Guangzhou: Kota Modern nan Tradisional

eva situmorang
Pekerja biasa yang sedang menjalani kehidupan sebaik mugkin
Konten dari Pengguna
22 Februari 2018 21:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari eva situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kota Guangzhou yang terletak di sebelah Selatan RRT adalah sebuah kota dipinggir laut yang merupakan salah satu kota paling modern di RRT yang bahkan melebihi Jakarta. Kota Guangzhou merupakan ibu kota dari Provinsi Guangdong, yang merupakan asal dari kebanyakan keturunan Tionghoa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kota modern ini merupakan kota yang unik, karena tetap mempertahankan sejarah dan tradisinya terlepas dari perkembangan ekonomi pesat yang telah dialami dalam kurun waktu 20 tahun belakangan ini. PDB (Produk Domestik Bruto) Guangzhou sendiri dapat disamakan dengan Swiss dan dengan penduduk yang luar biasa banyak yaitu 14 juta orang.
Tinggal di kota ini merupakan pengalaman unik tersendiri bagi saya, dari gedung-gedung pencakar langit, pusat perbelanjaan yang megah, bar dan restoran yang jumlahnya sangat banyak hingga rumah-rumah, kuil, pasar dan pusat perbelanjaan tradisional tersedia dengan rapih di kota ini. Jika saya ingin ke distrik yang modern, saya bisa pergi dengan MRT (kereta bawah tanah) yang sudah menjangkau semua kota dan pergi ke stasiun Zhujiang Xincheng. Namun, jika sedang ingin suasana tradisional khas Tiongkok kita bisa pergi ke distrik Yuexiu.
Hampir semua yang kita inginkan dari sebuah kota ada di Guangzhou, dari tempat wisata, belanja, café dan restoran, perkantoran, olahraga serta taman yang luas semuanya disediakan dengan apik oleh Pemerintah Kota.
ADVERTISEMENT
Karena saya sendiri termasuk orang kota yang tetap rindu dengan suasana tradisional, jadi pada akhir pekan saya biasanya menghabiskan waktu dengan jalan-jalan di sekitar Danau Yuexiu. Kemudian makan siang di restoran di tengah danau yang menyediakan makanan tradisional seperti bubur dan lidah bebek. Lalu jika sudah cukup saya biasanya menikmati malam hari dengan duduk santai di restoran pinggir pantai dekat Menara Canton atau bahkan melihat Kota Guangzhou dari ketinggian di Menara Canton.
Namun, Kota Guangzhou dalam kemajuannya tidak meninggalkan akar dan tradisi dari kota ini, bangunan-bangunan tua dipelihara serta dijadikan museum, serta dialek lokal yaitu kanton dipelihara sebagai bahasa utama. Warganya pun tetap memelihara tradisi-tradisi nenek moyang walaupun banyak warganya sudah menempuh pendidikan ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini kadang masih terbayang kota Guangzhou di benak saya, dan saya memimpikan suatu hari kita di Indonesia juga bisa menikmati kota yang sedemkian rapihnya ditata dan dikembangkan dimana unsur modern dan tradisional bukan sebuah kontradiksi tapi menjadi dua unsur yang saling memperkaya.