Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sebuah Asa dari Embung Cinta Tesabela
5 Oktober 2018 7:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari Evrina Budiastuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ternyata harapan itu masih ada, meskipun tersembunyi di antara tanah bebatuan kapur yang tandus dan gersang. Sebuah asa dari Tesabela untuk menghidupkan pangan agar mereka mampu berdaya.
ADVERTISEMENT
Semula saya berpikir bahwa tidak akan bisa menghidupkan suatu rantai pertanian di tanah tandus nan gersang itu. Seorang teman bahkan bertanya apakah saya bisa tinggal di Desa Tesabela yang berada di ketinggian itu. Saya langsung sigap menjawab bahwa saya tidak sanggup tinggal di sana setelah melihat seorang anak membawa tiga buah dirigen berisi air untuk dibawa ke rumahnya. Saat itu hati saya langsung terenyuh sebab teringat dengan anak sendiri yang kebetulan seumuran dengan anak pembawa dirigen air tersebut. Saya tak sampai hati melihat anak kecil tersebut saat bersusah payah membawa dirigen berisi air untuk keluarganya.
Tetapi semua rasa pesimis tanpa harapan itu telah sirna ketika saya bertemu dengan seorang pilot dengan semangat juang yang tinggi. Kapten Budi Soehardi adalah salah satu sosok yang membuat saya kagum dalam rangkaian Conservacation Ades Indonesia di Nusa Tenggara Timur (NTT). Melalui kegigihannya, Kapten Budi secara perlahan berhasil mengubah tanah tandus berkapur menjadi lahan pertanian.
Langkah yang diambil oleh Kapten Budi ini bermula saat dia bersama keluarga melihat siaran berita di televisi yang menggambarkan kondisi kekeringan di NTT. Padahal saat itu Kapten Budi dan keluarga sedang berada di bandara untuk berangkat berlibur bersama keluarga ke Eropa. Setelah melihat tayangan berita tersebut, Kapten Budi langsung membatalkan liburannya bersama keluarga dan lebih memilih untuk mulai mengabdikan diri di NTT.
ADVERTISEMENT
Desa Tesabela adalah desa yang menjadi tempat Kapten Budi beserta keluarga dalam memberikan asa kepada masyarakat bahwa masih ada harapan di antara tanah yang gersang. Kapten Budi mengajak masyarakat di sekitar untuk mengolah tanah berbatu kapur tersebut agar dapat ditanami.
Kapten Budi mengatakan bahwa pada awalnya untuk mewujudkan impian tersebut memang agak sulit, karena setelah dilakukan penggalian, ternyata batu kapur masih ada di kedalaman bercampur dengan tanah yang asli. Mendapati kenyataan tersebut, dia lantas tidak menyerah begitu saja. Bersama masyarakat, mereka kemudian menyiasati dengan melakukan pemisahan antara tanah dengan batu kapur dengan metode pengayakkan. Tanah yang berhasil dipisahkan kemudian dicampur dengan bahan organik sehingga dapat digunakan untuk penanaman. Sedangkan bebatuan kapur dapat digunakan untuk membangun jalan.
ADVERTISEMENT
Kendala untuk menghijaukan tanah di Desa Tesabela belum selesai hingga di situ saja. Air menjadi permasalahan selanjutnya karena sangat krusial jika ingin menghijaukan daerah di sekitar. Apalagi NTT termasuk daerah yang memiliki curah hujan rendah sehingga masa kekeringan berangsur cukup lama.
Permasalahan akan sumber air ini kemudian dapat teratasi berkat kerja sama dari Coca Cola Foundation yang membantu dalam membangun embung sebagai tempat penampungan air hujan. Berbeda dengan dam atau bendungan yang menggunakan sungai sebagai sumber air, embung lebih berfungsi sebagai penampungan air hujan yang turun di sekitar sehingga tidak hilang begitu saja agar dapat dimanfaatkan.
Melihat tekstur tanah di Tesabela yang berbentuk bebatuan berkapur, maka pembangunan embung berbentuk cinta ini harus benar-benar diperhatikan. Lapisan pertama embung diberikan bahan tekstil untuk membantu agar tekanan air tidak merusak lapisan di atasnya. Kemudian di atas lapisan tekstil tersebut diberikan plastik berkualitas bernama geo membran untuk menampung air hujan.
Embung Tesabela yang berbentuk hati (love) ini memiki kapasitas sebesar 12000 meter kubik. Dengan adanya Embung Cinta Tesabela tersebut, diharapkan dapat mengairi tanaman padi seluas 2 hektar atau tanaman buah seluas 20 hektar pada saat musim kemarau. Sehingga meskipun musim kemarau tiba, masyarakat tetap dapat melakukan penghijauan sekaligus memenuhi kebutuhan pangan.
ADVERTISEMENT
Kedepannya, Kapten Budi berharap agar di sekitar Embung Cinta Tesabela ini tercipta pertanian terpadu yang memadukan pertanian dengan peternakan dan perikanan sehingga tidak membuang input yang bermanfaat. Dengan hidupnya pertanian terpadu di sekitar Embung Cinta Tesabela maka masyarakat mampu berdaya di tengah tanah tandus bebatuan.