Konten dari Pengguna

Potensi Energi Bersih: Kekayaan Bahan Bakar Nuklir untuk Pembangunan PLTN

Evi Latifah
Mahasiswa Pembangkit Tenaga Listrik Politeknik Negeri Jakarta dan Asisten Peneliti di Pusat Riset Teknologi Nuklir BRIN
26 Juni 2024 10:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Evi Latifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Energi Nuklir sebagai Solusi Bersih dan Berkelanjutan Bagi Indonesia

ADVERTISEMENT
Sejak dahulu, Republik Indonesia menjadi negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA), khususnya di sektor energi. Kebutuhan energi menjadi hal penting dalam kehidupan sehari-hari yang tidak terlepas dari kebutuhan pemakaian listrik. Handphone dan laptop yang kita gunakan membutuhkan listrik untuk memberikan daya agar dapat digunakan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), hampir 60% penggunaan listrik di Indonesia masih berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang mana salah satu bahan bakar PLTU berasal dari batu bara dan termasuk energi fosil. Tim Peneliti Universitas Harvard (Atmospheric Chemistry Modeling Group (ACMG) dan Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa batu bara memiliki efek berkelanjutan terhadap lingkungan dan sosial.
Kini, banyak inovasi yang dilakukan pembangkit listrik fosil dalam hal pengurangan dampak dari pembangkitan listrik seperti pencampuran batu bara dengan biomassa. Di samping itu, pemerintah menambah pasokan energi baru terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Mengatasi Tantangan Energi Fosil dengan Inovasi Nuklir

Sumber yang belum disentuh untuk pembangkitan listrik adalah energi nuklir dengan jumlah cadangan bahan bakar nuklir di Indonesia sangat berlimpah, yaitu Uranium lebih dari 70.000 ton dan Thorium lebih dari 140.000 ton, memberikan dasar yang kuat untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Indonesia dapat memanfaatkannya untuk memperkuat sektor energi dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Terdapat 28 wilayah potensial di Indonesia yang bisa menjadi cikal bakal pembangunan PLTN dengan mempertimbangkan faktor geologi, keamanan, dan jarak dari patahan aktif.
ADVERTISEMENT
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyampaikan pada rangkaian agenda Conference of Parties (COP) ke-26 di Paviliun Indonesia, Glasgow, UK, Senin (1/10), bahwa transisi energi menuju Net Zero Emission tahun 2060 atau lebih awal membutuhkan dukungan untuk infrastruktur energi, teknologi, dan pembiayaan. Selain itu, kerangka peraturan sangat penting untuk mempercepat penyebaran energi terbarukan dan memastikan keberhasilan transisi energi di Indonesia.
Berdasarkan Power Reactor Information System of International Atomic Energy Agency (IAEA), terdapat lebih dari 30 negara yang memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir dengan lebih dari 415 reaktor dan menghasilkan kapasitas listrik bersih dengan total lebih dari 375.000 MW. Filipina akan menjadi negara ASEAN pertama dalam pembangunan PLTN karena mereka gencar mencanangkan pembangunan PLTN sejak pergantian Presiden Bongbong Marcos.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (sumber gambar : pixabay.com)
Indonesia pun sudah lama melakukan penelitian dari segi teknologi maupun keselamatan. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), didirikan pada tahun 1959, terus mengembangkan teknologi reaktor yang lebih aman. Kini, BATAN dilebur menjadi organisasi riset di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sejak September 2021. Selain itu, perkembangan nuklir juga diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sebagai Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan adanya kolaborasi lembaga BRIN dan BAPETEN, masyarakat akan semakin percaya mengenai teknologi dan keselamatan PLTN nantinya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada Atom EXPO 2024 yang diselenggarakan di Sochi, Rusia (03/2024), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan Kementerian ESDM, sebagai delegasi Indonesia, hadir untuk berkontribusi dalam diskusi global tentang masa depan energi nuklir. Topan Setiadipura, sebagai Kepala Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir, mewakili BRIN menyampaikan pengembangan teknologi reaktor nuklir di Indonesia, salah satunya adalah HTGR (High-Temperature Gas-Cooled Reactor). Proyek tersebut dinamakan PeLUIt-40. HTGR merupakan jenis reaktor Generasi IV yang didinginkan dengan helium dan menggunakan bahan bakar uranium serta moderasi grafit untuk menghasilkan suhu keluaran inti reaktor yang sangat tinggi.
Sosialisasi mengenai energi nuklir untuk penggunaan listrik kepada masyarakat menjadi poin pertama dalam pembangunan PLTN di Indonesia karena stereotipe terhadap nuklir yang masih buruk. Banyak masyarakat yang masih menganggap nuklir sebagai ancaman, terutama terkait dengan keselamatan dan risiko radiasi. Oleh karena itu, edukasi yang komprehensif tentang manfaat, teknologi, dan keamanan PLTN sangat penting untuk mengubah persepsi ini. BRIN dan BAPETEN memiliki peran besar dalam memberikan informasi yang akurat dan transparan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kerjasama dengan media massa, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil dapat membantu menyebarkan pengetahuan dan membangun kepercayaan publik. Melalui sosialisasi yang efektif, masyarakat diharapkan dapat menerima PLTN sebagai bagian dari solusi energi yang bersih, aman, dan berkelanjutan bagi Indonesia.
Republik Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah dan komitmen terhadap energi berkelanjutan, berpotensi menjadi pemain utama dalam energi nuklir di masa depan. Pembangunan PLTN yang aman dan efisien dapat menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat sambil mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan energi fosil.