Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Peran Komisi Yudisial dalam Sistem Peradilan Ketatanegaraan Indonesia
11 Juni 2022 16:16 WIB
Tulisan dari Fachri nur arba'i tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Peran Komisi Yudisial dalam Sistem Peradilan Ketatanegaraan Indonesia
Pada masa berlakunya Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebelum di amandemen, ketentuan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka diamanatkan dalam penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945 yang menyebutkan: “Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim”.
ADVERTISEMENT
Pernyataan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan mandiri merupakan salah satu hasil Perubahan UUD 1945 khususnya Pasal 24 yang setelah diubah selengkapnya berbunyi:
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, hakim wajib melindungi dan menegakkan keluhuran dan martabat dalam pelaksanaannya setiap saat. Untuk itu, hakim membutuhkan pengawasan dalam menjalankan tugasnya. Pemantauan terhadap kegiatan hakim dilakukan oleh dua lembaga pengawas, yaitu pengawasan internal oleh Mahkamah Agung dan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial.
ADVERTISEMENT
Sejarah Komisi Yudisial dalam ketatanegaraan Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, alasan pembentukan Komisi Yudisial adalah karena sistem pengawasan intern Mahkamah Agung belum optimal. Peradilan, yang sebelumnya sepenuhnya independen dan dikendalikan oleh lembaga-lembaga internal, sekarang kewenangannya berubah menjadi kewenangan Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial sebagai sebuah lembaga yang berasal dari tuntutan reformasi (law reform) dan memiliki tugas pembaruan peradilan untuk menjaga kehormatan, martabat dan melindungi perilaku hakim saat menjalankan tugas resmi dengan langkah-langkah progresif dan proaktif.
Meskipun Komisi Yudisial merupakan lembaga yang mempunyai sifat penunjang (auxiliary organ), namun berdasarkan pada UUD 1945 Komisi Yudisial memiliki kedudukan yang sama dengan lembaga negara lain seperti MPR, Presiden, DPR, DPD, BKP, MA dan Mahkamah Konstitusi.
ADVERTISEMENT
Namun perlu dipahami bahwa lembaga peradilan diatur dalam UUD 1945 pada Bab IX yang mengatur kekuasaan kehakiman, bukan berarti lembaga peradilan merupakan salah satu pelaku yang berkuasa. Karena jelas bahwa pelaku kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan lembaga peradilan yang berada di bawahnya di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan peradilan tata negara.
Menurut Jimly Assiddiqie, Komisi Yudisial memang tidak menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman, tetapi keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Keberadaannya terkait dengan jabatan hakim yang merupakan jabatan kehormatan yang harus dijaga dan ditegakkan kehormatannya oleh suatu lembaga yang bersifat mandiri yang bernama Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial mempunyai kewenangannya sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 1 butir ke satu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang menyatakan bahwa “Komisi Yudisial adalah Lembaga Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945”. Ketentuan ini menegaskan bahwa keberadaan Komisi Yudisial adalah sebagai lembaga negara yang keberadaannya bersifat konstitusional.
ADVERTISEMENT
Selain itu Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial menyatakan bahwa “Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh dari kekuasaan lain". Kemandirian Komisi Yudisial itu dijamin oleh ketentuan pasal 24B Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim”.
Untuk menjaga kepentingan pelaksanaan kewenangannya, Peran Komisi Yudisial dalam sistem peradilan ketatanegaraan Indonesia sebagai pengawas eksternal memegang peranan yang sangat penting dan bertujuan agar para hakim dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya benar-benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kebenaran dan rasa keadilan masyarakat serta menjunjung tinggi kode etik profesi hukum.
ADVERTISEMENT
Apabila hakim melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar maka kepastian hukum, keadilan, dan kehormatan serta perilaku hakim dapat terwujud. Pengawasan eksternal terhadap hakim ditujukan agar warga masyarakat di luar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja dan kemungkinan pemberhentian hakim.
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa UUD 1945 dan perubahan-perubahannya telah mengatur mekanisme penyelenggaraan ketatanegaraan yang terkait dengan hubungan kekuasaan Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif secara seimbang. Atau dengan kata lain, terdapat hubungan check and balance antara ketiga lembaga tersebut.
Namun perlu dipertimbangkan adanya penataan kembali terhadap kewenangan lembaga pelaku kekuasaan kehakiman maupun lembaga yang fungsinya terkait dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana diuraikan di atas dalam perubahan UUD 1945 yang akan datang.
ADVERTISEMENT