Konten dari Pengguna

Pasca-Kebenaran dan Konsekuensi Filosofisnya: Memahami Misinformasi

EUNIKE LAURA BR SIMANJUNTAK
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
1 Mei 2024 9:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari EUNIKE LAURA BR SIMANJUNTAK tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam era informasi digital saat ini yang terus mengalami perkembangan, masyarakat dihadapkan pada tantangan yang semakin sulit dalam memahami dan menavigasi informasi yang sudah tersebar luas. Fenomena misinformasi atau penyebaran informasi yang tidak akurat telah menjadi masalah serius yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan kita, mulai dari kesehatan, politik hingga budaya dan sosial. Dalam konteks ini, konsep pasca-kebenaran muncul sebagai kerangka kerja yang penting untuk memahami bagaimana cara kita berinteraksi dengan informasi dalam masyarakat yang terus mengalami perubahan dan semakin terhubung secara digital.
Ilustrasi informasi. canva.com
Fenomena ini menimbulkan suatu pertanyaan filosofis yang mendalam terkait sifat suatu kebenaran, pengetahuan, moralitas, dan realitas dalam konteks modern yang penuh dengan informasi yang seringkali tidak diverifikasi.
ADVERTISEMENT
Pada artikel ini, kita akan menjelajahi konsep pasca-kebenaran dan konsekuensi filosofinya dalam konteks fenomena misinformasi. Kita akan mencari tahu bagaimana cara pandangan filosofis dapat membantu kita memahami dan menanggapi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dalam menghadapi penyebaran informasi yang salah.
Ilustrasi menerima informasi. canva.com
Dalam Kamus Oxford, pasca-kebenaran dalam hal ini merupakan suatu keadaan di mana fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk suatu opini publik daripada tarikan emosi dan keyakinan pribadi. Pasca-Kebenaran dapat menjawab kebutuhan dasar jiwa manusia, yaitu kebutuhan untuk merasa benar. Kebutuhan itu tidak sulit untuk dipenuhi, sesuatu bisa benar hanya karena disukai atau sebaliknya. Pada akhirnya, hal itu tidak berasal dari mana pun kecuali diri manusia itu sendiri, diri yang selalu mau merasa benar dan tidak mau salah. Dalam hal ini peran media sosial telah memperkuat fenomena pasca-kebenaran dengan penyebaran informasi yang cepat dan luas tanpa melakukan pemeriksaan yang memadai terhadap kebenaran informasi tersebut. Dan juga sangat mudah bagi individu atau kelompok untuk menciptakan dan menyebarkan informasi palsu yang dianggap oleh mereka benar sehingga kebenaran menjadi tercampur dengan fakta-fakta yang tidak akurat.
Ilustrasi misinformasi. canva.com
Setelah memahami mengenai pasca-kebenaran, tentu yang menjadi masalah intinya adalah informasi. Misinformasi dapat dipahami sebagai penyebaran informasi yang salah, tidak akurat, atau menyesatkan yang dianggap benar oleh orang yang menyebarkan. Dapat mencakup berita palsu, rumor, manipulasi data, dan informasi yang keliru. Hal ini dapat terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja. Tujuan dari orang yang melakukan misinformasi dapat beragam, termasuk untuk mempengaruhi opini publik, memperoleh keuntungan politik atau finansial, bahkan hanya untuk menarik perhatian atau menciptakan sensasi. Adanya kemajuan teknologi digital juga memberikan fasilitas terhadap penyebaran berita yang tidak benar. Berbagai macam platform media sosial yang membuat opini pribadi menyebar luas sehingga mengakibatkan masyarakat tidak lagi mampu membedakan antara berita faktual dan berita fiktif. Ciri-ciri berita yang misinformasi, yaitu terkesan utopis, mudah memainkan subjektivitas, bisa membuat emosi berubah positif atau negatif, dan tidak memiliki sumber data yang valid terkini. Misinformasi mungkin terjadi karena kurangnya pengetahuan atau ketidakmauan untuk memeriksa kebenaran akan berita yang diterima.
ADVERTISEMENT
Setelah memahami penjelasan singkat di atas, pasca-kebenaran memiliki arah yang bertentangan dengan tradisi filsafat. Karena pasca-kebenaran lebih mengutamakan opini publik dan keyakinan personal masyarakat. Sementara di sisi lain, filsafat fokus untuk mencari dan merumuskan kebenaran. Kebenaran terwujud bergantung pada perspektif yang digunakan. Pertanyaan mendasar tentang sumber pengetahuan sebuah kebenaran menjadi salah satu topik cabang filsafat, yaitu epistemologi.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang sifat dasar, sumber, dan validitas pengetahuan manusia. Epistemologi juga mempertanyakan bagaimana pengetahuan tentang realitas bisa diakses oleh manusia. Pengetahuan manusia bersumber dari akal pikiran, pengalaman indra, kritik atau intuisi. Selanjutnya, banyak tokoh yang membahas mengenai perkembangan epistemologi.
Ilustrasi tulisan. canva.com
Untuk merumuskan suatu kebenaran syarat pertama yang harus dipenuhi adalah jaminan bahwa pengetahuan yang diperoleh berasal dari sumber yang benar. Adanya kebenaran selalu dihubungkan dengan pengetahuan manusia mengenai objek. Sedangkan, pengetahuan berasal mula dari banyak sumber. Berikut beberapa teori kebenaran.
ADVERTISEMENT
1. Teori Korespondensi
Teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di objek yang dituju pernyataan tersebut. Suatu proposisi benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai.
2. Teori Koherensi
Suatu pernyataan dianggap benar hanya jika pernyataan itu koheren dengan pernyataan sebelumnya yang sudah terbukti benar.
3. Teori Pragmatis
Teori ini meletakkan dasar kebenarannya pada manfaat praktis dalam memecahkan persoalan kehidupan. Terkait dengan teori kebenaran, salah satu tokoh pragmatisme menjelaskan bahwa kriteria berlaku dan memuaskan sebagai dasar kebenaran dalam pragmatisme digambarkan secara beragam dalam berbagai sudut pandang.
4. Teori Performa
Menjelaskan bahwa suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan realitas. Teori ini dapat diimplementasikan secara positif, tetapi bisa juga negatif.
ADVERTISEMENT
5. Teori Konsensus
Sebuah teori ilmiah dianggap benar sejauh ia mendapat dukungan atau terdapat kesepakatan dalam masyarakat ilmiah terhadap kebenaran teori tersebut.
Dengan adanya beberapa teori kebenaran, selayaknya membuat masyarakat tidak lagi memandang validitas kebenaran dalam sebuat pernyataan dalam opsi biner, hitam-putih, salah-benar. Teori-teori kebenaran tersebut dapat diimplementasikan untuk menyaring berita palsu. Oleh karena itu, pembahasan epistemologi tentang teori-teori kebenaran sangat memiliki dampak penting bagi penerima informasi untuk menilai suatu berita. Pembaca juga mulai dapat berperilaku bijak tidak termakan berita yang belum jelas kebenarannya. Pembaca harus membudayakan untuk memeriksa setiap informasi yang diterima dan jangan sampai menjadi agen penyebar informasi yang salah tanpa disadari karena ketidaktahuan akan jenis-jenis informasi yang beredar di internet.
ADVERTISEMENT
Referensi