Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kesederhanaan vs Kompleksitas Ego
6 Juni 2024 13:09 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari ewia ejha putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hidup manusia pada dasarnya sangat sederhana. Kita hanya perlu makan, buang air, dan beristirahat ketika lelah. Namun, manusia sering kali memperumit kehidupan dengan permainan ego yang penuh kerakusan dan kebencian. Mencoba mengubah dan menyelamatkan dunia sering kali hanyalah mimpi yang diilhami oleh kekacauan cara berpikir.
ADVERTISEMENT
Pola ini terlihat jelas dalam gerakan-gerakan sosial modern, terutama dalam komunitas Social Justice Warrior (SJW). Mereka melawan kebencian dengan menciptakan kebencian lebih jauh, dan melawan kebusukan dengan kemarahan yang sama membaranya. Dalam perjuangan untuk mewujudkan keadilan, mereka justru sering kali menciptakan ketidakadilan baru.
Permainan Ego dalam Perjuangan Keadilan
SJW sering kali menjadi contoh bagaimana niat baik bisa berubah menjadi bumerang. Mereka berjuang melawan ketidakadilan, namun metode yang mereka gunakan sering kali bersifat konfrontatif dan destruktif. Mereka menggunakan media sosial untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka, namun cara ini sering kali memperparah polarisasi sosial. Kebencian dan kemarahan mereka, meskipun berakar dari keinginan untuk perubahan positif, justru sering kali menciptakan lingkaran setan yang sulit dipecahkan.
ADVERTISEMENT
Gerakan SJW sering kali memanfaatkan kekuatan media sosial untuk meningkatkan kesadaran tentang berbagai isu sosial. Namun, alih-alih membangun dialog yang konstruktif, mereka sering kali menggunakan platform ini untuk menyerang dan mempermalukan pihak yang berbeda pandangan.
Praktik "cancel culture" misalnya, di mana individu atau organisasi yang dianggap melakukan kesalahan moral diserang secara massal, sering kali tidak memberikan ruang untuk perbaikan atau pemahaman yang lebih dalam.
Ini menciptakan iklim ketakutan dan ketidakpercayaan, di mana setiap orang merasa harus berhati-hati dengan apa yang mereka katakan atau lakukan, bukan karena mereka memahami kesalahan mereka, tetapi karena takut akan reaksi publik yang keras.
Paradoks Kepemimpinan Korup
Di sisi lain, kita melihat pola yang mirip dalam kepemimpinan korup di berbagai negara. Para pemimpin yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat sering kali justru menjadi sumber masalah. Mereka mengeklaim memerangi kejahatan dan ketidakadilan, namun pendekatan yang mereka gunakan lebih sering bersifat represif daripada solutif.
ADVERTISEMENT
Misalnya, kecanduan narkoba sering kali dilawan dengan tindakan militeristik yang brutal. Alih-alih mengatasi akar masalah seperti kemiskinan dan kurangnya pendidikan, pemerintah memilih untuk memberantas masalah ini dengan cara yang tidak manusiawi. Akibatnya, mereka justru menciptakan masalah baru: pelanggaran hak asasi manusia, trauma, dan kebencian terhadap aparat penegak hukum.
Pemerintahan yang korup juga cenderung membuat kebijakan yang memperparah kemiskinan dan ketidakadilan. Misalnya, proyek-proyek pembangunan yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat sering kali menjadi ladang korupsi.
Anggaran yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur dan menyediakan layanan publik diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Akibatnya, masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat justru semakin terpinggirkan.
Konsep Kesederhanaan sebagai Solusi
Di tengah kompleksitas dan kekacauan yang diciptakan oleh ego, ada keindahan dalam kesederhanaan. Orang yang kesehariannya hanya di rumah, menjalani hidup dengan sederhana, justru adalah orang yang paling berguna di dunia. Ia duduk, berjalan, makan, tidur, dan buang air. Ia tidak menciptakan polusi, tidak menebarkan kebencian dan kemarahan, dan tidak menghabiskan energi fosil dengan bepergian, seperti para pejabat yang naik pesawat pribadi untuk melakukan hal yang sia-sia.
ADVERTISEMENT
Belajar untuk menjadi tak berguna berarti belajar untuk menyadari diri kita yang sesungguhnya. Kita adalah bagian dari seluruh alam semesta ini, baik yang material maupun yang lebih dari itu. Dari kesadaran ini, kita bernapas, makan, tidur, dan buang air.
Hidup yang sederhana dan tidak terikat pada permainan ego memberikan kita kedamaian dan kebahagiaan yang sejati. Tanpa keinginan untuk mengubah dunia, kita bisa fokus pada apa yang benar-benar penting: menjaga keseimbangan dalam diri kita dan lingkungan sekitar kita.
Refleksi Filosofis tentang Kesederhanaan
Jika kita melihat dari perspektif filosofis, kehidupan yang sederhana bisa dianggap sebagai bentuk tertinggi dari kebijaksanaan. Dalam banyak tradisi spiritual, kesederhanaan dianggap sebagai jalan menuju pencerahan.
Buddha, misalnya, mengajarkan tentang melepaskan keinginan dan hidup dengan sederhana sebagai cara untuk mencapai Nirvana. Dalam ajaran Taoisme, kehidupan yang sejalan dengan Tao adalah kehidupan yang bebas dari ambisi dan keinginan yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan modern yang penuh dengan hiruk-pikuk dan tekanan untuk mencapai lebih banyak, ide untuk hidup dengan sederhana dan "tidak berguna" mungkin tampak tidak realistis atau bahkan kontra produktif. Namun, jika kita melihat lebih dalam, justru kesederhanaan itulah yang bisa memberikan kita kebebasan sejati. Dengan melepaskan diri dari permainan ego dan kerakusan, kita bisa menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang sejati.
Tantangan dalam Praktiknya
Namun, menerapkan prinsip kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang mudah. Kita hidup dalam masyarakat yang menghargai kesuksesan materi dan pencapaian pribadi. Kita diajarkan sejak kecil untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik, untuk terus mencapai lebih banyak, dan untuk tidak pernah puas dengan apa yang kita miliki. Konsep kesederhanaan dan ketidakbergunaan ini bertentangan dengan nilai-nilai yang ditanamkan dalam diri kita sejak kecil.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga tekanan sosial yang membuat kita merasa harus selalu berkontribusi dan memiliki dampak positif terhadap masyarakat. Kita merasa bersalah jika kita hanya duduk dan menikmati hidup, sementara orang lain bekerja keras untuk mengubah dunia.
Namun, perlu diingat bahwa kontribusi tidak selalu berarti harus melakukan sesuatu yang besar atau dramatis. Hidup dengan sederhana dan harmonis dengan alam juga merupakan bentuk kontribusi yang sangat berarti.
Peran Media dan Teknologi dalam Memperumit Kehidupan
Peran media dan teknologi juga tidak bisa diabaikan dalam memperumit kehidupan kita. Media sosial, misalnya, seringkali mempromosikan gaya hidup yang glamor dan penuh dengan pencapaian.
Kita dibanjiri dengan gambar-gambar orang-orang sukses yang membuat kita merasa bahwa kita juga harus mengikuti jejak mereka. Tekanan ini bisa membuat kita merasa tidak cukup baik jika kita hanya menjalani hidup dengan sederhana.
ADVERTISEMENT
Teknologi juga telah mengubah cara kita hidup dan berinteraksi dengan dunia. Kemudahan akses informasi dan komunikasi membuat kita selalu terhubung dan sulit untuk benar-benar menyendiri. Kita merasa harus selalu terlibat dan memberikan pendapat kita tentang segala hal, yang pada akhirnya membuat kita merasa lelah dan kehilangan kedamaian batin.
Mencari Keseimbangan dalam Kehidupan
Untuk mencapai keseimbangan, kita perlu belajar untuk memisahkan diri dari permainan ego dan kerakusan. Kita perlu belajar untuk menerima diri kita apa adanya dan menemukan kebahagiaan dalam hal-hal yang sederhana. Ini bukan berarti kita harus menyerah pada semua ambisi dan tujuan kita, tetapi kita perlu belajar untuk melihatnya dari perspektif yang berbeda.
Kita juga perlu belajar untuk menjadi lebih sadar akan dampak dari tindakan kita terhadap lingkungan dan masyarakat. Dengan hidup lebih sederhana dan sadar, kita bisa mengurangi jejak karbon kita dan membantu menjaga keseimbangan alam. Kita juga bisa belajar untuk lebih menghargai hal-hal kecil dalam hidup dan menemukan kebahagiaan dalam momen-momen yang sederhana.
ADVERTISEMENT
Keseimbangan juga berarti menghargai waktu kita dan tidak terjebak dalam kebiasaan multitasking yang tidak produktif. Dengan fokus pada satu hal pada satu waktu, kita bisa menikmati dan menghargai setiap momen dalam hidup kita. Kita juga bisa belajar untuk menghargai keheningan dan waktu sendirian, yang sering kali memberikan kita kesempatan untuk merenung dan menemukan kedamaian batin.