Skandal Facebook dan Kesadaran Kita

Konten dari Pengguna
1 Mei 2018 13:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ikhwan Reza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Facebook (Foto: AFP PHOTO /  Martin Bernetti)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Facebook (Foto: AFP PHOTO / Martin Bernetti)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dunia goncang saat baru-baru ini tersiar kabar bahwa jejaring sosial terbesar di dunia, Facebook, dihadapkan pada skandal penyalahgunaan data pribadi pengguna. Hal ini menyusul bocornya data 50 juta pengguna kepada Cambridge Analytica yang merupakan konsultan politik Donald Trump pada pemilu Amerika yang lalu.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya Facebook sedang menghadapi public distrust yang cukup serius, seperti mudahnya tersebar berita hoax di timeline, bahkan sampai sangat sulit dimengerti mana berita yang benar dan palsu. Kasus kebocoran data ini seolah menjadi puncak kemarahan publik terhadap Facebook. Hal ini mengantarkan Facebook menghadapi “cobaan” terbesarnya sejak didirikan.
Awal terungkapnya kasus ini ke publik adalah saat New York Times pada 17 Maret 2018 mengangkat pembahasan berjudul “How Trump’s Consultant Exploited the Facebook Data of Millions” dan theGuardian dengan tajuk “Revealed: 50 million Facebook profiles harvested for Cambridge Analytica in major data breach”. Berita inilah yang menjadi alasan kehebohan di seluruh dunia. Apalagi berkaitan dengan politik di Amerika, maka tidak heran terjadi kegaduhan.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan sikap kita selaku pengguna? Untuk lebih memahami apa yang terjadi, akan lebih baik jika saya mencoba menjelaskan runtutan cerita bagaimana data facebook tersebut bocor.
Pada 2014, seorang data scientist dan researcher dari University of Cambridge membuat sebuah aplikasi Facebook bernama “This is your digital life”. Lebih dari 270.000 kali digunakan dan orang-orang memberikan datanya untuk diakses.
Aplikasi ini meminta akses pengguna untuk dilihat datanya dari profil facebooknya dengan alasan untuk penelitian. Namun, pada waktu itu, pengaturan API facebook memungkinkan untuk mengambil data-data teman dari pengguna yang menggunakan aplikasi tersebut. Maka tidak heran, data yang didapat bisa lebih dari 50 juta pengguna.
Kogan mengatakan bahwa dirinya dengan jelas membuat term and conditions kepada pengguna bahwa data yang diberikan oleh pengguna akan digunakan dalam lingkup yang luas, termasuk untuk dijual dan dilisensikan. Facebook tidak melakukan apa-apa hingga tahun 2015, lalu facebook menghapus/memblokir aplikasi “This is your digital life” dan meminta Kogan untuk menghapus datanya.
ADVERTISEMENT
Kogan mengaku telah menghapus data itu. Namun, tim verifikasi Facebook akhir-akhir ini menemukan laporan dan mengatakan bahwa Kogan telah berbohong. Kogan diduga telah memberikan data itu kepada Strategic Communication Laboratories (SCL) dan Cambridge Analytica (afiliasi SCL) tanpa memberi tahu pengguna.
Akhirnya pada 2016, Trump yang menjadi klien Cambridge Analytica membayar $6 juta untuk memberikan iklan kepada pengguna internet atau calon pemilih sesuai dengan profile dari data-data yang telah dikumpulkan. Facebook segera memperbaiki pengaturan API dan berbagai hal yang perlu untuk memastikan data pengguna aman dan tentunya menyelamatkan kepercayaan kepada jejaring sosial terbesar di dunia tersebut.
Sebenarnya, hal ini bukan yang pertama kali dilakukan. Pada pemilu 2012, tim sukses Obama juga membuat aplikasi dan melakukan hal yang cukup mirip. Bedanya, tim presiden Obama menjelaskan kepada pengguna untuk apa data tersebut dipergunakan, sedangkan Cambridge Analytica mengambil data ini secara diam-diam dan tidak mendapatkan izin dari penggunanya melalui Personality Quiz yang dibuat oleh Aleksandr Kogan.
ADVERTISEMENT
Saat ini Facebook telah memperketat penggunaan API kepada developer aplikasi, diharapkan penggunaan informasi dapat lebih aman dan transparan. Bagaimana nasib Facebook jika terus menerus menghadapi cobaan “Kepercayaan” dari pengguna? Biar waktu yang menjawabnya.
Sikap Pengguna Internet
Hal lain yang sangat menarik untuk kita bahas adalah bagaimana sikap kita sebagai pengguna Internet. Tapi sebelum melangkah lebih jauh, saya ingin menjelaskan tentang regulasi perlindungan data pribadi untuk membuat kita semakin memahami berharganya data kita.
Pada 25 Mei 2018, akan segera diberlakukan GDPR (General Data Protection Regulation). GDPR adalah standar regulasi perlindungan data di Uni Eropa dan 111 negara sudah bergabung. Berlakunya GDPR membuat Uni Eropa tidak bisa melakukan bisnis dengan negara yang tidak mengikuti standar perlindungan data pribadi.
ADVERTISEMENT
Indonesia sendiri sedang mempersiapkan RUU Perlindungan Data Pribadi. Negara mengatur bagaimana data-data pribadi agar digunakan oleh pihak yang bertanggung jawab secara bijak, dan atas persetujuan dari pengguna itu sendiri.
Pengguna Internet telah men-generate banyak sekali data setiap harinya. Semua kegiatan kita sekarang telah menjadi data yang ketika diolah dapat menghasilkan sesuatu yang berharga sekali. Tidak heran sampai ada kutipan bahwa “Data is the new Oil”, bahkan bisa lebih berharga daripada minyak. Oleh karena itu, pengguna internet perlu menyadari bahwa:
1. Sadar bahwa data kita berharga
Data yang kita miliki itu berharga. Jika data kita akan dimanfaatkan untuk keuntungan perusahaan, maka seharusnya kita juga berhak sesuatu atas berharganya data kita. Serta kita harus memastikan bahwa data kita dimanfaatkan atas seizin kita sebagai pemilik data.
ADVERTISEMENT
2. Kritis Tentang Penggunaan Data
Kesadaran pentingnya data kita perlu ditunjukkan dengan meningkatkan awareness kita, selalu membaca dan update informasi tentang keamanan data pribadi. Selain itu, jika mendaftar ke suatu layanan baik online maupun offline, maka kita perlu benar-benar membaca dan kritis bertanya terkait dengan term and conditions, terutama mengenai penggunaan data kita.
3. Tidak sembarangan memberikan data
Banyaknya aplikasi yang berseliweran di internet jangan langsung di klik dan kita jangan langsung menggunakannya (yang terkadang meminta kita untuk memberikan data). Tetapi, cari tahu kembali siapa yang membuat aplikasi tersebut dan apakah terpercaya. Pastikan dan hati-hati agar pihak yang kita berikan datanya tidak menyalahgunakan data pribadi kita.
4. Laporkan jika merasa datanya disalahgunakan
ADVERTISEMENT
Nah, jika kita merasa bahwa data kita telah disalahgunakan tanpa seizin kita dan merasa dirugikan (misalnya keberatan jika ditelepon untuk kepentingan ditawarkan produk-produk tertentu), maka pengguna dapat melapor dan mempidanakan serta meminta pertanggungjawaban. Mengapa hal itu dapat dilakukan? Karena para penyelenggara jasa baik online maupun offline yaitu pihak pemegang berbagai data kita, wajib menjaga data pribadi (kerahasiaan, keutuhan, ketersediaan jika pengguna menginginkan untuk diakses).
Kesadaran masyarakat akan pentingnya data diharapkan dapat terbentuk dan terus tumbuh saban hari. Masyarakat yang cerdas dengan penggunaan datanya adalah indikasi bahwa Indonesia sedang dijalan yang benar menuju kemajuan. Mari Jaga Data Kita!
Oleh: Ikhwan Reza Penulis adalah CEO BagiData Innovator di PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk
ADVERTISEMENT