perubahan apabila diikuti dengan kata dasar yang berawalan huruf vokal yaitu (a,i,u,e,o) atau huruf konsonan seperti (g,h,). Contohnya mengiris, menggantung, menghilang.
ADVERTISEMENT
Penggunaan bahasa alay di Era Modern saat ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap keutuhan bahasa. Kita boleh saja menggunakan bahasa gaul, tetapi tidak boleh melupakan keutuhan bahasa yang sebenarnya. Kita sebagai generasi penerus bangsa tentunya berperan penting dalam mempertahankan keutuhan bangsa salah satunya keutuhan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.