Konten dari Pengguna

Mal Blok M, Tempat Kenangan yang Sunyi

Evelyn Anggraini Dyah Pramesti
Journalism Student at Politeknik Negeri Jakarta
26 Mei 2022 18:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Evelyn Anggraini Dyah Pramesti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana di Mal Blok M (Potret Pribadi/Evelyn Anggraini)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Mal Blok M (Potret Pribadi/Evelyn Anggraini)
ADVERTISEMENT
Pernahkah kalian mengunjungi salah satu mal legendaris yang berlokasi strategis pada masanya? Rasanya hampir sebagian orang tahu mengenai tempat ini, mulai dari kalangan muda hingga lanjut usia pernah mendatanginya. Cukup disayangkan kalau belum pernah ke sini; dulu dipenuhi kios pakaian, toko sepatu, toko aksesoris handphone, hingga beragam pujasera (area makan terbuka) yang murah meriah harganya.
ADVERTISEMENT
Tak lain dan tak bukan ialah Mal Blok M, berlokasi di kawasan Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Mal ini berdiri kokoh bersama dua mal di dekatnya, yakni Blok M Square dan Blok M Plaza.
Di masa sekarang, tempat itu sudah tidak lagi sebeken dulu. Perkembangan zaman bahkan pandemi Covid-19 yang melanda membuatnya kehilangan banyak pengunjung. Alhasil, banyak juga tempat usaha yang mencari nafkah di sana terpaksa gulung tikar karena mengalami penurunan penghasilan.
Beredarlah suatu kabar mengatakan kalau Mal Blok M akan digusur ataupun direnovasi kembali. Hal itu dikarenakan tempat tersebut juga semakin sepi dan tidak banyak pengusaha yang masih bertahan di sana. Penggusuran atau renovasi ulang bisa saja dilakukan, dengan tujuan dipercantik atau dijadikan sebagai sarana calon penumpang transportasi bus TransJakarta dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Pada waktu itu, aku pernah menyempatkan diri untuk mengunjungi Mal Blok M dengan maksud melepas penat sekaligus membeli pakaian baru juga. Ketika aku memasuki gedung tersebut melalui pintu masuk dekat Blok M Square, aku hanya melihat dua tempat usaha saja yang buka, yaitu salon dan apotek…sisanya? Hampir semuanya tutup.
Aku menyusuri lebih dalam gedung itu hingga sampai di lorong besar utamanya–Ya, aku sudah tidak heran lagi–banyak kios yang ditutup pintu garasinya, tersisa beberapa saja yang masih menjajakan usahanya. Kondisi bangunan tersebut memang terkesan seakan lama ditinggalkan, bahkan terdapat cat dinding yang terkelupas dan lampu hias yang berdebu.
Hal yang disayangkan adalah suasananya, tidak begitu ramai dan sebagian besar mereka hanya melewati gedung tersebut untuk menuju halte bus saja. Aku bahkan selalu mendengar penjual-penjual pakaian yang menawarkan dagangannya sembari berkata, "Boleh, Kak. Silakan..." dengan harapan orang-orang yang berlalu-lalang itu menghampiri tempat usaha mereka.
ADVERTISEMENT
Aku menghampiri salah satu kios pakaian yang hanya buka di suatu area lorong utama gedung ini. Ada beberapa baju dan celana yang menarik pikatku, yakni kemeja warna jingga dan celana high waist (pinggang tinggi). Tentunya, aku mencoba keduanya di dalam ruang ganti di sana untuk memastikan apakah ukurannya sesuai dengan tubuhku.
Setelah dirasa pas bagi diriku, aku pun langsung membayarnya tanpa melakukan tawar harga–sebenarnya, aku tidak jago dalam kegiatan tawar-menawar itu, hehehe...Pakaian-pakaian pilihan sudah menjadi milikku, aku pun mencoba minta waktu sebentar kepada sang penjual pakaian itu untuk bersedia memberikan informasi yang ingin aku ketahui sebenarnya.
Ada seorang penjual pakaian dari kios "Tania Collection" yang sudah tujuh tahun bekerja di Mal Blok M bernama Ibu Momo, ia merasakan adanya perubahan drastis yang terjadi pada usahanya akibat efek pandemi yang cukup menyulitkan bagi semua orang. Pendapatannya sempat berkurang hingga 80 persen, begitu pula dengan pengunjungnya.
ADVERTISEMENT
"Dari awal pandemi, perubahannya drastis ya, dari omzet aja kita kurang 80 persen. Segi pengunjung berkurang juga, drastis," ucap Ibu Momo.
Di masa sebelum pandemi, penjualannya masih bisa mendapatkan keuntungan sekitar Rp 4 juta - Rp 5 juta. Sangat berbanding terbalik dengan yang ia rasakan setelahnya. Menurunnya omzet sampai 80 persen itu membuatnya bersyukur setidaknya mendapatkan kisaran Rp 500.000-an. Penghasilan yang ia dapatkan pun relatif stabil dan belum ada kenaikan yang jelas.
“Kalau kenaikan sih belum ada. Ya…segitu-gitu aja, stabil. Itu pun ngga menentu, kadang-kadang di hari weekend aja kita ngga berharap banyak. Orang dari pengunjung 'kan semua,” ujar Ibu Momo.
Selama masa pandemi berlangsung, Ibu Momo tetap bertahan untuk berjualan di tempat usahanya, meskipun tidak banyak yang menghampirinya. Hal itu ia lakukan agar memperbaiki keuntungannya yang melesat turun pada saat sulit itu.
ADVERTISEMENT
Sudah 30 tahun berdiri, para pengusaha yang telah sedari dulu bermata pencaharian di Mal Blok M akan menghadapi masa habis kontrak sewa tempat usaha yang jatuh pada bulan Oktober 2022. Mereka diberi beberapa pilihan, yakni tetap bertahan dan membayar atau ganti kontrak kepemilikan, ataupun terburuknya adalah menutup tempat usahanya. Dari sinilah, mencuat suatu kemungkinan dari beberapa orang yang membuat kabar penggusuran gedung tersebut beredar, menurutku pribadi.
“Kalau denger-denger sih, Oktober ya...Kalau penggusuran, saya malah kurang tahu. Mungkin kalau ganti pemilik kontrak…iya (ada pemberitahuan seperti itu),” begitulah pendapat Ibu Momo.
Ia mengungkapkan dengan nada pelan bahwa masih belum ada kabar relokasi tempat usaha bilamana masa akhir kontrak itu tiba. Ia lebih memilih untuk mengikuti atasannya jika suatu saat nanti usaha pakaiannya harus ditutup.
ADVERTISEMENT
Ibu Momo juga memberikan kesempatan untuk diriku dapat menanyakan hal serupa kepada salah satu petugas keamanan yang telah bekerja dari sejak Mal Blok M itu berdiri, Pak Adi namanya. Tanggapan dari beliau cukup menemukan titik terang bagi hal yang menjadi perhatianku.
Beliau mengatakan, “Informasi digusur...saya belum pernah denger. Cuman, kalau kontrak dari swasta ke Pemda memang 30 tahun. Jadi masanya Oktober itu selesai,”
Petugas keamanan itu tidak mengetahui lebih lanjut mengenai penggusuran atau beralih ke perusahaan lain setelah masa kontrak selesai. Jikalau gedung tersebut diambil alih oleh pemerintah, ia menegaskan bahwa memang sudah seperti itu perjanjiannya dan ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti peraturan selama waktu yang ditentukan.
Menurut Pak Adi, banyaknya penjual menutup tempat usahanya rata-rata diakibatkan oleh efek pandemi yang menurunkan pengunjung mereka. Hal itu juga dikarenakan omzet-omzet bekurang, lalu harga dari pihak sewa properti yang justru menaik, alhasil secara otomatis para penjual akan keluar sendiri (gulung tikar/tutup usaha).
ADVERTISEMENT
Para penjual yang masih bertahan di sana adalah mereka yang masih mampu membayar sewa tempat perbulannya dan menunggu sampai waktu habis kontrak.
“Yang masih buka, berarti yang masih mampu bayar. Intinya itu,” jelas Pak Adi.
Dari tahun ke tahun, merasakan masa pandemi yang meresahkan, menyadarkan diriku bahwa segala sesuatu pasti akan berubah, namun pengalaman dan kenangan tidak akan tergantikan. Mal Blok M sudah mendekati masa akhirnya, lantas apa tindakan pemilik gedung bersama pemerintah nanti terhadap tempat lama dengan beragam cerita kehidupan itu?
(Evelyn Anggraini Dyah P. / Politeknik Negeri Jakarta)