Konten dari Pengguna

Mahkamah Konstitusi Menjadi Objek Hak Angket: Bisa Atau Tidak?

 Muhammad Fachri Nurfaizi
Mahasiswa Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
1 Januari 2024 8:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fachri Nurfaizi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi. Foto: Muhammad Fachri Nurfaizi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi. Foto: Muhammad Fachri Nurfaizi
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengertiannya dalam UU tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3), pada Pasal 79 ayat (3) dijelaskan bahwa hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Namun, pakar hukum tata negara menilai DPR tidak bisa mengajukan Mahkamah Konstitusi yang berada dalam rumpun kekuasaan yudikatif.
"Tentu saja hak angket merupakan hak anggota DPR untuk mengajukannya. Hanya saya lihat, perlu ketepatan objek hak angket. Kalau objeknya putusan MK atau lembaga MK, tentu tidak bisa," ungkap pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari kepada wartawan, Rabu (1/11).
Alasannya posisi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif tersebut dikuatkan oleh UUD 1945. Pada Pasal 24 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka.
"Kekuasaan kehakiman itu berdasarkan pasal 24 UUD adalah kekuasaan yang merdeka. Tidak boleh diintervensi oleh hak angket," jelas Feri.
Hanya, Feri melihat ada celah mengajukan hak angket terkait putusan Mahkamah Konstitusi tentang syarat usia minimal capres-cawapres. Objeknya diganti menjadi presiden yang berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Karena presiden berpotensi konflik kepentingan dengan Ketua Mahkamah Konstitusi yang menguntungkan putra kandungnya dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jadi, mestinya objeknya merupakan pelanggaran UU oleh presiden. Karena presiden berpotensi melakukan intervensi melalui konflik kepentingan dengan ketua Mahkamah Konstitusi untuk keuntungan anak kandungnya," jelas Feri.
Presiden sebagai objek hak angket dinilai lebih masuk akal. Sebab, presiden tidak boleh mengintervensi kekuasaan dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman.
"Nah itu masuk akal. Karena presiden tidak boleh mengintervensi kekuasaan dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman," jelas Feri.
Ilustrasi Masinton Pasaribu Dalam Usulkan Hak Angket Terkait Polemik Yang Tejadi Di Mahkamah Konstitusi. Foto: Muhammad Fachri Nurfaizi
Sebelumnya, Masinton Pasaribu berupaya menggalang dukungan anggota Dewan untuk mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi. Politikus PDIP itu berpandangan MK bisa menjadi objek hak angket karena sebagai pelaksana undang-undang.
"Semua lembaga negara yang melaksanakan UU itu bisa menjadi objek angket. Iya kan? Kita kan tidak masuk kepada kewenangan yudisialnya," jelas Masinton.
Ilustrasi Habiburokhman Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Di Ruang Rapat DPR RI. Foto: Muhammad Fachri Nurfaizi
Usulan tersebut ditentang Partai Gerindra yang merupakan pengusung pasangan Prabowo-Gibran. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai usulan tersebut konyol karena Mahkamah Konstitusi bukan objek hak angket.
ADVERTISEMENT
"Ini terlalu merendahkan akal sehat kita sebagai seorang warga negara yang paham hukum, iya nggak? Coba sih Anda misalnya itu tadi kan main bola kalah diajukan banding ke pengadilan kok sekonyol itu gitu loh ya," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/11).
Dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Konstitusi bukan merupakan objek hak angket karena sebagai lembaga yudikatif tersebut dikuatkan oleh UUD 1945. Penggunaan hak angket sesungguhnya dimaksudkan untuk mengawasi lembaga eksekutif bukan lembaga yudikatif. Usulan hak angket terhadap mahkamah konstitusi pada saat ini bisa menjadi bentuk intervensi dan sangat menganggu independensi dan kemandirian mahkamah konstitusi.