Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Simfoni Perubahan: Orkestrasi Melalui Organisasi dalam Novel Jejak Langkah
31 Oktober 2024 13:51 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Fadilah Nur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah melintasi dua tetralogi Pulau Buru karya Pram, menginjak tetralogi Pulau Buru selanjutnya. Jejak Langkah, merupakan karya tetralogi Pulau Buru ketiga, bagi para pembaca yang sudah terjun pada tetralogi Pulau Buru sebelumnya tentu mengenal pasti, bagaimana dinamika yang terjadi dalam Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa.
ADVERTISEMENT
Dalam Anak Semua Bangsa, tokoh Minke sebagai tokoh utama mengalami pergolakan hidup yang sangat mendalam. Melihat bagaimana bangsa pribumi pantas mendapatkan sebuah keadilan dan menghilangkan kelas sosial yang terjadi di kehidupan Hindia Belanda. Pada tetralogi ketiga ini, diceritakan bentuk jawaban yang menjadi sebuah pertanyaan di tetralogi sebelumnya; Anak Semua Bangsa, tentang tindak perlawanan seperti apa yang harus dilakukan oleh Minke.
Perpindahan Minke dari Surabaya ke bumi Betawi untuk melanjutkan pendidikannya sebagai seorang dokter, namun mengalami beberapa hal yang membuat dirinya gagal menjadi seorang dokter. Di sana, Minke menemukan jawaban mengenai tindakan yang harus dilakukan sebagai perlawanan terhadap kolonialisme Hindia Belanda.
Melalui kedekatan hubungan Minke dengan Ang Sang Mei serta menghadiri seminar yang diisi oleh dokter Jawa merupakan salah satu momen penting yang menunjukkan kebangkitan intelektual pribumi di Hindia Belanda. Melalui seminar yang dihadiri Minke itu, dokter Jawa berusaha memperjuangkan kesadaran akan hak-hak pribumi, pendidikan, kesehatan, serta perlawanan terhadap sistem kolonial dengan cara membentuk suatu organisasi untuk pribumi.
ADVERTISEMENT
Latar belakang sosok Mei menjadi sebuah motivasi bagi Minke untuk melanjutkan tindak perlawanan terhadap sistem kolonial. Sebagaimana diceritakan bahwa Mei merupakan simbol dari kompleksitas identitas dan perlawanan terhadap diskriminasi rasial pada masa kolonial Hindia Belanda
Konflik utama yang dialami Mei terkait dengan diskriminasi dan ketidakadilan yang dihadapinya sebagai seorang Sinkeh dari Organisasi Tionghoa, Mei menerima tindakan diskriminatif yang menjadikan suatu kondisi yang mempengaruhi kehidupan Mei, di mana Mei harus berhadapan dengan situasi sosial yang menempatkannya dalam posisi yang rentan. Namun, Mei tetap teguh dalam menjalankan hidupnya dan memperjuangkan haknya.
Keterlibatan Minke dalam kehidupannya dengan Mei yang menumbuhkan kesadaran semangat untuk pergerakannya dan menjadikan organisasi sebagai bukti, bahwa Mei tidak hanya pasif menerima nasib, melainkan ikut serta dalam upaya membentuk perubahan. Semangat perlawanan Minke tumbuh setelah ia mengalami hal-hal yang mendorong untuk melakukan tindak perlawanan pada kolonial Hindia Belanda.
ADVERTISEMENT
Dengan dorongan semangat perlawanan, Minke memulai untuk mendirikan sebuah organisasi. Saat itulah melalui beberapa tokoh yang terlibat untuk mendukung upaya perubahan ini, Sarikat Prijaji didirikan sebagai bentuk awal mula bentuk sebuah perlawanan. Sarikat Prijaji berjalan sebagaimana mestinya, Namun, tak lama permasalahan muncul pada organisasi tersebut yang mengharuskan Sarikat Prijaji bubar.
Sebagaimana organisasi tersebut adalah organisasi pertama yang didirikan di tanah pribumi, tentunya merupakan hal yang wajar jika perjalanan organisasi tersebut tidak berjalan lancar seperti yang diharapkan. Bubarnya Sarekat Prijaji bukan menjadi suatu alasan untuk tidak melanjutkan pembentukannya organisasi. Melalui jumpa jiwa dan temu pikiran dengan beberapa tokoh yang turut menyemangati dan memberikan pengaruh pada Minke dalam memahami realitas sosial, organisasi dibangun kembali dengan nama yang sedikit berbeda.
ADVERTISEMENT
Melihat pada masa itu para petani kaum Samin sudah mampu berhimpun untuk melawan Kolonial Hindia Belanda dengan cara menolak membayar pajak, bekerja sama dengan pemerintah Kolonial, dan lebih mengutamakan untuk kehidupan pribumi.
Demikian juga, bangsa Arab melalui interaksi sosial dan perdagangannya dengan penduduk pribumi, sering terlibat dalam kegiatan ekonomi di Hindia Belanda dan memiliki hubungan erat dengan masyarakat muslim di pribumi. Mereka bukan hanya terlibat sebagai pedagang, tetapi juga sebagai penggerak sosial dan keagamaan yang cukup berpengaruh.
Saat itulah terbentuknya kembali organisasi dengan himpunan para pedagang muslim, kemudian organisasi tersebut lahir dengan nama Sarekat Dagang Islam. Melihat potensi pribumi yang sudah berada dalam pemikiran abad ke-20, mereka menyiasati untuk tidak berinteraksi mengenai masalah ekonomi, khususnya dalam ranah perdagangan dengan bangsa Kolonial, sehingga bangsa Kolonial menyadari bahwa produk barang mereka yang tidak tersentuh sama sekali oleh pribumi. Melalui tindak boikot itulah dimulai sebagai suatu bentuk perlawanan.
ADVERTISEMENT
Jauh sebelum Minke sadar untuk membangun sebuah organisasi, produktivitas yang Minke miliki, tiada lain tiada bukan adalah menulis. Melalui ide yang minke tuangkan kedalam tulisan, ia mampu mengenalkan dirinya dengan karya tulisnya. Minke memiliki gayanya tersendiri dalam menulis, bukan sekedar meniru gaya tulis Eropa.
Kesadarannya untuk mencerdaskan bangsa pribumi sehingga Minke memiliki kehendak menulis dengan Melayu sebagaimana bahasa yang dipahami oleh penduduk pribumi. Kegiatan menulis inilah yang membuat Minke hingga aktif di koran Medan, satu-satunya media surat kabar yang dimiliki oleh pribumi. Melalui koran Medan tersebut bangsa pribumi sedikit demi sedikit bangun dan sadar untuk membaca mengenai tulisan, baik itu cerita atau informasi yang beredar.
Sarekat Dagang Islam berjalan dengan lancar walaupun tidak menutup kemungkinan sebuah konflik hadir dalam organisasi tersebut. Organisasi tersebut tersebar luas menjadi sebuah cabang di berbagai daerah di tanah pribumi. Melihat Sarekat Dagang Islam semakin berjalan dengan baik, Minke melibatkan koran Medan ke dalam organisasi tersebut sebagai wadah untuk menyebarkan tulisan dan informasi.
ADVERTISEMENT
Melalui Medan, informasi disebarluaskan ke berbagai cabang Sarekat Dagang Islam di berbagai daerah. Sehingga koran Medan ini menjadi sebuah bentuk media untuk menyampaikan pandangan-pandangan kritis terhadap keadaan sosial, politik, dan ekonomi pada masa Kolonial Belanda. Melalui Medan ini, Minke mengekspresikan ide-idenya untuk membangun kesadaran rakyat tentang pentingnya melawan ketidakadilan dan penindasan.
Perjalanan Minke dalam mendirikan organisasi ini mencerminkan transformasi pribadinya, dari seorang pemikir menjadi seorang penggerak. Ide-ide yang dituangkan dalam tulisan dan didukung oleh media surat kabar pribumi, Medan. Pram menyampaikan bahwa perlawanan tidak hanya terbatas pada tindakan fisik, tetapi juga melalui intelektual dan media sebagai alat untuk membangun kesadaran masyarakat akan ketidakadilan sosial dan ekonomi.
Dengan ini penulis menyampaikan bahwa berorganisasi memiliki peranan penting sebagai sarana untuk mengumpulkan kekuatan kolektif guna mencapai tujuan bersama, terutama dalam menghadapi tantangan besar seperti ketidakadilan sosial dan kolonialisme. Melalui organisasi, individu-individu dengan latar belakang yang berbeda dapat bersatu, berbagi ide, dan menyusun strategi bersama.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana tertera dalam judul, simfoni merupakan diksi yang merujuk pada sebuah komposisi musik yang kompleks dan harmonis. Dalam konteks novel Jejak Langkah ini, simfoni melambangkan proses perubahan sosial yang kompleks dan melibatkan berbagai elemen, seperti perjuangan politik, sosial, dan budaya.
Kata perubahan dalam judul ini merujuk pada transformasi atau pergeseran dari suatu kondisi ke kondisi yang lain. Dalam konteks sosial, perubahan bisa berarti perbaikan, kemajuan, atau bahkan revolusi. Kata ini jelas merujuk pada tema utama novel Jejak Langkah, yaitu perjuangan untuk perubahan dan mencapai pada keadilan.
Sedangkan orkestrasi menggambarkan bagaimana organisasi berperan sebagai konduktor yang menyatukan berbagai elemen untuk mencapai tujuan perubahan. Dalam Jejak Langkah, organisasi seperti Sarekat Dagang Islam menjadi konduktor yang menyatukan berbagai kelompok masyarakat untuk melawan Kolonialisme.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks terbentuknya Sarekat Dagang Islam, organisasi menjadi wadah untuk menunjukan cara yang lebih kuat dan terstruktur dalam memperjuangkan hak-hak pribumi dan menggalang kesadaran massa. Selain itu, organisasi juga menjadi media untuk berbagi informasi, menumbuhkan kesadaran, dan melatih keterampilan kepemimpinan.
Kekuatan berorganisasi terletak pada kemampuannya untuk menyatukan berbagai elemen masyarakat menuju satu visi yang sama. Dalam hal ini, Pram melalui Jejak Langkah mengingatkan bahwa untuk melawan penindasan dan ketidakadilan, dibutuhkan upaya kolektif dan solidaritas yang kuat, serta kemampuan intelektual yang terasah.