Konten dari Pengguna

Pandangan Islam Terhadap Kebijakan Pemerintah Terkait IKN?

Eva Septya
Mahasiswi Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta
28 Februari 2022 22:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eva Septya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Desain Istana Kepresidenan karya Nyoman Nuarta di ibu kota baru.
 Foto: Dok. Nyoman Nuarta
zoom-in-whitePerbesar
Desain Istana Kepresidenan karya Nyoman Nuarta di ibu kota baru. Foto: Dok. Nyoman Nuarta
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekalipun UU IKN telah diusahakan pada Selasa, 18 Januari 2022 secara janggal dan terburu - buru oleh DPR, namun UU tersebut tetap ditekan oleh pemerintah pusat dengan mengabaikan protes masif rakyat. Dengan demikian UU IKN tersebut resmi berlaku ditengah kritikan dari sejumlah pihak, baik akademisi, politikus, negarawan, pakar ekonomi, dan sejumlah masyarakat sendiri.
ADVERTISEMENT
Adapun untuk aturan - aturannya sedang disusun tim, Tim penyusunannya berasal dari tim lintas kedeputian KSP yang telah berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Aturan turunan tersebut terdiri dari Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kepala Badan Otorita IKN. Setidaknya ada 9 turunan yang ditargetkan selesai dalam 2 bulan mendatang.

Meski sudah disahkan dan aturan turunannya sedang digodok, sejatinya masih ada permasalahan yang lebih urgen dibanding dengan proyek pembangunan IKN saat ini.

Masalah kesenjangan ekonomi, kemiskinan, kelaparan, pendidikan yang tidak merata, dan sebagainya terlebih adanya pandemi yang menghantam kesehatan dan ekonomi global kemudian menimbulkan krisis multidimensi, semakin memperparah permasalahan negeri.
Bukan hanya itu, model kepemimpinan kapitalisme yang menjadikan utang dan pajak sebagai sumber utama anggaran juga menjadi masalah tersendiri. Sebagaimana yang diketahui untuk pembiayaan pandemi berasal dari utang.
ADVERTISEMENT
Sekalipun penguasa mengklaim pembiayaan IKN berasal dari APBN yakni senilai 89,4 triliun atau sebesar 19,2% nyatanya sumber utama APBN sendiri dari utang dan pajak. Belum lagi diperkirakan APBN 2022 akan mengalami defisit hingga 868 triliun rupiah atau 4,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Tentu saja jumlah ini akan menjadi tambahan dari nominal utang, tercatat total uang negeri pada akhir kuartal 3 2021 saja mencapai 423,1 US Dollar atau Rp.6008 triliun rupiah dengan estimasi kurs sebesar Rp.14.200 per dolar AS.
Skema pembiayaan IKN lainnya berasal dari kerjasama pemerintah dengan Badan Usaha sebesar Rp.253 triliun rupiah atau 50,44 persen, dan swasta yakni sebesar Rp.123,2 triliun rupiah atau 26,4 %. Jika dipahami skema ini berpotensi memiliki resiko.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana yang sudah terjadi peran swasta sebagai sumber dana yang legal dalam sistem kapitalisme menjadikan mereka sebagai pihak yang memiliki kendali atas negeri. Negara hanya diposiskan sebagai regulator untuk menguruskan kepentingan para kapital tersebut.
Terlebih jika swasta juga terlibat dalam partisipasi membangun gedung - gedung strategis ibu kota. Bukan hanya potensi ancaman fiskal saja, melainkan keamanan juga ikut terancam. Padahal sebuah ibu kota adalah simbol kekuatan dari sebuah negara. Oleh karena itu umat harus tetap menyuarakan resiko pembangunan IKN yang berpotensi menjadi bajakan asing hingga ancaman APBN.
Selain itu umat harus menyuarakan alternatif model kepemimpinan lain sebagai solusi fundamental atas semua permasalahan yang terjadi. model kepemimpinan ini tidak lain adalah sistem Islam yang disebut khilafah. Dalam khilafah pemindahan ibukota bukan menjadi permasalahan yang rumit dan ribet apalagi sampai menimbulkan ancaman dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah peradaban Islam, selama khilafah berdiri 1300 tahun lamanya, tercatat ibukota khilafah bepindah beberapa kali. Ibu kota pertama khilafah berada di Madinah, selanjutnya berpindah ke Damaskus pada masa awal khilafah Umayyah.
Kemudian dari Damaskus pindah ke kota Baghdad ketika kepemimpinan khilafah Abbasiyah. Pasca penyerangan sebuah tentara Mongol, ibukota khilafah akhirnya dipindahkan ke Kairo dan terakhir ibukota khilafah berpindah ke Istanbul ketika masa kepemimpinan umat Islam berada di bawah khilafah Turki Utsmani.
Perpindahan ibu kota bukan menjadi problem yang berarti, sebab pembangunan dalam khilafah tidak seperti yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Jika dalam kapitalisme Pembangunan dipusatkan di ibu kota dan tempat yang memiliki cadangan sumber daya alam, maka dalam khilafah pembangunan akan didasarkan pada kebutuhan rakyat di wilayah tersebut sehingga semua tempat memiliki kapasitas penunjang yang mumpuni.
ADVERTISEMENT
Pembangunan dalam khilafah tidak akan ditunggangi oleh pihak swasta sebab APBN khilafah bukan berasal dari utang dan pajak sebagaimana kapitalisme. Sumber keuangan khilafah berasal dari Baitu mal. Dalam Baitu mal terdapat 3 pos pemasukan.
Masing - masing pos tersebut memiliki jalur pemasukan dan pengeluaran tersendiri. Adapun untuk masalah pembangunan dan kebutuhan publik khilafah dapat mengambil anggaran dari dana pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum.
Pos kepemilikan negara berasal dari harta fai', kharaj, usyuriyah, ghanimah. Adapun pos kepemilikan umum berasal dari harta sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh khilafah. Inilah mekanisme bagaimana Khalifah melakukan pemindahan ibu kota tanpa adanya intervensi asing dan ancaman untuk negeri.
ADVERTISEMENT