Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Naskah Panji sebagai Ragam Budaya Nusantara yang Perlu Dijaga
14 Desember 2020 11:06 WIB
Tulisan dari Fadilah Nurrohmah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagian besar dari kita mungkin sudah tidak asing dengan cerita-cerita pewayangan seperti Ramayana dan Mahabarata, yang merupakan kisah adaptasi dari India, ataupun kisah-kisah dongeng cerita rakyat lainnya sebagai wujud ragam budaya bangsa.
ADVERTISEMENT
Seperti cerita Damar Wulan, Ande-ande Lumut, Cinde Laras, serta Keong Mas yang tergolong ke dalam genre cerita-cerita panji yang berasal dari Jawa. Tapi, bagaimana dengan Cerita Panji dari Melayu seperti Syair Ken Tambuhan, Syair Panji Kuda Semirang dan hikayat panji berbahasa Melayu lainnya?
Cerita Panji merupakan cerita khas yang meggambarkan budaya Nusantara. Cerita ini tercantum dalam naskah-naskah sebagai dokumen kultural yang menceritakan tentang pola aktivitas yang mengatur kehidupan suatu masyarakat.
Seperti yang kita tahu, bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari Nusantara. Nusantara sendiri sebagai istilah yang menggambarkan kesatuan geografi-antropologi antara kepualauan di benua Asia dan Australia, termasuk Semenanjung Malaya yang tercantum dalam kitab Negarakertagama.
Bentuk daripada naskah panji ini juga beragam, dapat kita jumpai dalam cerita lisan di pewayangan, hikayat, bahkan syair, seperti Syair Ken Tambuhan.
ADVERTISEMENT
Syair merupakan pusi lama yang berasal dari persia. Masuknya syair ke nusantara bersamaan dengan kedatangan islam.
Syair berasal dari bahasa Arab syu’ur, kemudian berkembang menjadi kata syi’ur yang berarti puisi dengan lima penggolongan, salah satunya yaitu Syair Panji yang berisi Cerita Panji.
Cerita Panji memiliki banyak versi. Seperti Panji Arongnakung, Wasengsari, dan Hikayat Panji Semirang. Penokohan dari setiap versi pun berbeda-beda, tergantung dari persebaran wilayah kerajaannya.
Namun, inti ceritanya tetaplah sama, yaitu kisah percintaan dengan latar sebuah kerajaan, atau istana. Hal tersebut terbukti dari keanekaragaman bentuk tekstual dan luas persebaran cerita-ceritanya yang terdapat pada manuskri-manuskrip nusantara dengan latar kerajaan.
Salah satu cerita panji yang melegenda beraksara jawi adalah kisah panji palam bentuk syair, yaitu syair Ken Tambuhan.
ADVERTISEMENT
Ken Tambuhan, Cerita Panji Melayu Klasik
Syair Ken Tambuhan merupakan sastra melayu klasik, yakni sebuah Hikayat atau Cerita Panji yang berbentuk Syair. Syair ini sangat terkenal, sebab tidak banyak cerita panji yang menjadikan perempuan sebagai tokoh utamanya.
Banyak versi beredar dari Syair Ken Tambuhan, hal tersebut berkaitan dengan penyalinan dan saduran cerita. Namun, dari banyaknya versi yang beredar, meski demikian inti ceritanya tetaplah sama.
Kisah ini menceritakan tentang kisah percintaah antara Raden Inu Kertapati dengan Ken Tambuhan. Raden Inu Kertapati atau biasa dipanggil Raden Manteri merupakan putra dari Raja Kahuripan. Untuk menjalin ikatan kekerajaan dengan Raja Daha Banjar Kulon, merekapun saling menjodohkan anaknya.
Ken Tambuhan atau nama asli dalam cerita Puspa Kencana adalah seorang putri tahanan Kerajaan Kahuripan, parasnya yang elok, serta berbudi luhur yang tinggi membuat Permaisuri takut apabila putranya jatuh cinta terhadap Ken Tambuhan. Sehingga, Ken Tambuhan dikurung di kota Bantu.
ADVERTISEMENT
Dengan perantara burung bayan, Raden Manteri dan Ken Tambuhan bertemu dan saling jatuh cinta.Permaisuri yang mengetahui hal itu, segera merencanakan pembunuhan Ken Tambuhan. Permaisuri memerintakhan Raden Manteri untuk berburu rusa di hutan, namun disana ia justru melihat Ken Tambuhan yang telah meninggal.
Raden Mantri kemudian bunuh diri, menyusul kematian Ken Tambuhan. Raja Kahuripan yang mengetahui kematian putra mahkotanya akibat ulah istrinya, kemudian langsung mengusir permaisuri dari istana. Raja kemudia membangun candi untuk memuja batara di kayangan serta menyemayamkan Putranya dan Ken Tambuhan.
Berkat do’a Raja Kahuripan, Raden Inu dan Ken Tambuhan hidup kembali setelah diusap kembang wijaya kemala. Ken Tambuhan yang telah memaafkan ibu mertuanya, kemudia bertemu dengan Ayah dan Ibu kandungnya yang ternyata adalah Raja Daha dan Permaisuri di Banjar Kulon yang telah menghilang 13 tahunyang lalu.
ADVERTISEMENT
Naskah yang telah disalin oleh Muhammad Bakir pada tahun 1897 ini tersimpan di Perpustakaan Nasional. Teks ditulis diatas kerta Eropa dengan jumlah 116 halaman. Naskah ini juga terdapat di beberapa perpustakaan lain, seperti di perpustakaan Universitas Leiden.
Naskah ini ditulis dengan aksara Arab-Melayu (Jawi), sebagai bukti tertulis peradaban Islam di nusantara. Banyaknya aksara ini ditemukan juga sebagai ciri khas penulisan tradisional nusantara.
Syair Ken Tambuhan merupakah salah satu hikayat cerita panji yang dapat diselamatkan, mekipun tidak semua halaman tercantum secara utuh. Adanya digitalisasi manuskrip menjadikan naskah ini dapat terus lestari sebagai sumber khazanal intelektual, serta bukti sejarah nusantara.
Manuskrip, Harta Pusaka yang Perlu Dijaga
Bukan hanya Naskah Panji yang perlu di jaga dan dilestarikan, tetapi lebih luas lagi yaitu terhadap manuskrip-manuskrip. Manuskrip dapat dikatakan sebagai wujud kesaksian tertulis, yakni sebagai sumber data yang dapat memberikan kejelasan sejarah dan kebudayaan suatu bangsa. Melaluí kesaksian tertulis tersebut, kita dapat melihat dan mempelajari cara berpikir, perasaan, dan kebudayaan bangsa.
ADVERTISEMENT
Manuskrip dikatakan juga sebagai sumber sejarah yang menghimpun banyak informasi. Sementara sebagai ilmu pengetahuan, manuskrip berkaitan langsung dengan studi naskah lama, seperti filologi, kodikologi, dan paleografi.
Berbagai informasi tentang naskah tertentu dapat dijumpai dalam buku katalog naskah. Katalog yang berarti 'daftar' pada umumnya memang berisi informasi deskriptif tentang suatu naskah.
Katalog naskah yang bisa kita akses secara digital dapat ditemui di Perpustakaan Nasional, SOAS University, Dreamsea.co, kemudian Leiden University, dan masih banyak lagi.
Naskah-naskah Nusantara adalah milik bangsa Indonesia, di dalamnya terkandung kekayaan moral bangsa sebagai harta pusaka. Maka dari itu, pelestarian dan penjagaan manuskrip ini sangatlah penting.
Naskah yang sudah berada di perpustakaan berarti aman dan terjaga, tetapi lebih banyak naskah yang dimiliki oleh perorangan di masyarakat, nah inilah yang menjadi maslah kita bersama.
ADVERTISEMENT
Naskah digital secara khusus sudah dimanfaatkan secara digital unuk kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia. Dalam beberapa kasus, ditemukan bahwa jumlah naskah digital jauh lebih banyak dari pada naskah fisiknya jelas Pak Pramono dalam diskusi ICONIC 2020 yang berjudul “The Utilization of Digital Database of Manuscripts Treasure for The Advancement of Indonesia Culture”
Menurut Prof. Dr. Titik Pudjiastuti, dalam pidatonya saat pengukuhan guru besar FIB UI, bahwa penelitian penyusunan katalog naskah Nusantara bukan semata-mata untuk kepentingan ilmu pengetahuan, melainkan juga untuk penyelamatan dan pelestarian informasi budaya, terutama untuk naskah- naskah yang menjadi koleksi perorangan di masyarakat.
Banyaknya naskah yang dimiliki oleh individu di masyarakat membuat naskah-naskah ini sulit di temukan, bahkan rusak atau sudah dijual. Sebagai masyarakat yang berbudaya, patutlah kita menjaga dan melestarikan peninggalan-peninggalan nenek moyang, kurangnya kesadaran masyarakat secara luas membuat sumber kesaksian tertulis ini lenyap dari peradaban.
ADVERTISEMENT