Konten dari Pengguna

Penyakit Leptospirosis : Penyakit Menular Berbahaya yang Meningkat di Indonesia

fadhlakhoirinnisa
mahasiswa aktif s1 keperawatan uin jakarta
20 Oktober 2024 17:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari fadhlakhoirinnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://cdn.pixabay.com/photo/2014/09/10/17/44/rat-440987_1280.jpg
zoom-in-whitePerbesar
https://cdn.pixabay.com/photo/2014/09/10/17/44/rat-440987_1280.jpg
ADVERTISEMENT
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri “Lestospira” yang dapat menginfeksi manusia maupun hewan. Penyakit ini menyebar melalui air atau tanah yang terkontaminasi urin dari hewan yang terinfeksi, seperti tikus. Lestospirosis sering ditemukan di daerah tropis dengan curah hujan tinggi, seperti Indonesia, terutama selama musim hujan Ketika banjir yang meningkatkan paparan terhadap air yang terkontaminasi.
ADVERTISEMENT
Kejadian leptospirosis di negara subtropic berkisar antara 0,1-1 kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan di negara tropis, kejadian ini berkisar antara 10-100 kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun. Tingginya angka kejadian itu di daerah yang memiliki iklim tropis dan subtropis, dapar dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang kurang baik.
International Leptospirosis Society menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan kasus kematian leptospirosis yang relatif tinggi, yaitu berkisar antara 2,5%-16,45% atau rata-rata 7,1%, dan Indonesia termasuk peringkat tiga di dunia.
Pada manusia, gejala leptospirosis bervariasi, mulai dari demam ringan hingga penyakit yang lebih parah, seperti gagal ginjal akut, penyakit kuning, dan meningitis. Gejala awal penyakit ini sama seperti penyakit demam lainnya, sehingga leptospirosis sering salah diagnosis. Namun, jika tidak diobati, leptospirosis dapat menyebabkan komplikasi serius, bahkan kematian.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, leptospirosis sering dikaitkan dengan banjir, terutama di daerah kepadatan populasi yang tinggi. Studi di Yogyakarta menunjukkan bahwa peternakan dan penggunaan sumber air terbuka merupakan faktor risiko utama untuk penularan leptospirosis pada hewan dan manusia.
Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2011 menyebutkan bahwa jumlah kematian kasus adalah 6,87% dengan rincian kejadian tertinggi penyakit leptospirosis di Kota Yogyakarta (CFR = 17,95%), Kabupaten Bantul (CFR = 7,79%), Kabupaten Kulon Progo (CFR = 5,78%), Kabupaten Gunung Kidul (CFR = 5,56%). Kejadian terendah penyakit leptospirosis berada di Kabupaten Sleman (CFR = 4,41%).
Kabupaten Sleman memamg memiliki angka CFR terendah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tetapi Kabupaten Sleman masih diatas angka CFR secara nasional, yaitu sebesar 2,5-16,45%. Kabupaten Sleman merupakan daerah dengan kecenderungan terjadi peningkatan penyakit leptospirosis. Case Fatality Rate (CFR) kasus leptospirosis di Kabupaten Sleman pada tahun 2007 sebesar 12,5% (8 kasus dan 1 meninggal). Pada tahun 2008 sebesar 6,06% (33 kasus dan 2 meninggal). Pada tahun 2009 sebesar 6,25% (80 kasus dan 5 meninggal). Pada tahun 2010 sebesar 4,69% (64 kasus dan 3 meninggal). Dan pada tahun 2011 sebesar 4,41% (68 kasus dan 3 meninggal). Rata-rata angka CFR dari tahun 2007 sampai 2011 di Kabupaten Sleman yaitu 6,78% dan itu berada diatas angka CFR secara nasional.
ADVERTISEMENT
Upaya penanggulangan yang dilakukan di Kabupaten Sleman hanya terbatas pada penyuluhan dan pengobatan penderita. Sedangkan pencarian penderita, cara pencegahan, penularan leptospirosis dari tikus ke manusia itu belum pernah dilaksanakan secara terpadu. Sebagian besar masyarakat di Kabupaten Sleman belum mengetahui terkait penyebab, faktor risiko, dan cara pencegahan leptospirosis. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya informasi faktor-faktor yang berasosiasi dengan kejadian leptospirosis.
Beberapa waktu yang lalu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tergenang banjir selama 10 hari. Kepala Dinas Kesehatan Bekasi, Alamsyah, menyebutkan bahwa sampai saat ini masih belum ada laporan kasus leptospirosis baik dari puskesmas maupun dari rumah sakit (Jumat, 3 Maret 2023). Alamsyah juga mengatakan bahwa penyakit leptospirosis sangat berbahaya bagi manusia. Infeksi bakteri leptospira tidak boleh dianggap enteng atau hanya dianggap penyakit infeksi biasa karena berpotensi menimbulkan komplikasi seperti gangguan paru, gangguan ginjal, pendarahan dalam tubuh, bahkan kematian (Jumat, 3 Maret 2023). Alamsyah juga mengimbau masyarakat agar memastikan kebersihan air sebelum mengonsumsinya. Masyarakat juga diminta memakai Sepatu bot dan sarung tangan saat beraktivitas di tempat banjir ataupun setelah banjir (Jumat,3 Maret 2023). Alamsyah juga mengatakan kepada masyarakat untuk melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan, seperti puskesmas atau rumah sakit terdekat apabila mengalami gejala penyakit leptospirosis agar bisa segera mendapatkan penanganan sedini mungkin.
ADVERTISEMENT
Dinkes DKI Jakarta mencatat terdapat lima pasien yang tengah dirawat di rumah sakit akibat leptospirosis pada tahun 2023. Dan berdasarkan wilayahnya, dua pasien berasal dari Jakarta Selatan, satu pasien dari Jakarta Timur, satu pasien dari Jakarta Barat, dan satu pasien dari luar DKI Jakarta. Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta, Ngabila Salama mengatakan bahwa berdasarkan data, leptospirosis dapat berisiko kematian jika terlambat dalam penegakan diagnose. Ngabila Salama juga mengatakan untuk menghindari kontak langsung dengan air banjir dan lakukan lisolisasi (menyemprot dengan disinfektan) pada bekas genangan air banjir. Ngabila Salama juga menambahkan bahwa Dinkes DKI Jakarta akan turut mendatangi lokasi pengungsian terdampak banjir dan promosi kesehatan kepada masyarakat akan dilakukan.
ADVERTISEMENT
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit leptospirosis meliputi peningkatan kebersihan lingkungan, pengendalian populasi tikus, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang risiko penyakit ini. Selain itu, pengawasan kesehatan yang lebih baik dan peningkatan kapasitas diagnostik di fasilitas kesehatan dapat membantu mengurangi angka kematian akibat leptospirosis.