Menata Ulang Makna Emansipasi di Hari Kartini

Fadhilah Permata Nira
International Relations
Konten dari Pengguna
22 April 2021 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadhilah Permata Nira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kartini beserta adik-adiknya, Roekmini, Kartinah, dan Soemarti berfoto bersama para murid di Jepara, Jawa Tengah (abad IX-XX). Foto: Dok. Shelfmark KITLV 503280
zoom-in-whitePerbesar
Kartini beserta adik-adiknya, Roekmini, Kartinah, dan Soemarti berfoto bersama para murid di Jepara, Jawa Tengah (abad IX-XX). Foto: Dok. Shelfmark KITLV 503280
ADVERTISEMENT
21 April merupakan salah satu hari bersejarah dan penuh makna bagi bangsa Indonesia terutama bagi kaum perempuan karena dianggap sebagai momentum yang harus disyukuri seluruh perempuan Indonesia dan dijadikan sebagai titik balik, fase perenungan tentang makna emansipasi yang erat dengan nilai kebebasan, keberanian, keadilan dan kesetaraan.
ADVERTISEMENT
Nilai-nilai emansipasi yang penuh akan kebebasan, keberanian, keadilan dan kesetaraan membuat perempuan Indonesia semakin banyak mengambil peran yang diharapkan bernilai solider. Solidaritas dan Emansipasi merupakan cita-cita yang harus dirawat oleh perempuan Indonesia.
Makna emansipasi yang seharusnya bermakna universal justru diarahkan pada satu dimensi untuk mengukur emansipasi dengan mensimplifikasi beberapa hal atau mengukur emansipasi hanya dari sektor per sektor. Upaya mengukur emansipasi secara simpel hanya akan mempersempit makna emansipasi.
Makna emansipasi seharusnya disikapi sebagai proses untuk mencapai keadilan bagi semua kelas sehingga perlu adanya semangat persatuan bagi seluruh perempuan. Hal ini karena setiap perempuan memiliki persoalan yang berbeda sehingga membutuhkan solusi yang berbeda. Oleh karena itu, tidak boleh melihat persoalan-persoalan perempuan hanya secara umum atau universal.
ADVERTISEMENT
Cara pandang universal merupakan salah satu hal yang mampu memecahkan persatuan antar perempuan dan menyebabkan munculnya gerakan-gerakan perempuan yang meskipun memiliki musuh yang sama namun lebih memilih untuk melakukan negasi antar sesama. Ini adalah fenomena yang sangat disayangkan karena benar-benar bertentangan dengan nilai solidaritas dan emansipasi.
Hal tersebut seharusnya dapat dijadikan pelajaran oleh perempuan Indonesia untuk tidak terjerat dalam gerakan emansipatoris yang hanya menggiring isu-isu besar semata dan hanya memberikan akses kepada perempuan-perempuan yang sebenarnya sudah memiliki akses dengan meminggirkan kebutuhan perempuan-perempuan yang membutuhkan akses.
Dalam memaknai emansipasi, perempuan Indonesia seharusnya mampu melihat garis paling belakang, kelas paling bawah, kelompok perempuan yang paling dirugikan agar dengan semangat kolektif dan solid mampu membangun dimensi intersektor untuk mendukung emansipasi yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Hal penting lain yang harus diperhatikan adalah setiap perempuan hadir dengan segala perbedaan sehingga akan menghantarkan masing-masing perempuan dalam dimensi kebutuhan yang berbeda. Perempuan yang ada di Indonesia memiliki permasalahan yang berbeda dengan perempuan yang ada di Amerika Serikat.
Perempuan Indonesia harus melawan hegemoni agama yang dipenuhi dominasi maskulinitas, perempuan Amerika Serikat harus melawan ketimpangan terkait kelas atau ras kulit hitam dan putih.
Perbedaan persoalan yang dihadapi oleh perempuan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi wilayah maupun budaya yang harus disikapi dengan strategi yang berbeda namun dengan tujuan yang sama agar dimensi intersektor semakin mampu mendorong tercapainya emansipasi bagi perempuan.
Perempuan Indonesia masa kini harus bersinergi, bersatu dan membangun kekuatan kolektif intersektor yang mumpuni sehingga tidak lagi terjerat dalam ilusi emansipasi. Semoga momentum Hari Kartini tahun ini dapat dijadikan sebagai fase untuk menata ulang implementasi nilai-nilai emansipasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selamat Hari Kartini dan jadilah versi terbaik atas dirimu sendiri.