Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Eksplorasi Leuit Lumbung Padi Suku Baduy yang Berusia 100 Tahun
22 Oktober 2023 5:51 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Dian Arsyka Adila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Leuit merupakan lumbung padi Suku Badui, di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang sudah ada sejak dahulu kala. Pada masa ini marak terjadi lunturnya orisinalitas budaya, yang disebabkan oleh modernisasi. Tetapi, di tengah modernisasi tersebut ada satu hal yang tetap bertahan baik secara fisik maupun secara spiritual pada Masyarakat Suku Badui. Hal tersebut dimanifestasikan melalui Leuit.
ADVERTISEMENT
Riset ini dilakukan oleh 5 orang mahasiswa dengan multidisiplin yang berbeda, Prodi Teknik Pertanian, Perencanaan Wilayah dan Kota, Antropologi, Geografi Lingkungan, dan Sistem Informasi Geografis. Pengambilan data primer berlangsung selama 14 hari di mana mengharuskan anggota tim untuk menginap di rumah-rumah Masyarakat Suku Badui.
7 hari pertama dilakukan penelitian di Kawasan Adat Suku Badui Luar, dan 7 hari berikutnya penelitian dilakukan di Kawasan Adat Suku Badui Dalam. Pengkajian Leuit yang dilakukan oleh Tim Riset Sosial Humaniora Universitas Gadjah Mada selain menelaah struktural Leuit, persebaran Leuit dan ladang, juga dilakukan observasi cara bertani Masyarakat Suku Badui guna mengetahui kearifan lokal Masyarakat Suku Badui.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Jaro Saija (Kepala Desa Kanekes), didapatkan informasi bahwa usia Leuit dapat menyimpan beras mencapai 100 tahun. Hal ini disebabkan adanya pemberian Leuit dari orang tua kepada anaknya.
ADVERTISEMENT
“Eksistensi Leuit yang terus terjaga melalui peran dan fungsinya sebagai ‘rumah padi’ menunjukan kuat dan kentalnya adat istiadat Suku Badui hingga saat ini,” ungkap Muhammad Alfian.
Pengamatan lapangan dilakukan di salah satu ladang milik salah satu Masyarakat Suku Badui. Selain dilakukan pencatatan data untuk pembuatan artikel ilmiah, semua anggota tim riset juga membantu kegiatan berladang dengan menggunakan arit.
“Wujud kearifan lokal Suku Badui guna mendukung ketahanan pangan dari segi kualitas bahan pangan terimplementasikan dalam Indigenous knowledge melalui pengeringan padi huma," kata Rafi Ramdani.
Ketika kegiatan berladang dilakukan, pemilik ladang juga menjelaskan tentang adanya rentang waktu bagi ladang dapat ditanami padi kembali oleh Tetua Adat Suku Badui guna memuliakan alam. “Penanaman ladang yang memiliki rentang waktu ini menunjukkan adanya sustainable agriculture,” ujar Dian Asryka Adila.
ADVERTISEMENT
Pengamatan Leuit sebagai tempat penyimpanan padi dilakukan di Kampung Badui Luar dan Kampung Badui Dalam. Ditinjau dari setiap bagiannya, Leuit terdiri dari bagian kaki, dinding, dan atap di mana setiap bagian memiliki makna dan filosofi yang mendalam.
Kapasitas penyimpanan Leuit mencapai 1000 ikat padi atau setara dengan 4,5 ton beras. Hal ini, menunjukkan bahwa Leuit merupakan bangunan food sustainability yang dapat mendukung ketahanan pangan masyarakat adat.
Fakta lain yang terungkap adalah terdapat larangan adat yang tidak memperbolehkan Masyarakat Suku Badui baik di dalam maupun di luar menggunakan pestisida dan pupuk anorganik dalam bertani.
“Hal tersebut menunjukkan bahwa Masyarakat Suku Badui menerapkan sistem pertanian organik (organic farming system) dengan mendukung suksesi alam,” ujar Muhammad Alfian.
ADVERTISEMENT
Aisya Nazifa juga menambahkan bahwa Gotong royong Suku Badui terhadap sesama masyarakat suku mereka yang membutuhkan menciptakan jaringan sosial yang kuat dan mendukung ketahanan pangan bersama.
Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada laman instagram riset ini: https://instagram.com/pkmrshugm_leuitnabadui