Konten dari Pengguna

Ancaman Pasokan Pangan di Tengah Perang dan Masalah Kesehatan Global

Evan Nurprasetyo Abimanyu Serang
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi di Universitas Brawijaya
17 September 2022 15:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Evan Nurprasetyo Abimanyu Serang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Adanya ancaman pasokan pangan diprediksikan akan membawa dunia pada terjadinya krisis pangan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Adanya ancaman pasokan pangan diprediksikan akan membawa dunia pada terjadinya krisis pangan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tahun 2022 bisa dikatakan sebagai tahun yang penuh tantangan dan berbagai kejutan yang tidak terduga. Pandemi Covid-19 yang telah berjalan sejak 2020 lalu telah memberikan dampak yang sangat signifikan. Tingkat penularan yang sangat cepat menjadi faktor penyebab banyaknya jumlah kematian yang signifikan. Selain Covid-19, masalah kesehatan lainnya adalah cacar monyet. Penyakit yang disebabkan oleh hewan yang terinfeksi virus ini telah ditetapkan oleh WHO sebagai wabah penyakit tingkat tinggi. Secara global, kedua penyakit tersebut telah memberikan kesulitan terbesar bagi dunia karena banyaknya masalah yang terjadi di berbagai bidang. Salah satu bidang tersebut adalah perekonomian. Kinerja ekspor dan impor berbagai negara menjadi terhambat. Sehingga, muncul banyak prediksi akan adanya ancaman kekurangan pasokan pangan dunia.
ADVERTISEMENT
Perang Rusia-Ukraina
Perang yang dimulai sejak 24 Februari lalu nyatanya telah mengguncang perekonomian global. Berbagai sektor perekonomian mulai mengalami kegelisahan akan kinerja perdagangan global akibat dari perang Rusia-Ukraina. Diketahui Rusia dan Ukraina adalah negara pemasok utama bahan pangan dunia. Sebelum terjadinya perang, kedua negara memasok mayoritas komoditas serealia global. Selain itu, kedua negara menghasilkan komoditas pangan yang banyak diekspor ke berbagai negara yaitu gandum dan biji bunga matahari. Tidak hanya itu, Rusia diketahui juga turut berkontribusi dalam mengekspor mayoritas komoditas pupuk global. Kenaikan harga bahan pangan akibat perang Rusia-Ukraina diprediksi mampu mengakibatkan kelangkaan pasokan pangan sekaligus meningkatkan potensi terjadinya inflasi di sejumlah negara importir, terutama negara-negara yang mengalami defisit pangan.
ADVERTISEMENT
Potensi Adanya Krisis Pangan
Dampak krisis pangan yang timbul akibat perang mulai terlihat pada lonjakan jumlah penderita kelaparan secara global. Diketahui jumlah orang yang mengalami kekurangan bahan pangan di dunia bertambah dua kali lipat. Jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah seiring terjadinya pandemi Covid-19. Adanya pandemi membuat negara-negara di dunia mengambil langkah yang riskan untuk mempertahankan ekonominya yaitu memberlakukan kebijakan lockdown. Kebijakan ini menuai kontroversi karena dinilai hanya mampu mengatasi masalah kesehatan dan tidak menyelesaikan permasalahan di bidang ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat dari penutupan perbatasan oleh beberapa negara akan komoditas impor, turis asing, dan berbagai hal yang datang dari luar. Akibatnya, kegiatan ekspor-impor global mulai terganggu. Di samping pandemi Covid-19, penyakit cacar monyet atau monkeypox perlu diwaspadai. Kabar mengenai munculnya penyakit cacar monyet, penularannya, dan dampaknya di tengah pandemi Covid-19 membawa suatu kekhawatiran tersendiri di tengah masyarakat. Akibatnya, masyarakat akan cenderung bersikap waspada dalam beraktivitas. Hal tersebut juga akan membuat para pelaku usaha daging yang termasuk UMKM ikut merasakan penurunan pendapatan.
ADVERTISEMENT
Diketahui, beberapa negara di Afrika diketahui sangat bergantung dengan importasi bahan-bahan pangan dari Rusia dan Ukraina. Nigeria, salah satu negara di Afrika yang memiliki ketergantungan terhadap pasokan pangan impor, kini menyalakan alarm darurat akan adanya potensi krisis pangan. Diperkirakan di negara tersebut, jutaan orang akan terdampak bencana kelaparan akibat terbatasnya pasokan pangan.
Naiknya Harga Komoditas Pupuk
Kenaikan harga komoditas pangan diketahui juga menyeret harga beberapa komoditas. Salah satu komoditas yang ikut mengalami kenaikan harga adalah pupuk. Salah satu negara yang harus menghadapi kekurangan pasokan pupuk secara serius adalah Indonesia. Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan subsidi pupuk bagi para petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Akan tetapi, terjadinya pandemi Covid-19 telah memaksa pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk. Kebijakan tersebut dinilai dapat memberikan dampak yang cukup serius di dalam negeri karena pemerintah harus mengalihkan sebagian anggaran negara untuk penanganan pandemi Covid-19. Sehingga, kenaikan HET dan pengurangan subisidi pupuk akan berdampak terhadap sektor produktivitas pertanian. Penurunan produktivitas pertanian akan berimbas pada ketersediaan pangan dalam negeri dan akan berpotensi terjadinya penurunan pendapatan para petani. Dengan kata lain, hal tersebut menyebabkan pemerintah harus mengeluarkan kebijakan impor bahan pangan yang berimbas pada ketidakefisienan mekanisme alokasi anggaran.
ADVERTISEMENT
Solusinya?
Pada akhirnya, dunia harus mencari solusi yang efektif untuk menuntaskan permasalahan ekonomi akibat perang dan masalah kesehatan global. Negara-negara di dunia dan PBB harus menggalakkan langkah negosiasi secara penuh untuk membuka kembali kran ekspor komoditas-komoditas penting dari kedua negara. Selain itu, pendistribusian vaksin Covid-19 dan Monkeypox secara besar-besaran perlu digalakkan sehingga dapat memberikan dampak yang cukup signifikan bagi perekonomian global. Dengan menggalakan program tersebut, bisa dipastikan semua orang yang sudah melakukan vaksinasi akan dengan mudah untuk menjalankan aktivitasnya, terutama di bidang ekonomi. Dengan kesehatan yang terjamin dari penggalakan kegiatan vaksinasi, akan menarik masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam kegiatan perekonomian. Diperkirakan konsumsi masyarakat akan bertumbuh, pertumbuhan pendapatan, dan nantinya akan berujung terhadap perkembangan ekonomi global secara positif. Dengan begitu, perekonomian global dapat kembali stabil dan krisis pangan tidak akan terjadi.
ADVERTISEMENT