Konten dari Pengguna

Memahami Akar Permasalahan Konflik Etnik Melayu Muslim di Thailand Selatan

Muh Zulfadillah Alvarezel
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Darussalam Gontor
28 September 2022 16:13 WIB
clock
Diperbarui 20 Desember 2022 20:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Zulfadillah Alvarezel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Konflik. Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Konflik. Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1909 telah dilaksanakan suatu perjanjian antara Kerajaan Thailand dan Inggris yang dikenal dengan istilah Anglo-Siam Treaty. Pada intinya isi perjanjian tersebut ialah penyerahan wilayah Thailand Selatan yang meliputi kawasan Yala, Pattani, Narathiwat, Satun dan Songkhla sebagai bagian dari kerajaan Thailand itu sendiri (Supriati H. Rahayu, 2022).
ADVERTISEMENT
Setelah perjanjian tersebut, pemerintah Thailand berupaya melakukan pembangunan nasionalisme. Hal ini bertujuan agar rakyat Thailand Selatan, yang dimana di dalamnya termasuk Melayu Muslim, Monks, dan China, untuk memberikan kesetiaan tunggal kepada negara Thailand dengan maksud menjaga warisan berharga bangsa Thai, yaitu agama Buddha dan bahasa Thai. Dalam prosesnya, dapat dikatakan bahwa pemerintah Thailand gagal dalam pelaksanaan pembangunan nasionalisme ini. Salah satu sebabnya ialah pemerintah itu sendiri yang dalam implementasi kebijakannya tidak mengenal budaya asli dari Muslim Thailand Selatan yang kental dengan kultur agama Islam dan ras Melayu.
Pada tahun 1938 terdapat suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh Phibun Songkhram, pimpinan Thailand saat itu, yang dinilai cukup kontroversial, yaitu kebijakan rathniyom (revolusi budaya). Dampak dari kebijakan ini ialah pemaksaan masyarakat yang bukan asli Thai, dengan kata lain orang Melayu dan China, untuk menukar nama mereka menjadi nama Thai serta mengharuskan berkomunikasi hanya dengan bahasa Thai. Setelah ditelusuri lebih jauh lagi, ternyata kebijakan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Thailand pada 1921 yang dimana mengharuskan penggunaan sistem pembelajaran di sekolah menggunakan bahasa Thai. Hal ini tentu saja mengkhawatirkan bagi masyarakat Melayu Muslim di wilayah Selatan Thailand tersebut. Terlebih lagi adanya kekhawatiran akan adanya konversi agama komunitas Melayu Muslim ini ke agama Budha akibat proses pendidikan yang dipaksakan berbahasa Thai ini (Dulyakasem, 1981).
ADVERTISEMENT
Akibatnya, berbagai konflik terjadi di wilayah tersebut dengan adanya kemauan untuk memisahkan diri dari wilayah Thailand itu sendiri. Sejak tahun 2004 hingga 2020 konflik gerakan separatis ini telah menelan kurang lebih 6500 korban jiwa dan 11.500 luka-luka. Peristiwa yang terjadi di Thailand Selatan ini merupakan bukti nyata dari pelanggaran hak asasi manusia yang di lakukan pemerintah terhadap rakyatnya sendiri (Budiono, 2020). Bahkan hingga artikel ini ditulis warga Muslim di Thailand Selatan masih dikekang kebebasannya.
Berdasarkan sumber dari artikel yang ditulis oleh Syaiful Harahap di Tagar.Id Januari 2022 lalu, dinyatakan bahwa militer Thailand mengawasi dan bahwa memaksakan pengumpulan data biometrik hanya bagi penduduk Muslim di Thailand Selatan dengan alasan untuk meredam separatisme. Namun, hal ini dilakukan tanpa adanya jaminan perlindungan data dan hanya berlaku bagi Muslim di wilayah Thailand Selatan ini sehingga dengan adanya pengawasan ini kebebasan penduduk menjadi terancam (Harahap, 2022).
ADVERTISEMENT
Pendekatan Institusionalisme yang sebagaimana diketahui meletakkan negara pada fokus kajiannya, menyatakan bahwa suatu konflik atau perang dapat terjadi karena kegagalan institusi politik untuk menegakkan keamanan (Noer, 2022). Akar permasalahan yang menjadi penyebab konflik di wilayah Thailand Selatan ini adalah upaya masyarakat lokal wilayah Selatan Thailand untuk mempertahankan posisinya dari pemerintah Thailand yang terus menerus mencoba untuk melakukan upaya asimilasi dan sentralisasi kekuasaan (PSSAT, 2020).
Dalam penyelesaian permasalahan ini, pemerintah Thailand berupaya mengutamakan berbagai prinsip seperti perdamaian dan non kekerasan, yaitu yang dilakukan dengan cara mediasi dan negosiasi yang mengedepankan asas keadilan bagi semua pihak. Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di wilayah tersebut. Upaya yang dilakukan pada dasarnya ialah untuk membangun kepercayaan masyarakat atau pihak-pihak yang terlibat dalam konflik yang ada. Beberapa diantaranya yang merujuk pada karya Devy Indah Paramitha dalam artikelnya ialah (Paramitha, 2022):
ADVERTISEMENT
Pertama, melakukan mediasi dan negosiasi dengan berbagai pihak bahkan hingga tingkat terbawah. Pelaksanaannya mengikutsertakan sukarelawan yang aktif dalam penyelesaian konflik ini seperti organisasi swadaya masyarakat serta pemimpin-pemimpin masyarakat yang juga turut aktif dalam forum mediasi dan negosiasi. Kedua, pemerintah Thailand juga memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dalam bentuk aksi demonstrasi yang kemudian dilanjutkan kedalam pertemuan antara demonstran dengan pemerintah. Ketiga, pemerintah Thailand berupaya melibatkan masyarakat etnik Melayu Muslim dalam program dan kebijakan pemerintah yang telah disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Seperti memberikan jalur khusus masuk universitas bagi masyarakat lokal Patani serta mengadakan pertukaran pemuda daerah Selatan Thailand dengan pemuda di wilayah Thailand lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, E. (2020, 09 28). Pendekatan Integratif Kunci Penyelesaian Kekerasan di Thailand Selatan. Diambil kembali dari MAKRONESIA.ID: https://www.makronesia.id/pendekatan-integratif-kunci-penyelesaian-kekerasan-di-thailand-selatan/
ADVERTISEMENT
Dulyakasem, U. (1981). Education and Ethnic Nationalism: A Study of The Muslim Malaya in Southern Siam.
Harahap, S. W. (2022, 01 07). Militer Thailand Awasi Kehidupan Muslim Patani di Thailand Selatan. Diambil kembali dari Tagar.id: https://www.tagar.id/militer-thailand-awasi-kehidupan-muslim-patani-di-thailand-selatan
Noer, H. H. (2022). PERANG DAN KEAMANAN DALAM TINJAUAN TEORI NEOREALISME DAN INSTITUSIONALISME. INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia dan Global.
Paramitha, D. I. (2022). Peran Pemerintah dalam Perdamaian dan Manajemen Konflik: Studi Kasus Konflik Thailand Selatan. Journal of International Relations.
PSSAT. (2020, 01 29). Konflik Etnik Melayu-Muslim di Thailand Selatan: Penyebab, Proses, dan Dinamika. Diambil kembali dari Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM: https://pssat.ugm.ac.id/id/konflik-etnik-melayu-muslim-di-thailand-selatan-penyebab-proses-dan-dinamika/
Supriati H. Rahayu, T. N. (2022). PROBLEMATIKA INTEGRASI MASYARAKAT MUSLIM-THAI DALAM NEGARA THAILAND. Ulumuddin: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 119-132.
ADVERTISEMENT