Konten dari Pengguna

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura: Harapan Baru Pemberantasan Korupsi

Fadhil Huwaiza
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia.
27 Desember 2023 8:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadhil Huwaiza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: Freepik
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tindak pidana korupsi merupakan suatu permasalahan yang bisa ditemukan hampir di seluruh negara, termasuk Indonesia. Tentunya permasalahan ini mewarnai keadaan isu politik di berbagai negara dan sudah mendapat tanggapan dengan berbagai upaya dan strategi dalam pemberantasannya oleh pemerintah. Pemberantasan tersebut sangat perlu dilakukan mengingat kegiatan tindak pidana korupsi akan merusak sistem tatanan masyarakat, penderitaan yang dialami oleh masyarakat dalam berbagai sektor, ekonomi biaya tinggi, munculnya berbagai masalah sosial dalam masyarakat, dan sikap frustasi atas ketidakpercayaan dan apatis terhadap pemerintah.
ADVERTISEMENT
Bangsa Indonesia menghadapi tiga permasalahan besar, yaitu korupsi, ketidakefisienan birokrasi, dan ketertinggalan infrastruktur. Hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) Tahun 2016 di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 1 Desember 2016. Dari pernyataan Presiden, mengisyaratkan bahwa korupsi merupakan musuh terbesar bangsa Indonesia. Kondisi tersebut juga masih menjadi masalah utama hingga hari ini, dimana Indonesia menempati peringkat ke-110 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2022. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah serius di Indonesia.
Maraknya para pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa penegakkan hukum selama ini ternyata belum sepenuhnya memberikan efek jera bagi para koruptor. Mereka ulung dalam menghindari jeratan hukum dengan jalan memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem hukum itu sendiri. Terbukti banyak koruptor Indonesia yang sengaja melarikan diri ke negara lain untuk menghindari jeratan hukum pidana. Hal ini menghambat aparat penegak hukum Indonesia untuk menegakan hukum terhadap para koruptor. Salah satu negara yang menjadi tujuan utama para koruptor tersebut adalah Singapura.
ADVERTISEMENT
Salah satu upaya dalam memberantas koruptor yang kabur ke luar negeri adalah dengan mengadakan perjanjian ekstradisi. Ekstradisi adalah kesepakatan suatu negara apabila menemukan individu yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atas tindak pidana, termasuk kasus korupsi. Di negara yang menjadi mitra kesepakatan tersebut maka berkewajiban mengekstradisi (mengembalikan) orang tersebut dari negaranya dan tidak boleh dilindungi. Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura akhirnya resmi ditandatangani kedua belah negara pada 25 Januari 2022 di Bintan, Kepulauan Riau setelah mulai diupayakan pemerintah Indonesia semenjak 1998 silam (Kemenkumham RI, 2022).
ADVERTISEMENT
Linimasa Perjanjian Ekstradisi RI - Singapura
Sumber foto: BPMI Setpres/Laily Rachev
Membutuhkan waktu yang lama untuk mengupayakan perjanjian ekstradisi yang dilakukan Indonesia terhadap Singapura. Pasalnya, masing-masing pihak ingin mendapatkan perjanjian yang tidak merugikan kedua belah pihak dan sejalan dengan kerangka hukum nasional. Ekstradisi ini pada hakekatnya merupakan salah satu implementasi dari United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dimana Indonesia dan Singapura baru menandatangani tetapi belum meratifikasi (Wicaksana, 2016).
Berikut linimasa perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang dilansir dari Kemenkumham RI pada 2022:
ADVERTISEMENT
Makna Perjanjian Ekstradisi Bagi Indonesia
Sumber foto: Freepik
Menteri Hukum dan HAM RI menjelaskan bahwa ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi (pengembalian) bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara yang menjadi tempat pelarian para pelanggar tindak pidana untuk dilakukan penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi. Dengan adanya Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura ini juga akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri. Pasalnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong. Apabila kedua negara telah melakukan kesepakatan perjanjian ekstradisi maka hal tersebut sangat membantu dalam mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi dan terorisme (BPHN Kemenkumham RI, 2022).
ADVERTISEMENT
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, yang telah lama dinantikan, membuka babak baru dalam perjuangan melawan korupsi. Dengan ini, harapan baru muncul bagi pemerintah Indonesia untuk lebih efektif mengejar koruptor yang melarikan diri. Namun, keberhasilannya akan sangat bergantung pada implementasi dan kerja sama yang berkelanjutan antara kedua negara, serta komitmen mereka terhadap transparansi dan keadilan. Dengan adanya perjanjian ini, selain membantu aparat hukum dalam menjalankan tugasnya, diharap juga bisa membangun kembali citra baik pemerintah dalam memberantas pelaku tindak pidana di mata masyarakat Indonesia.