Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Jaksa dalam Ajukan Peninjauan Kembali: Bisa Atau Tidak?
28 Desember 2023 8:09 WIB
Tulisan dari Muhammad Fachri Nurfaizi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Jenis upaya hukum yang dikenal dalam hukum acara pidana adalah peninjauan kembali. Peninjauan kembali (PK) merupakan jenis upaya hukum luar biasa. Pasal 263 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya. Pasal 263 ayat(1) KUHAP secara limitatif mengatur bahwa yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya. Hal ini karena secara filosofis, PK adalah instrumen untuk melindungi hak asasi terpidana.
ADVERTISEMENT
Dalam pasal 23 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman (UU ini sudah dicabut dan digantikan dengan UU No. 48/2009) pernah memberi celah kewenangan jaksa untuk mengajukan PK.
Salah satu perkara yang menarik perhatian adalah peninjauan kembali kasus Pollycarpus Budihari Priyanto, Terpidana kasus pembunuhan aktivis Munir. PK yang diajukan oleh Kejaksaan diterima oleh Mahkamah Agung. Meski kemudian, saat pasal 23 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 diuji ke MK, MK menolak dengan persoalan yang diuji adalah berkenaan dengan penerapan norma bukan persoalan konstitusionalitas norma.
Pada tahun 2016, MK melalui putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016 mengeluarkan putusan yang menegaskan bahwa pasal 263 ayat (1) harus ditafsirkan berbeda secara eksplisit sebagaimana bunyinya, sehingga jika ditafsirkan berbeda maka .dianggap inkonstitusional yang artinya bahwa Kejaksaan tidak berwenang mengajukan PK.
ADVERTISEMENT
Namun, pada tahun 2021, melalui perubahan UU Kejaksaan yakni pasal 30C huruf H UU No 11 tahun 2021 memberikan kembali kewenangan jaksa untuk mengajukan PK. Pasal ini kemudian diuji ke MK. Melalui putusan MK No. 20/PUU-XX/2022, MK membatalkan kewenangan jaksa untuk mengajukan PK.
Oleh karena itu, pasca putusan MK tersebut saat ini jaksa tidak berwenang untuk mengajukan PK. Hal ini sesungguhnya sejalan dengan rumusan kamar Mahkamah Agung kamar pidana No. PIDANA UMUM/3/SEMA 4 2014 melalui SEMA Nomor 4 tahun 2014 yang menegaskan bahwa jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK sudah jelas diatur dalam KUHAP pasal 263 ayat (1), untuk itu tidak dapat ditafsirkan dan disimpangi serta sesuai asas KUHAP bahwa hak-hak asasi terdakwa/terpidana lebih diutamakan.
ADVERTISEMENT