Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tolak Pelecehan: Nafsu Tidak Alasan!
5 Desember 2023 18:17 WIB
Tulisan dari ewia ejha putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi realitas zaman yang terus berkembang, fenomena pelecehan seksual menjadi sebuah isu yang tak bisa diabaikan begitu saja. Terutama ketika kita mendengar ungkapan seperti "Ah, namanya juga lelaki!" yang seringkali dijadikan alasan untuk membenarkan perilaku bejat dan merugikan perempuan. Perlu kita pahami bersama bahwa tindakan tersebut tidak dapat disepelekan dengan mudah.
ADVERTISEMENT
Sebuah kisah dari seorang teman menjadi sorotan awal. Cerita tentang lelaki yang menggoda anak gadis dan mengirim pesan tidak senonoh melalui WhatsApp, kemudian diakhiri dengan ungkapan, "Ya namanya juga lelaki." Apakah memang demikian rapuhnya laki-laki sehingga mereka merasa dapat bertindak seenaknya demi memuaskan nafsu?
Kejadian semacam ini tidak terbatas pada lingkungan masyarakat umum, tetapi juga merambah ke dunia kampus dan kantor. Seorang mahasiswa menceritakan pengalaman tidak menyenangkan dengan seorang dosen yang menggunakan kekuasaannya untuk memaksa mahasiswi berada dalam situasi yang tidak semestinya. Bahkan, seorang dosen membujuk mahasiswinya untuk bertemu secara privat dengan ancaman bahwa nilai dan karya ilmiahnya mungkin tidak akan diakui jika tidak bersedia. Apakah ini adalah cerminan dari kelemahan laki-laki yang harus memanfaatkan kekuasaan untuk memuaskan nafsu?
ADVERTISEMENT
Pertanyaan mendasar yang muncul di sini adalah apakah kita dapat membenarkan tindakan pelecehan seksual dengan dalih bahwa "namanya juga lelaki"? Seharusnya tidak. Tindakan pelecehan seksual harus dipandang sebagai suatu pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan martabat perempuan. Tidak seharusnya ada pembenaran atas perilaku bejat hanya karena seseorang adalah lelaki.
Sebagai masyarakat yang memiliki akal dan kebijaksanaan, kita perlu menyikapi isu ini dengan serius. Namun, sayangnya, terkadang kita melihat bahwa masyarakat masih terjebak dalam pandangan patriarki yang menganggap remeh tindakan pelecehan seksual dengan memberi alasan "namanya juga lelaki." Seolah-olah laki-laki tidak mampu mengendalikan diri dan bertindak sesuai dengan akal yang diberikan Tuhan.
Dalam konteks agama, perlu diingat bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan akal yang lebih tinggi daripada binatang. Jika kita menggunakan akal dengan benar, kita dapat mengelola nafsu dengan baik. Ungkapan "namanya juga lelaki" seakan-akan mengabaikan tanggung jawab moral dan akal yang seharusnya menjadi penuntun perilaku manusia. Nafsu dapat diendalikan dengan akal yang sehat, bukan dengan meremehkan norma-norma sosial dan agama.
ADVERTISEMENT
Penting juga untuk melibatkan pandangan tokoh agama, salah satunya Buya Hamka, yang dikenal sebagai pemikir Islam yang bijaksana. Beliau menegaskan bahwa dalam memahami masyarakat, kita tidak boleh terpaku pada norma-norma yang sudah ada, melainkan perlu memahami konteks dan situasi yang dihadapi. Buya Hamka juga menekankan pentingnya memperlakukan perempuan sebagai manusia, bukan sebagai objek seksual semata.
Mengutip dari Buya Hamka, "Ketahuilah bahwa tubuh perempuan bukanlah sasaran objek seksual bagi laki-laki." Ungkapan ini mencerminkan pemahaman yang mendalam akan hak-hak perempuan dalam pandangan agama. Janganlah kita lupa bahwa nilai-nilai agama mengajarkan keadilan, kasih sayang, dan keseimbangan dalam hubungan antar manusia.
Melihat realitas zaman saat ini, terdapat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menghormati hak-hak perempuan dan menghindari tindakan pelecehan seksual. Pendidikan seksual yang inklusif dan edukasi mengenai norma-norma sosial serta agama dapat menjadi langkah awal dalam merubah paradigma masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam penutup, penting untuk diingat bahwa kedewasaan sejati bukan hanya diukur dari fisik dan nafsu, melainkan dari kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dan bertindak dengan akal yang sehat. Jangan biarkan ungkapan "Namanya juga lelaki" menjadi pembenaran bagi perilaku menyimpang. Mari bersama-sama membangun masyarakat yang lebih adil, bermartabat, dan penuh kasih sayang, di mana setiap individu dihormati tanpa memandang jenis kelamin.
"Ewia Putri"