Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menyelami Makna Bumi Manusia
16 Oktober 2024 20:11 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Fadilah Nur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lahir pada tanggal 6 Februari 1925 di Blora dari pasangan suami istri bernama Mastoer dan Siti Saidah, Jawa Tengah. Pramoedya Ananta Toer dikenal dengan sebutan nama Pram, seorang novelis terbaik yang dimiliki oleh Indonesia, Pram dikenal dengan perjuangannya, karya-karyanya yang luar biasa, serta peran pentingnya dalam sastra dan pergerakan kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Sebagai penulis yang terkenal akan karyanya, tentunya Pram mengemban pendidikan di beberapa Instansi di antaranya: Sekolah Dasar Institusi Boedi Oetomo di Blora, Sekolah Teknik Radio Surabaya (Radio Vakschool), Pendidikan Tambahan di Taman Siswa dan Sekolah Stenografi, Studi di Sekolah Tinggi Islam Jakarta, serta aktivitas Politik dan Seni.
Pada Tahun 1946, Pram bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan mendapatkan pangkat Letnan Dua. Pram di tempatkan di Cikampek sebagai prajurit resmi bersama Front Jakarta Timur.
Pram ditangkap pasukan Belanda di Cipinang pada tahun 1947 saat dia mencoba menyelinap kembali ke Jakarta. Pram dikurung di penjara Bukit Duri tanpa peradilan hingga tahun 1949.
Pada 21 Desember 1979, Pram dibebaskan dari penjara setelah mendapat surat yang menyatakan bahwa dia secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat G30S. Namun, dia tetap menjadi tahanan rumah di Jakarta hingga tahun 1992, dan menjadi tahanan kota hingga tahun 1999.
ADVERTISEMENT
Pram memiliki banyak karya sastra yang menjadi asupan imajinasi bagi para pembaca, karya paling terkenal yang dihasilkan Pram adalah karya Tetraloginya Pulau Buru yang terdiri dari empat novel yang berjudul Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca
Sebagaimana karya yang akan diulas lebih berfokus pada buku yang berjudul Bumi Manusia. Menjadi karya yang sangat fenomenal yang dihasilkan Pram sebagai novel pertama dari karya tetraloginya.
Buku ini awalnya menghadapi banyak tantangan karena dianggap mengandung unsur ajaran Marxisme dan Leninisme yang dilarang pada masa pemerintahan Orde Baru. Namun, Bumi Manusia banyak mendapat sambutan hangat dari dalam negeri maupun mancanegara.
Hingga tahun 2005, buku ini sudah diterjemahkan ke 33 bahasa lebih. Buku ini juga diangkat menjadi lakon teater yang dipentaskan di 12 kota besar di Indonesia pada tahun 2006 serta film layar lebar pada 2019.
ADVERTISEMENT
Sebuah kisah kehidupan yang amat berbeda dengan kehidupan di masa sekarang. Alur yang sangat asing untuk kita saksikan sebagaimana kita melihat fenomena objek lingkup kehidupan tersebut yang sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, ras, budaya, dan bahasa.
Menceritakan tokoh Minke seorang pemuda pribumi yang terpelajar, berpendidikan elok dan sangat mencintai ilmu pengetahuan, di mana ia lahir harus mengalami dinamika tingkat kelas kehidupan.
Pembedaan hingga menyebabkan pengklasifikasian tingkat sosial seseorang ; rendah (pribumi), sedang (Indo), dan tinggi (Eropa), yang menyebabkan “kisah cinta Minke dan Annelies mengalami banyak pertentangan.
Disajikan dengan berbagai macam paradigma serta konflik dalam roman, pendidikan, keluarga dan sosial, yang mengeksplorasi pada tema spirit untuk melawan feodalistik, diskriminasi, dan ketidakadilan atas hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Memerlukan banyak cukup waktu membaca untuk menyelesaikan buku ini, sehingga pembaca bisa mengenal berbagai macam watak karakter tokoh, kejadian alur cerita, kesimpulan, dan pesan moral serta mengetahui esensi buku ini melalui analisis.
Halnya analisis merupakan suatu proses penting dalam penyelidikan dan penguraian tentang buku ini, demikian pembaca bisa mengenali lebih dalam tentang hal yang terlibat di dalam buku.
Melalui penyelesaian membaca, fokus analisis pada buku Bumi Manusia ini mengenai sebagian fenomena yang terjadi ; sistem feodalistik, tindakan diskriminasi, dan ketidakadilan.
Feodalistik merupakan sistem sosial dan politik yang berorientasi pada kekuasaan yang diberikan kepada golongan bangsawan atau tuan rumah. Berkembang di Eropa pada abad pertengahan dan ditandai oleh hubungan hirarkis antara berbagai tingkatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Halnya yang terjadi dalam buku ini saat tokoh utama Minke diajak Robert Suurhof untuk bertamu ke rumah temannya, memiliki perusahaan ternama Boerderij Buitenzorg, Minke mendapatkan dirinya sebagai seseorang yang bingung saat berhadapan dengan Nyai Ontosoroh.
Nyai Ontosoroh yang banyak dibicarakan orang, buah bibir penduduk Wonokromo dan Surabaya. Minke ragu, haruskah ia ulurkan tangan seperti pada wanita Eropa atau menanggapinya seperti wanita Pribumi (acuh).
Namun, justru Nyai Ontosoroh yang lebih dahulu mengulurkan tangan untuk bersalaman. Saat itu Minke heran dan segera mengulurkan tangannya untuk membalas cepat uluran tangan sebagai salam dari Nyai Ontosoroh.
Selain sistem feodalistik yang menjadi realitas kehidupan dalam Bumi Manusia, tindak diskriminasi menjadi salah satu fenomena yang disoroti dalam buku ini. Saat Minke harus mengikuti kelas satu selama satu tahun lagi (tidak naik kelas) Meneer Rooseboom salah satu orang yang jengkel pada Minke, saat Minke diganggu oleh gadis Belanda, gadis Vera yang duduk di sampingnya, Minke menjerit kesakitan karena cubitan dari gadis itu yang didapatkannya, melihat kejadian itu Meneer Rooseboom membentak pada Minke “Diam kau, monk... Monkey!”.
ADVERTISEMENT
Saat itulah seluruh kelas yang baru mengenalnya menyebut dengan panggilan nama Minke. Arti nama Minke tertuju pada bahasa inggris yang menyatakan Monkey (monyet).
Ketidakadilan terjadi pasca Minke sah menikahi Annelies. Kedua pasangan tersebut tidak mendapatkan hak keadilannya. Saat hukum Eropa terlibat dalam mengurus hak waris atas kematiannya Herman Mellema. Pihak Maurits Mellema sebagai anak kandung tuan Herman merampas semuanya yang dipertahankan dan dikelola oleh Nyai Ontosoroh, termasuk Annelies putrinya (istri Minke)
Beberapa tindak kejadian pada pemerintahan Hindia Belanda sebagaimana telah dipaparkan, masih menjadi momok di masa sekarang. Fenomena yang berkorelasi dengan sistem feodalistik, tindak diskriminasi, dan ketidakadilan menjadi realita dalam beberapa lingkup kehidupan sosial, pendidikan, dll.
Terjadi dalam beberapa fenomena kehidupan di lingkup pendidikan; sekolah, boarding school, asrama, atau pondok pesantren. Kebiasaan oknum sebagian para pelajar menganggap sosok yang memiliki privilege dari pemegang otoritas tertinggi dari lembaga, kiranya mereka memiliki rasa takut dan memaksa pribadi mereka hormat atas sosok yang tidak jelas sumbangsih dan kontribusinya pada lembaga.
ADVERTISEMENT
Terjadi ketika antar pelajar yang datang dari setiap daerah yang berbeda, memiliki ragam warna kulit yang bermacam-macam. Namun, oknum dari sebagian mereka yang memperlakukan tindak tidak pantas hanya dianggap sebagai lelucon, menormalisasikan yang menurut mereka adalah hal yang biasa. Tindak sederhana tersebut merepresentasikan diskriminasi kecil yang seharusnya tidak pantas untuk dilakukan.
Sebagian khalayak memilih putra putri mereka untuk dibentuk kepribadian akademis dan intelektualnya di tempat yang paling terbaik. Namun, kadang kala oknum dari khalayak tersebut merasa memiliki hubungan erat dengan pemegang otoritas tertinggi di lembaga, hingga seringkali semena-mena menyalahkan sistem, bertindak semaunya atas putra putri mereka di dalam ranah lingkup lembaga.
Kejadian seperti ini menimbulkan ketidakadilan bagi para pelajar yang secara organisator keluarganya tidak memiliki kaitan erat dengan pemegang otoritas tertinggi di lembaga
ADVERTISEMENT
Dengan demikian kandungan cerita yang terdapat pada buku Bumi Manusia ini adalah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan; spirit melawan feodalistik, diskriminasi, dan mendapatkan keadilan atas pihak yang mencoba untuk bebas berbuat.
Ketiga aspek tersebut kiranya masih melekat di sebagian lingkup kehidupan. Masyarakat menjadi peran penting dalam lingkungan tertentu, seyogyanya mampu mengevaluasi ke tiga tindakan tersebut, sehingga perbuatan yang dilakukan pihak tertentu bisa berkurang bahkan hilang sebagai kebiasaan yang dinormalisasikan.