Bernyanyi dari Hati, Berkawan dengan Melodi

Eugenia Stefani
Mahasiswa Semester 1 Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara
Konten dari Pengguna
28 November 2022 18:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eugenia Stefani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumen Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Penulis
ADVERTISEMENT
“Kalau aku enggak boleh ikut (lomba paduan suara), lebih baik aku enggak usah ujian,” ujar seorang anak perempuan menjelang momen ujian nasional sekolah dasar dengan wajah kesal, lima tahun lalu. Emerentia Giovani Eleta, nama yang diberikan orang tuanya bagi anak perempuan kelahiran 2006 asal Surabaya itu.
ADVERTISEMENT
Baginya musik bukan hanya hobi, bukan hanya suka, bukan hanya gemar, tetapi juga hidupnya. Berawal dari kesadaran ibunya tentang bakat musik dalam dirinya, dukungan seribu persen dari keluarga menyertai langkahnya hingga saat ini.
Bagi gadis itu, musik menggiringnya menjadi manusia yang lebih baik setiap hari. Bakat musiknya pertama kali tampak saat ibunya membeli sebuah tablet sepuluh tahun lalu. Pada layar hitam perangkat elektronik berukuran 11 inci itu, aplikasi piano digital menjadi saksi pertama terkuaknya bakat musik gadis kecil yang kerap disapa Tia itu.
Minatnya pada musik berawal dari ketertarikannya pada alat musik yang dikenal paling sulit dikuasai di dunia, piano. Berpikir untuk mempersembahkan bakat putrinya pertama-tama untuk Tuhan, orang tua Tia mengirimnya mengikuti kursus organ untuk pelayanan di Gereja. Hampir tiga tahun berkawan dengan lagu-lagu liturgis, gadis kecil itu bosan dan ingin mencoba hal yang baru. Dari organis Gereja, anak perempuan yang kini telah berusia enam belas tahun itu beralih menyentuh piano klasik. Perjalanan panjang ia tempuh, hingga beberapa kali berganti guru.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya pada alat musik dengan tuts berwarna hitam putih, minatnya pada musik merambat ke dunia tarik suara. Kalimat di awal tulisan ini menunjukkan betapa keras kepalanya seorang Tia jika berkaitan dengan musik dan menyanyi.
Lima tahun yang lalu, menjelang masa ujian nasional, anak perempuan yang masih berseragam putih-merah itu berdiri bersama beberapa temannya di hadapan wakil kepala sekolah. Seorang wanita berusia empat puluhan memberikan sebuah informasi yang bagi Tia adalah sesuatu yang menyebalkan.
“Kalian sudah kelas enam, mau ujian, jadi kalian enggak boleh ikut lomba ya,” kata wanita itu.
Kala itu, Tia dan kawan-kawan tak bisa menyanggah. Gadis itu pulang ke rumah dengan hati hancur karena tak diizinkan bergabung dalam kelompok paduan suara sekolah yang akan maju dalam sebuah kontes paduan suara.
ADVERTISEMENT
“Kalau aku enggak boleh ikut (lomba), aku enggak mau ujian.” Begitu katanya saat menjawab ibunya yang berusaha memberi pemahaman.
“Tapi nanti nilaimu jelek,” jawab ibunya. Namun, anak itu masih bersikeras.
Tak ada pilihan lain, ibunya sudah mengatakan akan mendukung seratus bahkan seribu persen minat dan bakat anak itu. Menghadaplah Si Ibu kepada Ibu Wakil Kepala Sekolah tadi. Disampaikannya permintaan anak gadisnya itu. Sang Ibu siap bertanggung jawab jika nilai anaknya tidak memuaskan, asalkan anak itu boleh ikut tampil dengan kelompok paduan suaranya. Berkat pertemuan ibunya dengan pihak sekolah, permintaan Tia diluluskan. Ia dan teman-temannya, yang akan ikut ujian, tetap diperbolehkan mengikuti lomba.
Namun, itu baru permulaan. Memasuki masa sekolah menengah pertama, jadwalnya semakin padat. Hampir setiap hari, gadis itu tidak terlihat di rumahnya saat hari masih terang. Pagi hari, ia keluar dari rumah, berangkat ke sekolahnya ketika matahari masih malu-malu menunjukkan dirinya. Ada kalanya seharian penuh anak itu tidak terlihat di rumah. Ia pulang setelah matahari sudah tenggelam dan langit kota sudah gelap.
ADVERTISEMENT
Hari-harinya menjadi semakin sibuk. Pagi hingga siang hari ia habiskan di ruang kelas. Menjelang sore, kegiatan ekstrakurikuler atau pramuka sudah menunggunya. Tak sampai di situ saja, menjelang terbenamnya mentari, ada saja kegiatannya, entah itu latihan menyanyi untuk paduan suara atau pelayanan di Gereja. Rumah keluarganya seolah hanya menjadi tempat singgah untuk menaruh kepala sebelum ia kembali berputar dengan segala kesibukannya.
Lelah? Pasti ada masanya ia merasakan itu. Namun, kecintaannya pada musiknya tidak membuatnya berhenti. Tia tidak pernah kursus menyanyi, tetapi pemahaman dan pengetahuannya tentang musik tak layak diragukan. Sudah banyak kelompok paduan suara yang menerima sumbangan suara emasnya. Paduan Suara SD Santo Carolus, Panduan Suara Canticum Mariae Virginis di SMP Santa Maria Surabaya, Stella Matutina Choir, Glanz Children Choir, dan Sparkling Singers Junior, keempat kelompok paduan suara yang dijadikan tempat bagi seorang Tia mengasah kemampuan bernyanyinya.
ADVERTISEMENT
Bergabung dengan kelompok-kelompok itu memberikan sejuta pengalaman dan pengetahuan tak ternilai bagi Tia. Menginjakkan kaki di Negeri Gajah Putih untuk kompetisi internasional, konser bersama konduktor ternama, Avip Priatna, dan dilatih oleh guru-guru berilmu tinggi dengan berbagai teknik menyanyi tingkat tinggi menjadi bukti keseriusan gadis berambut panjang dan berkacamata bulat itu dalam dunia musik.
Kini, perjalanannya dalam bermusik harus sedikit tertahan. Pilihan sulit untuk menempuh pendidikan di sebuah sekolah wajib asrama di Muntilan, Jawa Tengah membuat Tia tak leluasa melanjutkan karya-karyanya. Tidak ada piano yang biasanya menjadi lantai dansa bagi jemarinya. Kelompok-kelompok paduan suara di kota kelahirannya, Surabaya, tak lagi bisa ia ikuti. Namun, Tia tetap tidak kehilangan minatnya untuk musik.
ADVERTISEMENT
Terakhir kali, ia bergabung dengan kelompok paduan suara di SMA Van Lith, tempatnya ditempa saat ini. 11 September lalu, Paduan Suara Kartika Bangsa, tempat Tia menyumbangkan suara indahnya saat ini, memenangkan medali emas untuk kategori Mixed Youth Choir dalam 2nd Soegijapranata Choral Festival.
Hingga saat ini, gadis yang kini duduk di kelas dua SMA itu masih tergabung dalam Paduan Suara Kartika Bangsa. Pengalaman dan pengetahuan yang sudah ia dapatkan di luar, kini menjadi bekal baginya yang juga ia bagikan untuk teman-temannya di kelompok paduan suara itu. Minatnya yang besar untuk musik membuatnya tak mengenal kata lelah, meski hampir seluruh waktunya telah terkuras. Bermusik sejak usia dini dan bernyanyi dari hati membuatnya akrab berkawan dengan melodi.
ADVERTISEMENT