Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Pemberdayaan Perempuan dalam Sudut Pandang Islam?
28 Februari 2022 19:58 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Eva Septya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kemarin tanggal 28 Januari 2022 diadakannya suatu rapat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), dalam rapat tersebut disampaikan Menteri PPPA akan turut serta berkontribusi dalam pelaksanaan 7th Global Platform For Disaster Risk Reduction (GPDRR) Tahun 2022. Salah satu tujuannya adalah untuk upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Apa hal ini akan menempuh keberhasilan atau malah menimbulkan masalah ?
Menteri PPPA Bintang Prayoga mengupayakan dengan memperlibatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)yang sudah dijalankan kaum perempuan bencana dalam pameran produk yang akan diselenggarakan guna meningkatkan pemberdayaan perempuan. Selain itu, Menteri Bintang akan mengangkat isu gender dan perlindungan khusus bagi perempuan dan anak dalam the matic section 7th GPDRR Tahun 2022, terutama terkait pencegahan dan penanganan.
Ditunjuk sebagai salah satu anggota dalam pelaksanaan 7th GPDRR Kementerian PPPA akan menyiapkan concept note, dokumen, dan dokumentasi terkait isu gender dan perlindungan khusus bagi perempuan dan anak, baik terkait tanggap darurat bencana, ketika bencana, sampai setelah bencana.
Ada Apa Sebenarnya dengan Program ini ?
ADVERTISEMENT
Sekilas, program ini terlihat sangat peduli serta membela nasib perempuan. Akan tetapi, jika kita perhatikan dengan mendalam, di balik program pemberdayaan perempuan versi Kementerian PPPA ini disadari atau tidak kental dengan adanya upaya mengalihkan perempuan dari tugas utamanya sebagai ummu wa rabbatul bayt (ibu dan pengelola rumah suaminya).Tidak hanya itu, program ini terlihat mengalihkan tugas utama Negara dalam memulihkan perekonomian dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya, bukan malah membebankan hal tersebut di pundak rakyat, terlebih kaum perempuan.
Dari sini saja kita mempertanyakan, dari sisi mananya kalau program ini dikatakan melindungi perempuan? Sebab realita justru sebaliknya. Sudah tampak jelas bahwa program pemulihan ekonomi setelah pandemi dengan melibatkan UMKM ini ditujukan pada upaya pemberdayaan ekonomi perempuan. Diselaraskan pula isu gender dan perlindungan terhadap perempuan terus digaungkan untuk mendukung program ini.
ADVERTISEMENT
Pembuahan kapitalisme sungguh, sistem ini mengukur produktivitas seseorang berdasarkan materi, termasuk kaum perempuan. Perempuan yang produktif akan dihargai dan dihormati dengan sejumlah nominal. Makin produktif, makin tinggi insentifnya. Makin besar penghasilannya, perempuan dianggap lebih mulia, lebih tinggi derajatnya.
Sedangkan seorang ibu rumah tangga biasa jelas dipandang tidak produktif oleh program ini. Padahal, jika perempuan yang sekaligus ibu ini terpaling dari ummun wa rabbatul bayt dan ummu al-ajyal (ibu dan pengelola rumah suaminya serta ibu generasi), lalu bagaimanakah nasib keluarga dan generasi nantinya?
Maka tidak heran bila kemudian marak kekerasan dalam rumah tangga. Perceraian, terutama kasus cerai gugat, terus meningkat dan kerusakan generasi makin padat. Tawuran, narkoba, kejahatan anak, kecanduan games online, seks bebas, dan sebagainya. Sangat nyata bahwa sistem sekuler kapitalisme ini tidak mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan, yang ada malah makin memperlebar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, serta memunculkan berbagai permasalahan baru.
ADVERTISEMENT
Program ala kapitalisme ini hanya semata berkedok pemberdayaan, bahwa secara nyata dipeluangkan besar menggiring para perempuan untuk memutar roda industry kapitalisme, sekaligus target pasar dengan dalih mengentaskan kemiskinan atau pemulihan ekonomi pasca pandemi itu hanyalah omong kosong belaka. Hakikatnya, program ini adalah alat menstabilkan kekuasaan kapitalisme dunia yakni semuanya diatur oleh manusia secara murni tanpa adanya campur tangan tuhan,Sehinga sistem ini menjauhkan umat Islam dari pemahaman dan aturan-aturan Islam. Tentu saja hal ini tidak boleh dibiarkan, harus kita cegah agar tidak merusak yang lebih besar. Sudah waktunya kita meninggalkan konsep pemberdayaan perempuan ala kapitalisme dan kembali pada Islam. Islam tegak di atas keyakinan bahwa Allah Swt. Adalah Pencipta sekaligus Pengatur kehidupan.
ADVERTISEMENT
Kemanakah Seharusnya Menuju?
Pemberdayaan perempuan dalam pandangan Islam merupakan suatu upaya mencerdaskan perempuan muslim hingga mampu berperan dalam melaksanakan dan menyempurnakan seluruh perintah Allah Swt, baik sebagai ummun wa rabbatul bayt maupun bagian dari masyarakat, Disanalah aktivitas pemberdayaan perempuan mengarah. Islam tidak hanya mengatur peran perempuan,tetapi juga menjamin peran tersebut dapat terealisasi sempurna melalui ad-diin serangkaian hukum praktis. Kelebihan semacam ini tidak mungkin ada kecuali yang bersumber dari Sang Pencipta manusia, sebaik - baik Sang Pembuat Hukum. Selain itu, Khalifah sebagai raa’in akan menjalankan tanggung jawabnya dan menjamin hak - hak dan kesejahteraan rakyat sesuai tuntunan syariat. Kewajiban ini tidak akan terbebankan pada rakyat, terlebih pada perempuan.
Ketika membahas pemberdayaan perempuan, kita tidak boleh memandang perempuan sebagai masyarakat yang terpisah dari laki - laki. Keduanya merupakan bagian dari masyarakat yang hidup berdampingan, dalam keluarga maupun masyarakat. Oleh karenanya, upaya pemberdayaan keduanya tidak boleh lepas dari upaya pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan sesuai sudut pandang islam. Kaum muslim akan mulia hanya dengan penerapan syariat Islam. Oleh sebab itu, harus ada upaya mengembalikan kaum muslim pada tegaknya aturan - aturan Islam secara keseluruhan dalam kehidupan.
ADVERTISEMENT
Upaya ini akan dapat terlaksana melalui pemberdayaan atau pencerdasan umat dengan tsaqafah islam (memperoleh ilmu dan memahaminya). Langkah yang harus dilakukan keduanya tidaklah berbeda. Langkah awalnya harus mengubah pola pikir umat dengan tsaqafah islam sehingga umat akan berpikir dan berbuat dengan cara dan landasan yang benar, yaitu akidah islam. Caranya adalah membina umat islam dengan pemikiran dan hukum - hukum islam ini tidak boleh dipandang sebagai sekadar informasi, tetapi harus sebagai pijakan menyikapi fakta dengan tepat dan benar sesuai perspektif Islam.
Pembinaan ini kemudian membentuk pemahaman islam ditengah umat. Selanjutnya, akan berpengaruh pada tingkah laku, mendorong umat untuk siap bergerak menyampaikan dakwah islam, rida diatur hukum islam, dan senantiasa mengupayakan agar aturan Allah dan Rasul-Nya tegak secara kafah. Sebab, dengan sistem islamlah umat akan mampu meraih kemajuan, yaitu sebagai khairu ummah, umat terbaik di muka bumi. Dari pembinaan ini terwujud kepribadian islam ditengah umat sehingga seluruh elemen masyarakat akan menjalankan perannya sesuai tuntunan hukum syarak.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, pemberdayaan perempuan harus mengarah pada pengoptimalan seluruh peran sesuai Islam dan demi kepentingan perjuangan menegakkan Islam. Bukan pada seruan kemandirian dan kesetaraan, apalagi menjadikan perempuan ujung tombak perekonomian keluarga. Sudah saatnya kita sadar, tidak ada satu pun alasan yang membuat kaum muslim harus ikut – ikutan mengadopsi, mempropagandakan, apalagi memperjuangkan ide feminisme ini yang justru akan membawa perempuan pada kemunduran.