Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Menilik Situs Streaming Film Bajakan di Era Digital
23 Januari 2021 5:21 WIB
Tulisan dari Fachry Muhammad Zulham tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia terus melakukan revolusi dalam dunia industri. Era revolusi dimulai saat: Revolusi Industri 1.0 yang pertama kali ditemukannya mesin uap untuk menunjang produktivitas. Pada revolusi selanjutnya adalah Revolusi Industri 2.0 yang mana ditemukannya tenaga listrik untuk menggantikan mesin uap agar adanya penekanan biaya produksi. Revolusi Industri 3.0 yaitu dengan penggunaan komputerisasi. Dan Revolusi Industri 4.0 atau dengan istilah cyber physical atau adanya konektivitas manusia, data, dan mesin. Revolusi Industri 4.0 juga kita sebut dengan revolusi digital.
ADVERTISEMENT
Terus bertumbuhnya teknologi digital dalam beberapa tahun ini merupakan suatu hal yang tidak bisa kita pungkiri lagi. Teknologi digital sendiri telah memasuki ke dalam rongga-rongga kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Dengan perkembangan teknologi digital yang terus terjadi, keharusan akan kecepatan dan kemudahan selalu ada untuk mendorong kita untuk terus melakukan inovasi demi mendukung kebutuhan akan kehidupan masyarakat itu sendiri.
Karena kemajuan teknologi digital atau revolusi industri 4.0 tadi melahirkan sesuatu yang kita kenal saat ini yaitu internet, atau Internet of Things. Yang singkatnya kita selalu tersambung ke jaringan raksasa. Penggunaan internet dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu hal yang biasa untuk saat ini. Seperti yang dilansir oleh antaranews.com, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis Survei Jumlah Pengguna dan Penetrasi Internet 2019-2020 (Q2) yang menghasilkan 73 persen masyarakat Indonesia telah terhubung dengan internet.
ADVERTISEMENT
Fasilitas internet sendiri digunakan sebagai tujuan untuk pemenuhan kebutuhan. Berkat internet apapun kebutuhan kita sebagai manusia dapat terpenuhi, mulai dari kebutuhan sehari-hari, bersosialisasi, mencari informasi, dan sampai kepada pemenuhan kita untuk kebutuhan hiburan. Dilansir ceritaprasmul.com pada tahun 2018, peneliti DQ Institute Dr. Syam Surya mengatakan bahwa karena sudah terkoneksinya dunia dengan internet, gadget dan teknologi itu sendiri menjadikan sebuah lifestyle atau gaya hidup bagi generasi sekarang terkhususnya. Dr Syam mengatakan bahwa Generasi Z di Indonesia menghabiskan hampir 70% waktu mereka di depan layar.
Karena adanya internet tadi media kita yang dahulu bersifat konvensional mendapatkan pengaruh karena adanya konvergensi. Jika kita lihat kita dapat membaca buku atau media massa lainnya dengan menggunakan gadget secara digital. Adanya teknologi streaming dari siaran televisi, radio dan bahkan industri perfilman. Artinya berbagai jenis industri yang ada terkena dampak dari hasil revolusi yang dibuat dari penemuan manusia dari masa ke masa.
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai film, bioskop merupakan tempat sebagai sarana distribusinya. Seiring dengan perkembangan zaman film mulai didistribusikan melalui VCD dan DVD. Dan singkat cerita karena berkembangnya teknologi internet dan website menjadi sarana yang menunjang produksi sekaligus distribusi dari film itu sendiri. Hadirnya konsep website yang siapa saja dapat menikmati film dengan hanya mengakses melalui komputer ataupun gawai dan terkoneksi dengan internet.
Kemunculan streaming atau situs film bajakan ini merupakan persoalan yang sensitif di era digital. Mengapa demikian? Karena penayangan film bajakan tersebut termasuk dalam pembajakan digital dan perihal pelanggaran hak cipta. Teknologi internet yang sifatnya terus berkembang membuat distribusi konten bajakan khususnya membuatnya semakin bebas. Dengan sentuhan klik dan bermodalkan alamat URL website, kita bisa mengunduh (download) konten digital yang kita mau melalui komputer atau gawai yang kita miliki. Selain dengan mengunduh, adanya fenomena website streaming film juga mempermudah akses pengunjung website tersebut untuk menonton langsung dan menikmati film-film yang tersedia.
ADVERTISEMENT
Website atau situs bajakan terkait streaming film di Indonesia juga tidak kalah banyaknya. Ini dibuktikan pada 2019 lalu Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate mengklaim bahwa Kominfo telah memblokir sebanyak lebih dari 1.000 situs streaming video bajakan alias bajakan (sumber kompas.com). Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa dari dulu pemerintah telah memblokir banyak situs website streaming film bajakan tetapi website serupa akan muncul kembali bak tumbuhan parasit? Jika kita lihat dari sudut pandang oknum penyedia website, mereka terus mempertahankan website streaming dengan motif ekonomi atau untuk memperoleh penghasilan.
Adanya website streaming film bajakan ini terus ada karena oknum penyedianya mempunyai motif ekonomi yang seperti saya katakan sebelumnya. Para penonton atau pengunjung website yang ingin menikmati film melalui website harus berdamai dengan ketidaknyaman mengakses website. Para penonton harus melihat iklan-iklan yang terpampang di setiap halaman website yang akan diakses. Iklan yang ditampilkan di halaman website streaming film bajakan biasanya berisi iklan judi. Dikutip dari laman berita kumparan yang berjudul “Berapa Pendapatan Situs Nonton Film Bajakan LK21?” memuat bahwa pada tahun 2017, situs LK21 dapat menarik 8 juta orang per hari menurut analisis trafik Alexa. Jika setiap orang yang mengunjungi website tersebut mengklik iklan maka pemilik situs tersebut dapat menghasilkan Rp 10 per iklan. Yang mana estimasi dari pendapatan pemilik situs pada tahun 2017 mendapatkan keuntungan hingga Rp 80 juta per hari. Menurut Tangguh Okta Wibowo (2018: 201) Salah seorang pemilik website streaming film, mengaku bahwa modal untuk membuat sebuah website streaming film sekitar $100 atau sekitar Rp 1,3 juta per tahun sebagai biaya untuk domain dan hosting. Bisa kita bayangkan berapa besar pendapatan pemilik website yang melakukan bisnis ini.
ADVERTISEMENT
Lessig berbicara tentang pembajakan, hukum telah mengatur tentang kepemilikan kreatif atau disebut dengan hak cipta dan persebarannya sebagai hak intelektual (Lessig, 2004).Jika kita melihat dari banyaknya situs website streaming film bajakan yang ada, tidak hanya terjadi di Indonesia saja bahkan di seluruh dunia. Artinya apa internet yang ada saat ini mendukung penyebaran konten itu sendiri dalam hal ini pendistribusian file digital khususnya film.
Keberadaan website atau situs streaming film bajakan yang merupakan pelanggaran hukum terhadap hak cipta seseoarang terhadap pembuatan film diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan antara lain yaitu: (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Pasal 113 ayat (3) dan (4) UU Hak Cipta mengatakan bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta, apabila dilakukan dalam bentuk pembajakan, maka akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak 4 miliar rupiah. Dan (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 25 UU ITE menyatakan bahwa informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Menurut Lessig dalam Tangguh Okta Wibowo (2018:198) seharusnya hukum tidak meregulasi salinan/reproduksi modern, tetapi lebih kepada distribusi ke publik salinan dari produk berhak cipta.Artinya pendekatan secara terbuka untuk mengatur ulang norma baru yaitu tentang regulasi ulang terhadap pertukaran file digital. Entah itu bertujuan untuk mencari profit atau sekedar murni berbagai file.
Mengapa norma perlu diregulasi ulang terhadap faktor penegakan hukum tentang keberadaan website/situs streaming film bajakan? Faktor masyarakat yang pertama menjadi salah satu faktor penting terhadap penegakan website/situs streaming film bajakan. Perlunya sosialisasi dari pemerintah terhadap kesadaran hukum yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Isi dari sosialisasi dan pengetahuan nya adalah tentang bahaya yang ditimbulkan saat mengaksesnya. Faktor kebudayaan menjadi faktor yang kedua agar masyarakat dapat menentukan tindakan dan sikap dalam berbuat sesuatu yang tidak melanggar hukum yang berlaku khususnya terkait dengan hak cipta. Dan lebih memperkenalkan situs film ilegal yang ada saat ini seperti Netflix, iflix, viu, dan lainnya. Supaya takut atau khawatir terhadap virus dan malware.
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi digital yang cepat membuat cepat dan mudah nya penyebaran konten file digital khususnya dalam dunia perfilman. Kita bebas mengambil manfaat secara gratis dari karya orang lain di internet. Film yang dulunya didistribusikan melalui bioskop perlahan mulai digantikan dengan zaman yang serba digital hingga saat ini. Kemunculan website/situs streaming film bajakan yang berembel-embelkan gratis menjadi sesuatu yang tidak bisa kita hindari karena kemajuan teknologi internet. Jika dilihat dari oknum pelaku pembuat situs streaming film bajakan motif ekonomi untuk mendapatkan profit dengan memasang iklan di setiap sudut lama web merupakan sesuatu kepentingan pribadi. Walaupun sudah adanya Undang-undang yang mengatur tentang pembajakan film di dunia digital, nyatanya pemerintah hanya melakukan pendekatan tertutup yaitu secara memaksa, dengan melakukan pemblokiran website/situs streaming film digital. Yang mana kedepannya akan muncul website/situs-situs baru menggantikan yang lama. Perlu adanya regulasi baru tentang kondisi pertukaran file digital. Penanaman Digital Intelligence Quotient (DQ) khususnya Hak digital merupakan sesuatu yang seharusnya sudah dipersiapkan agar para generasi atau masyarakat saat ini memahami betul tentang menjunjung tinggi hak-hak yang ada di didunia digital khususnya terhadap kekayaan intelektual dan agar pengguna teknologi lebih bijaksana dan bertanggung jawab atas apa yang ia gunakan. Semoga kedepannya 8 program kecerdasan digital harus diterapkan dalam sistem pendidikan kita. Yang nantinya akan sangat berguna untuk menghadapi era revolusi industri 4.0.
ADVERTISEMENT