news-card-video
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Ulasan Novel Gadis Garut Sayid Ahmad Abdullah Assegaf

Fachmi Aldiansyah
F&B Service Hotel Santika
28 Mei 2022 9:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fachmi Aldiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar dari penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar dari penulis
ADVERTISEMENT
Kota Garut, kalau dengar atau membacanya selalu yang saya ingat hanya dua hal yaitu domba dan dodol. Tapi setelah membaca novel Gadis Garut karya Sayid Ahmad Abdullah Assegaf, kini ingatan saya jadi bertambah tidak hanya domba dan dodol tapi juga pemandangan hijau dan percintaan rumit antara Neng dan Abdullah yang penuh belokan-belokan tajam disajikan dalam novel ini oleh penulis. Novel ini merupakan novel terjemahan dari dua jilid buku bahasa Arab dengan judul Fatat Garut yang diterbitkan tahun 1929.
ADVERTISEMENT
Neng adalah gadis berumur kurang dari 17 tahun keturunan Arab yang cantik, berakhlak baik, dan pintar. Neng merupakan tokoh utama yang berjuang untuk lepas dari ayah dan ibunya yaitu Rusna dan Minah, yang hanya memikirkan diri sendiri dan harta tanpa memikirkan perasaan Neng. Mereka ingin menjodohkan Neng dengan pengusaha kaya raya yang berasal dari Eropa, namun Neng lebih dulu bertemu Abdullah yang juga tokoh utama, pria tampan rupawan yang lahir di Hadramaut, sejak pandangan pertama Neng langsung jatuh cinta dan yakin bahwa Abdullah bisa menolongnya lepas dari orang tua dan perjodohannya.
Jujur saja saya membeli dan membaca buku ini karena adanya tugas kuliah dan kebetulan kelompok saya kebagian novel ini. Sebelumnya saya akan kenalkan semua tokoh utama dan tokoh pembantu utama yang ada dalam novel ini, pemeran utama adalah Neng dan Abdullah. Tokoh pembantu utama ada Rusna dan Minah sebagai orang tua Neng yang hanya memikirkan harta, Rosidah si penjaga warung yang jujur dan penolong, Van Ridjik si pengusaha kaya asal Eropa yang sombong, Haji Mukhti sebagai tokoh agama dikampung, dan Sitrun pelanyan Abdullah yang setia.
ADVERTISEMENT
Diawal cerita kita akan dibawa seolah-olah sedang dalam perjalanan yang asik dan melihat pemandangan hijau yang indah sepanjang perjalanan, damai, dan sejuk, kiranya itulah yang berusaha penulis gambarkan kepada pembaca, mungkin pemandangan itu sekarang sudah tidak sama lagi, karena novel ini mengambil latar masa penjajahan Belanda tahun 1920-an. Setelah diajak melihat pemandangan yang indah, perlahan kita dibawa masuk ke dalam kisah percintaan Neng dan Abdullah yang rumit dan penuh lika-liku, begitu juga saya saat membaca novel ini penuh lika-liku, mungkin karena ini novel terjemahan saya harus beberapa kali membaca ulang bagian-bagian yang kurang saya pahami agar dapat mengerti maksudnya atau hal itu karena memang dari saya saja yang kurang sampai otaknya hehe.. alur cerita novel yang lompat-lompat akan membuat anda tidak fokus dan tidak dapat mengira ending-nya, ‘Lah?’ itulah kata yang saya tebak akan keluar dari mulut atau hati si calon pembaca. Namun banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dalam novel ini dan diterapkan dikehidupan nyata.
ADVERTISEMENT
Novel ini memang bercerita tentang percintaan romantis tapi tidak selalu romantis, dalam novel ini penulis juga menyisipkan kiritik sosial yang menurut saya masih relate dengan masa sekarang dan perlu diterapkan, salah satunya adalah terlalu cepat menilai seseorang hanya dari penampilannya saja. Selain itu, dalam novel ini juga membahas tentang sejarah-sejarah yang mungkin saya dan kalian tidak ketahui, tapi kini saya tahu karena membaca novel ini. Dalam novel ini juga penulis seolah menyampaikan bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua sama, semua punya kekurangan, dan pernah berbuat salah.
Jika saya ditanya oleh kawan saya yang sedang mencari novel bagus pasti saya akan rekomendasikan novel ini, tapi jika saya tidak ditanya oleh kawan saya, saya yang akan bertanya kepadanya ‘apa sudah baca novel Gadis Garut karya Sayid Ahmad Abdullah Assegaf?
ADVERTISEMENT