Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengidentifikasi Bid’ah dengan Analisis Ushul Fiqh
30 Agustus 2024 13:24 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Naufal Fadhail tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Abu al-Husain bin Faris bin Zakriya menjelaskan makna kata bid’ah. Dari segi bahasa kata bid’ah berasal dari kata bada’a yang bermakna menciptakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Demikian pula Ibnu Manzhur menguraikan bahwa bid’ah bermakna menciptakan sesuatu. Sementara kata bid’ah sendiri bermakna sesuatu yang baru atau inovasi baru dalam beragama.
ADVERTISEMENT
Pengertian bid’ah secara substantif adalah kreasi dari seseorang (muslim) dalam melaksanakan ibadah kepada Allah swt secara benar. Kreasi ini tidak selamanya berkonotasi negatif (jelek), bahkan beberapa dari kalangan sahabat Rasulullah SAW yang melakukannya justru mendapat respon positif dari Rasulullah saw.
Dalam ilmu ushul fiqh hukum ditetapkan berdasarkan dua sumber hukum utama yaitu dalil aqli dan dalil naqli. Dalil aqli merupakan bentuk ijtihad seorang mujtahid dengan menggunakan akal untuk menemukan kesimpulan hukum, sedangkan dalil naqli merupakan dalil rujukan dalam melakukan ijtihad. Dalil naqli yang menjadi rujukan utama dalam berijtihad yaitu alquran dan sunnah.
Dalam konteks bid’ah, sebelum melakukan ijtihad tentunya harus mengetahui dahulu hukum asal bid’ah tersebut menurut alqur’an dan sunnah. allah berfirman dalam Q.S Al-Maidah: 3
ADVERTISEMENT
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”
Dalam ayat tersebut Allah berfirman kepada Muhammad “Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu” yang artinya Islam telah sempurna dengan ajaran yang telah ada di dalamnya. Maka dengan ini tertolak adanya bid’ah dalam Islam. Dalam dalil lain juga terdapat hadist yang mendukung dalil Al-Qur’an di atas
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari dua dalil di atas dapat disimpulkan bahwa bid’ah hukumnya haram dan tidak dibenarkan dalam Islam. Namun pertanyaannya apa saja lingkupnya? sehingga hal tersebut teridentifikasi bid’ah dan haram untuk diterapkan.
Dalam hadist riwayat An-Nasa’I sedikit memperjelas makna dari bid’ah yang haram tersebut, yaitu
مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)
ADVERTISEMENT
Dalam hadist ini ulama berbeda pendapat dalam memahami makna bid’ah, yaitu pada makna “وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ” yang artinya adalah setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah.
Ulama salaf memandang makna كُلَّ disini ialah segala sesuatu bentuk keyakinan dan ibadah dalam menjalankan ajaran agama. Maka segala bentuk pengadan-adaan seusatu yang berkaitan dengan agama dalam hal tersebut dipandang sebagai bid’ah, dan hukumnya haram.
Perbedaan ulama khalaf melihat makna كُلَّ. Dengan mempersempit makna bid'ah, yaitu dengan membaginya menjadi dua bagian, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah, sehingga memudahkan dalam mengidentifikasi bid'ah yang haram.
Letak perbedannya yaitu ulama salaf tidak menerima istilah bid'ah hasanah dan bid'ah sayyiah. Mereka tetap pada pendiriannya dengan memaknai bid’ah dalam arti luas. Hal tersebut berdampak terhadap implementasinya yang kadang keliru dalam melahirkan fatwa.
ADVERTISEMENT
Bid'ah hasanah adalah inovasi baru yang tidak bertentangan dengan ajaran dan keyakinan dalam Islam yang sudah diatur dalam nash (Al-Qur'an dan Sunnah). Bid'ah Hasanah tidak bersinggungan dengaan aqidah dan ibadah yang telah ada ketentuannya. Lahirnya bid’ah hasanah merupakan respon dalam keperluan zaman yang terus berkembang. hasil fatwanya juga bersifat positif dan mengandung maslahat di dalamya. Sehingga dapat diterima dan diterapkan oleh umat sebagai sesuatu yang baru dalam beragama.
Jika bid’ah hasanah dibolehkan, maka terdapat bid’ah yang dilarang, yaitu bid’ah sayyiah. Bid’ah inilah yang dimaksud dalam nash yang melarang adanya bid’ah. Bid'ah sayyi'ah adalah inovasi bertentangan dengan ajaran yang sudah ada ketentuannya dalam nash. Bid'ah sayyiah merupakan pembaruan yang bersifat negatif dan mengandung madharat yang dapat menyebabkan kesesatan dan memecah belah umat. Dalam ijtihad bid'ah sayyiah biasanya masuk kepada lingkup aqidah dan ibadah yang dapat merusak syariat yang telah ada. Sehingga haram hukumnya hasil ijtihad tersebut diikuti dan diterapkan di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT