Konten dari Pengguna

Antara Kehangatan dan Kekeringan Hati

ewia ejha putri
1. Pimpinan Lembaga PKBM Pahlawan kerinci. 2. Anggota LHKP Muhammadiyah Jambi 3. Pengamat Sosial
24 November 2023 9:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ewia ejha putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah dinamika kehidupan yang terus berubah, kita sering kali bertemu dengan manusia toxic —sosok yang hanya berpihak pada dirinya sendiri tanpa memedulikan dampaknya pada orang lain. Fenomena ini, bagaimana pun, menjadi bagian tak terelakkan dari realitas kehidupan. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa tetap menyimpan kehangatan kemanusiaan di tengah gelombang egoisme?
ADVERTISEMENT
Dalam perlombaan menghadapi kebutuhan hidup yang semakin meningkat, kita mungkin tanpa disadari melupakan sisi kemanusiaan kita. Tindakan yang terlihat sepele bagi kita bisa meninggalkan bekas luka pada orang-orang di sekitar kita. Kehadiran manusia toxic bukan hanya menyulitkan, tetapi juga menyakitkan, terutama ketika mereka yang dulu kita anggap sebagai sahabat ternyata berubah menjadi ancaman bagi kesejahteraan kita.
Ada saatnya kita mencari bantuan atau dukungan, hanya untuk dihadapkan pada ketidakpedulian atau bahkan penolakan. Merespon pertolongan seharusnya menjadi nilai mendasar, namun kenyataannya tidak selalu sesuai dengan harapan. Terkadang, kita berjumpa dengan individu di dunia akademis atau profesional yang seharusnya menjadi teladan, namun perilakunya jauh dari standar etika yang diharapkan. Begitu pula dengan orang yang terlihat sempurna di keluarga, namun bersikap menyalahkan saat masalah muncul.
ADVERTISEMENT
Paradoks perilaku manusia membuat kita bertanya-tanya, apakah kebaikan yang tulus masih ada di dunia ini, ataukah manusia hanya menghampiri ketika mereka membutuhkan bantuan dan melupakan segalanya ketika situasi membaik?
Beberapa berpendapat bahwa kunci untuk menghindari kekecewaan adalah dengan tidak terlalu menggantungkan harapan pada bantuan manusia. Mereka meyakini bahwa janji-janji yang diberikan oleh manusia dapat menyesatkan, membuat kita kehilangan kepekaan terhadap hati nurani, dan terperangkap dalam nafsu duniawi. Namun, apakah ini sekadar pandangan pahit yang disebabkan oleh kekecewaan pribadi, ataukah sebuah refleksi dari kenyataan yang sulit dihindari?
Untuk memahami lebih dalam, kita perlu merenung tentang bagaimana kemajuan teknologi, persaingan ekonomi, dan tekanan hidup sehari-hari telah mengubah dinamika hubungan manusia. Apakah nilai-nilai seperti kejujuran dan tulus ikhlas masih memiliki tempat dalam era yang semakin kompleks ini?
ADVERTISEMENT
Adakah solusi atau pendekatan yang dapat kita ambil untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan di tengah gelombang ketidakpastian ini? Mungkin melalui edukasi, pembangunan karakter, atau pendekatan lainnya, kita dapat menciptakan ruang di mana kebaikan tulus dapat tumbuh dan bertahan.
Dalam kesimpulan yang membangkitkan, perjalanan melalui interaksi manusia yang rumit dan terkadang pahit dapat mengajarkan kita untuk merefleksikan nilai-nilai yang kita anut. Meskipun kekecewaan dan luka hati mungkin menjadi sahabat di usia dewasa, kita tetap memiliki kekuatan untuk membentuk perubahan positif, baik dalam diri kita maupun di sekitar kita. Jangan biarkan pengalaman buruk meruntuhkan keyakinan kita pada kebaikan yang tulus, karena dalam ketulusan mungkin kita menemukan arti sejati dalam setiap interaksi manusiawi.
sumber : Photo Pinteres