Pola Asuh Orang Tua : Tonggak Penting Pembentuk Karakter Anak

Fadilah Amanda Putri
Mahasiswi Psikologi Universitas Syiah Kuala // Awardee Etos ID Scholarship // Part of UReport UNICEF Indonesia
Konten dari Pengguna
26 Februari 2024 16:30 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadilah Amanda Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi keluarga sebagai kelompok primer (sumber : pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keluarga sebagai kelompok primer (sumber : pixabay.com)

Orang Tua sebagai Pendidik Pertama

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagaimana diketahui, keluarga merupakan kelompok primer sehingga keluarga sangat memainkan peran penting dalam mendidik serta membentuk karakter anak. Terlebih lagi orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak, maka pola asuh yang diterapkan orang tua sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak baik secara fisik maupun mental yang juga akan mempengaruhi pembentukan kepribadiannya dan bagaimana caranya memandang dunia.
ADVERTISEMENT
Pola asuh didefinisikan sebagai cara atau metode pengasuhan yang digunakan oleh orang tua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial (Santrock, 2002). Menerima pengasuhan dari orang tua merupakan hak setiap anak. Akan tetapi, pola asuh yang keliru dapat berdampak pada terbentuknya perilaku buruk anak. Hersey dan Blanchard (1978) menjelaskan bahwa pola asuh terdiri atas dua dimensi yaitu :
ADVERTISEMENT
Ditinjau dari keberhasilannya, Supportive Behavior terbukti lebih efektif untuk diaplikasikan karena turut melibatkan anak dalam berkomunikasi, anak tidak hanya dituntut untuk patuh namun juga diberi ruang untuk berpendapat dan didengarkan sehingga menumbuhkan keberaniannya untuk mengutarakan hal-hal yang dipikirkan maupun dirasakan. Komunikasi dalam keluarga haruslah terlaksana secara dua arah, artinya melibatkan dua belah pihak untuk turut berpartisipasi dan memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pendapatnya. Meskipun dalam keluarga pemegang otoritas tertinggi tetaplah orang tua, namun keterlibatan anak dalam berdialog juga penting. Hal ini sejalan dengan pernyataan dalam Konvensi Hak Anak bahwa anak memiliki hak partisipasi dan hak untuk didengarkan pendapatnya.
Pengasuhan merupakan faktor yang mempengaruhi sosialisasi yang dilakukan orang tua terhadap anak. Sebagai suatu bentuk sosialisasi, pengasuhan membuka kemungkinan untuk terjadinya copying behavior yang dilakukan oleh anak melalui pengamatan dari perilaku orang-orang sekitarnya. Bagaimana orang tua bersikap dan bagaimana perlakuan yang diperolah anak secara sadar atau tidak akan mempengaruhi bagaimana anak bersikap di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Contoh kasus sederhananya begini, anak A memiliki kepercayaan diri yang tinggi di depan umum, ketika berada dalam forum diskusi ataupun rapat, ia selalu berani berpendapat ataupun menyangkal hal-hal yang menurutnya perlu disangkal. Ternyata dalam keluarga, orang tuanya menerapkan sistem pola asuh demokratis di mana si anak diperkenankan untuk berpendapat ataupun menyangkal namun tetap dalam dan ranah yang sewajarnya. Karena terbiasa berani mengutarakan pendapatnya di dalam lingkungan keluarga, maka di lingkungan luar yang lebih luas ia juga berani berpendapat.
Sebaliknya, anak B terkenal dengan kepribadiannya yang menutup diri dari lingkungan sosialnya dan memiliki self-esteem yang rendah, ia tidak berani mengutarakan pendapatnya bahkan untuk mengacungkan tangan dalam forum pun ia juga tidak mempunyai keberanian. Ketika dikulik bagaimana sistem pola asuh orang tuanya, ternyata ia tak mendapat hak pasrtisipasi di rumah karena dialog yang jarang dilakukan dan kurangnya komunikasi dua arah. Hal ini mempengaruhi bagaima ia bersikap di dunia luar yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Pola asuh orang tua memang bukanlah satu-satunya faktor yang berperan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak, namun tak dapat dipungkiri bahwa pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang paling berperan kuat dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak mengingat orang tua dan keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal oleh anak.

Bagaimana Attachment (Kelekatan) dapat Menciptakan Keharmonisan dalam Keluarga?

Ilustrasi keluarga harmonis dengan kelekatan yang baik (sumber : unplash.com)
Dalam setiap tahapan perkembangan anak, pola pengasuhan dapat memberikan kelekatan terhadap pengasuh dan anak atau yang dikenal dengan attachment yang berkembang melalui pengalaman bayi dengan pengasuh di awal-awal kehidupannya. Kelekatan (attachment) merupakan suatu ikatan emosi yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua. Pola relasi antara orang tua dengan anak pada masa bayi dan kanak-kanak sangat menentukan pola kepribadian dan relasi antar-pribadi pada masa dewasanya. Seperti pendapat Arnold Gese, sejak usia satu tahun anak memiliki pengenalan akan identitas dirinya yang mendalam dan juga akan menjadi benih pertumbuhan kepribadiannya di masa dewasa.
ADVERTISEMENT
Keterikatan yang kuat terhadap anak merupakan hasil dari interaksi atau hubungan interpersonal dan kelekatan anak terhadap orang tua, terutama ibunya yang mengasuh sejak ia lahir. Anak yang memiliki kelekatan yang kuat dengan pengasuhnya memiliki kemungkinan untuk dapat berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang dapat diterima oleh lingkungannya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa anak yang memiliki kelekatan aman akan menunjukkan kompetensi sosial yang baik pada masa kanak-kanak. Anak-anak tersebut juga lebih mampu membina hubungan persahabatan yang intens, interaksi yang harmonis, lebih responsif dan tidak mendominasi. Anak dengan kualitas kelekatan aman lebih mampu menangani tugas yang sulit dan tidak mudah berputus asa akan kesulitan dan tantangan yang dihadapinya.
Membangun kelekatan dan membina kebersamaan dalam keluarga sangatlah penting karena akan membuka komunikasi keluarga. Dengan komunikasi yang hangat, maka orang tua akan mudah mendengar suara hati anak, memahami keinginan, dan mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi anak sehingga dapat membantu mencari solusinya. Kebersamaan juga dapat menjadi sarana belajar dan menjadi kesempatan bagi orang tua untuk memperkenalkan berbagai pengetahuan penting untuk anak, misalnya tentang pentingnya gizi, hidup sehat, cara merawat diri, mengingatkan tujuan hidup, budi pekerti, dan nilai-nilai luhur dalam hidup. Kebersamaan pada akhirnya akan menghadirkan keharmonisan dalam keluarga dan keharmonisan akan terbina dengan adanya saling pengertian dan perhatian.
ADVERTISEMENT

Keluarga sebagai Lembaga

Lazimnya, keluarga merupakan wadah bagi anak-anak untuk memberikan hak partisipasi dan keikutsertaannya. Namun, jika di rumah mereka tidak mendapatkan haknya maka dikhawatirkan mereka akan mencari tempat lain di luar keluarga untuk mencurahkan keinginannya. Entah itu dengan meluapkan perasaannya di situs media sosial, menceritakannya kepada orang lain yang dianggap dapat memahaminya, dan lain-lain yang dapat berdampak buruk bagi diri anak yang sulit dikontrol oleh orang tua.
Apabila kita telusuri munculnya berbagai permasalahan pada anak, apakah itu kenakalan remaja, tawuran antar sekolah, geng motor, pembegalan, seks bebas, dan sebagainya, sering kali itu semua berakar dari kurangnya kualitas kelekatan anak dengan orang tua dan menurunnya fungsi keluarga sebagai pranata sosial. Penurunan fungsi tersebut terlihat dari semakin pudarnya penegakan norma-norma atau kearifan lokal di keluarga yang semestinya dijunjung tinggi oleh semua anggota keluarga, termasuk anak-anak dan orang tua. Penurunan ini berdampak pada kondisi seperti anak melawan pada orang tua, hilangnya kesopanan dan kepedulian, sikap masa bodo, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Pada beberapa dialog yang dilakukan terhadap orang tua, saat ditanya “siapa yang secara teratur makan bersama dengan anak-anaknya?” kebanyakan mereka menjawab ketika bulan puasa Ramadhan saja. Jadi, bagaimana chemistry anak dan keluarga akan terbangun degan baik jika pertemuan dan komunikasinya saja sangat jarang. Padahal, anak sebenarnya membutuhkan dialog, teman ngobrol, tempat berkeluh kesah dan sebagainya. Makan bersama dapat menjadi sarana yang baik untuk berkomunikasi seka ligus memantau perkembangannya. Sayangnya, hal tersebut sering dianggap sepele oleh beberapa orang, padahal sekecil kebiasaan makan bersama pun dapat memicu terjadinya attachment yang baik antar angota keluarga. Inilah mengapa dikatakan pentingnya menjaga norma-norma dalam keluarga agar fungsi keluarga sebagai lembaga dan pranata sosial terealisasikan dengan baik.
ADVERTISEMENT

Referensi

Ayun, Q. (2017). Pola Asuh Orang Tua dan Metode Pengasuhan dalam Membentuk Kepribadian Anak. Jurnal Pendidikan.
Diarypsychology. (2024, Februari 09). Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua: Metode Pengasuhan Dalam Membentuk Pribadi Anak. Retrieved from https://diarypsychology.wordpress.com/2024/02/09/jenis-jenis-pola-asuh-orang-tua-metode-pengasuhan-dalam-membentuk-pribadi-anak/
Erlinda, S. M. (2017). Melindungi dan Mendidik Anak dengan Cinta. Jakarta: Erlangga.
Euis, S. (2004). Mengasuh Anak dengan Hati. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
Gina Sonia, N. C. (2020). Pola Asuh yang Berbeda-Beda dan Dampaknya terhadap Perkembangan Kepribadian Anak. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.
Kesehatan, K. (2018, Juli 31). Pentingnya Pola Asuh Tepat untuk Membentuk Kepribadian Anak. Retrieved from https://kemkes.go.id/id/rilis-kesehatan/pentingnya-pola-asuh-tepat-membentuk-kepribadian-anak
GuruBK, W. (2022, Februari). Pola Asuh Anak Menurut Para Ahli, Jenis-Jenis, Hingga Prinsip Pola Asuh. Retrieved from https://www.gurubk.com/2022/02/pola-asuh-anak-menurut-para-ahli.html
ADVERTISEMENT
Puji Ayu Handayani, T. L. (2021). Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Moral dan Pola Pikir Anak. Jurnal Pendidikan.
Santrock. (2022). Life Span Development 5th Edition Vol.1. Jakarta: Erlangga.