Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Terkungkung dalam Patriarki: Promblematika Gender Mikro-Makro dalam Gadis Pantai
11 Februari 2025 16:23 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Fadilah Nur Rohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Sumber: Freepik](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkt3w6sgsqxm5wcce210598d.jpg)
ADVERTISEMENT
Gadis Pantai merupakan salah satu karya sastra series perempuan yang lahir dari buah pemikiran Pramoedya Ananta Toer. Selain melahirkan tetralogi Pulau Buru, Pram melahirkan buah karya yang secara garis besar mewakili suara atas bagaimana permasalahan dan kompleksitas yang terjadi pada kaum perempuan.
ADVERTISEMENT
Masa di mana kedudukan seorang perempuan kiranya tidak seindah masa ini. Di mana kaum perempuan hanya dilihat dari kacamata sebagai objek belaka, sebagai alat pemuas seksual, objek penindasan, baik secara fisik, batin atau mental, sebagai sosok yang sukar untuk melakukan tindak perlawanan, serta sosok penerima atas ketidakadilan lainnya.
Dalam novel series perempuan yang berjudul Gadis Pantai ini, Pram tidak secara eksplisit menyebutkan nama tokoh utama dalam cerita tersebut. Hal ini bisa dianggap sebagai salah satu aspek naratif yang sengaja dibuat olehnya untuk menggambarkan betapa karakter gadis pantai mewakili banyak perempuan pada masa itu, yang hidup dalam keterbatasan dan tanpa identitas yang diakui oleh masyarakat.
Mengenai hal tersebut, bahwasanya karakter gadis pantai mengarah kepada simbol bahwa perempuan seperti dia adalah bagian dari kelas yang lebih rendah dalam struktur sosial pada era poskolonial Hindia Belanda, yang seringkali dipandang hanya sebagai objek dan sukar untuk bersuara.
ADVERTISEMENT
Penyembunyian nama ini memberi kesan bahwa gadis pantai bisa menjadi representasi dari banyak perempuan lainnya yang mengalami nasib serupa, dengan hidup yang dikendalikan oleh sistem patriarki dan struktur sosial yang tidak memberi ruang untuk kebebasan atau menentukan hak individu.
Dalam karya sastra ini, selain mengangkat tema mengenai mikro dan makro gender, juga tersisip permasalahan lainnya yang mendalam dan relevan dengan konteks sosial, budaya, dan sejarah. Melalui tulisan ini penulis akan mengulas beberapa tema yang menyinggung mengenai mikro dan makro gender dalam novel Gadis Pantai, serta hal yang menyangkut dengan konteks sosial, budaya dan sejarah pada masa itu.
Terdapat beberapa permasalah mikro gender dalam cerita Gadis Pantai, seperti relasi antara tokoh gadis pantai dengan laki-laki; jumlah laki-laki yang lebih mendominasi serta pernikahan sebagai transaksi sosial.
ADVERTISEMENT
Dalam fenomena mengenai dominasi laki-laki diceritakan bahwa ruang lingkup sehari-hari tokoh gadis pantai masa pra dan pasca menikah terlihat berada dalam relasi yang sangat timpang antara perempuan dengan laki-laki di sekitarnya.
Relasi gadis pantai bias pada lelaki, baik pra atau pasca menikahnya gadis pantai. Seperti dalam hubungan keluarga (ayah dan saudara laki-lakinya) maupun dengan hubungan suaminya (priyayi bangsawan).
Dalam interaksi mereka, tokoh gadis pantai sering kali diposisikan dalam posisi yang terbelakang, ia tidak memiliki banyak kebebasan untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri, seperti dalam hal pernikahan.
Mikro gender lainnya seperti pernikahan sebagai transaksi sosial. Dalam hal tersebut menggambarkan bagaimana mikro gender berperan dalam kehidupan pada pribadi tokoh gadis pantai.
ADVERTISEMENT
Tokoh gadis pantai dijodohkan oleh ayahnya pada seorang priyayi tua. Pernikahan mereka lebih dipandang sebagai sistem transaksi sosial antara keluarga bangsawan dan keluarga miskin yang dipimpin oleh ayahnya, daripada pernikahan berdasarkan cinta atau kesepakatan bersama.
Dalam hal ini peran interpersonal tokoh gadis pantai sangat terbatas. Hal ini menggambarkan ketidakberdayaan mikro gender yang terjadi pada tokoh gadis pantai dalam kehidupan domestiknya. Permasalahan makro gender yang terdapat dalam novel ini salah satunya adalah pengaruh kolonialisme.
Meskipun dalam novel ini lebih fokus pada kehidupan pribadi dan sosial pada tokoh gadis pantai, latar waktu cerita yang terjadi pada masa poskolonial Hindia Belanda juga memberi dampak pada sistem kekuasaan, ekonomi, dan budaya. Pengaruh kolonialisme dapat terlihat dari perbedaan kelas sosial yang sangat tajam dan kekuasaan yang dimiliki oleh priyayi yang bekerjasama dengan kolonialisme.
ADVERTISEMENT
Dalam analisis makro gender ini, kolonialisme sering kali memperburuk ketidaksetaraan gender, di mana perempuan kelas bawah semakin terjepit oleh kekuasaan kolonial yang juga menenggelamkan hak-hak kaum perempuan. Pengaruh kolonialisme memperkenalkan hierarki sosial yang lebih kompleks yang memperburuk ketidakadilan terhadap kaum perempuan.
Selain permasalah mikro dan makro gander, seperti yang tadi sudah disinggung di atas, juga dalam novel ini membahas mengenai konteks sosial, budaya, dan sejarah. Dalam Novel ini, terdapat fenomena yang menyangkut pada tiga unsur tersebut, selain mengenai permasalah mikro dan makro gendernya pada kisah Gadis Pantai.
Salah satu dari ketiga unsur di atas, selain dari permasalahan mikro dan makro gender pada cerita Gadis Pantai adalah unsur sosial. Terdapat struktur feodalistik yang menyoroti jelas adanya ketidaksetaraan sosial yang terlihat dalam pembagian kelas masyarakat pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Gadis Pantai berasal dari keluarga miskin, sementara tokoh-tokoh lainnya, seperti suaminya gadis pantai, bangsawan priyayi lainnya, serta pejabat yang hadir dari kalangan yang lebih tinggi. Hal ini menggambarkan ketimpangan kelas sosial dan bagaimana masyarakat feodal membatasi mobilitas sosial.
Secara mendalam novel ini tidak hanya sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan seorang perempuan dalam keterbatasan sosial, tetapi juga sebuah kritik tajam terhadap struktur sosial, budaya, dan sejarah yang membentuk realitas masyarakat pada masa itu.
Dengan menggunakan karakter gadis pantai sebagai simbolisasi, Pram berhasil menggambarkan wajah ketidakadilan yang dialami perempuan dalam masyarakat patriarkal dan feodalistik. Melalui narasi yang kuat dan penuh makna, Gadis Pantai mengajak pembaca untuk merenung mengenai peran perempuan yang seringkali terabaikan, baik dalam ranah gender mikro maupun makro.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, Gadis Pantai mencerminkan ketidaksetaraan gender dalam hubungan interpersonal dan struktur sosial yang menindas, sementara di sisi lain, ia juga mencerminkan dampak dari kolonialisme yang semakin memperburuk ketidakadilan terhadap kaum perempuan, terutama dari kelas bawah.
Demikian Gadis Pantai tidak hanya hadir sebagai karya sastra, tetapi juga sebagai cermin bagi masyarakat untuk melihat kembali bagaimana sistem sosial, budaya, dan politik telah membentuk kehidupan individu, terutama perempuan.
Novel ini tetap relevan hingga saat ini, karena isu yang diangkat mengenai ketidaksetaraan gender, peran sosial, dan dampak kolonialisme masih sering kita temui dalam berbagai bentuk dalam masyarakat modern.
Melalui pemahaman yang lebih mendalam terhadap tema yang terdapat dalam Gadis Pantai, kita diajak untuk terus berjuang demi keadilan sosial dan kesetaraan gender, serta untuk memberi ruang bagi suara perempuan yang selama ini terpinggirkan.
ADVERTISEMENT