Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Mengapa Banyak Pasien Indonesia Memilih Berobat ke Luar Negeri?
1 Desember 2024 12:53 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari fadia nur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Layanan kesehatan merupakan salah satu isu yang terus menjadi perhatian publik di Indonesia. Meskipun pemerintah telah berupaya meningkatkan kualitas layanan kesehatan, fenomena masyarakat yang memilih berobat ke luar negeri, terutama untuk penyakit kritis seperti kanker, masih sering terjadi. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apa yang membuat masyarakat merasa lebih percaya pada layanan kesehatan di negara lain, dan bagaimana tanggapan pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terhadap kondisi ini?
ADVERTISEMENT
Lonjakan Pasien Indonesia ke Luar Negeri
Setiap tahun, ribuan pasien Indonesia mengakses layanan kesehatan di negara-negara seperti Singapura, Malaysia, atau bahkan Jepang. Langkah ini bukan hanya tentang pengobatan, tetapi juga kepercayaan. Banyak yang menganggap bahwa fasilitas medis dan kualitas dokter spesialis di negara tersebut lebih mumpuni, terutama untuk penanganan kanker, jantung, atau prosedur medis berteknologi tinggi.
Penyebab Pasien Kurang Percaya pada Layanan Domestik
Ada beberapa alasan mengapa sebagian masyarakat lebih memilih pengobatan di luar negeri, antara lain:
1. Fasilitas Medis Terbatas
Banyak rumah sakit di Indonesia belum memiliki alat medis modern yang memadai, seperti radioterapi untuk kanker, sehingga pengobatan penyakit serius dianggap kurang optimal.
2. Minimnya Tenaga Medis Spesialis
Dokter spesialis, khususnya untuk bidang kritis seperti onkologi, masih belum tersebar merata. Banyak pasien harus menunggu antrean panjang, yang bisa memperburuk kondisi kesehatan mereka.
ADVERTISEMENT
3. Kualitas Pelayanan yang Belum Konsisten
Faktor pelayanan sering menjadi keluhan, mulai dari sistem administrasi yang rumit, kurangnya empati tenaga medis, hingga standar kebersihan yang belum optimal.
4. Kurangnya Inovasi di Bidang Kesehatan
Penelitian dan pengembangan medis di Indonesia belum berkembang seperti di negara lain. Akibatnya, banyak jenis pengobatan terbaru belum tersedia di dalam negeri.
Tantangan bagi Pemerintah dan Kementerian Kesehatan
Pemerintah sebenarnya telah berupaya memperbaiki layanan kesehatan melalui program seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan pembangunan rumah sakit rujukan. Namun, berbagai kendala masih menjadi penghalang:
Fasilitas kesehatan modern sering kali hanya tersedia di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya, sedangkan daerah lain, terutama Indonesia bagian timur, masih mengalami keterbatasan.
ADVERTISEMENT
Rumah sakit di Indonesia membutuhkan lebih banyak alat medis modern untuk meningkatkan layanan. Selain itu, kolaborasi dengan institusi internasional dapat membantu membawa teknologi terbaru.
Pelatihan dan sertifikasi internasional untuk dokter dan tenaga medis lokal perlu diperbanyak agar mereka memiliki kemampuan yang setara dengan tenaga medis luar negeri.
Pemerintah harus menyederhanakan proses administrasi rumah sakit, meningkatkan standar pelayanan, serta menerapkan sistem manajemen kesehatan yang transparan dan efisien.
Upaya Menuju Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan
Untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pengobatan di luar negeri, pemerintah perlu mempercepat pengadaan fasilitas kesehatan yang lebih canggih, memperbanyak tenaga medis spesialis, serta memperbaiki sistem pelayanan kesehatan. Selain itu, kampanye untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan dalam negeri juga penting dilakukan.
ADVERTISEMENT
Jika langkah-langkah strategis ini dijalankan secara konsisten, bukan tidak mungkin Indonesia dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatannya hingga setara dengan negara maju. Dengan begitu, masyarakat akan merasa percaya diri dan bangga untuk mendapatkan perawatan medis di negeri sendiri.
-Fadia Nur Fatimah, Mahasiswi Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.