Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pentingnya Etika Profesi bagi Pekerja Jurnalistik
3 November 2024 20:14 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Fadlan Athariq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Etika dan profesi adalah dua kata yang tidak asing dalam kehidupan kita. Pernyataan seperti “kamu tidak beretika!” atau “profesi kamu apa?” adalah kalimat yang sangat lazim oleh telinga kita. Walaupun tidak asing, tapi kadang kita juga tidak sepenuhnya mengerti makna dari etika ataupun profesi. Apakah dua hal tersebut adalah hal yang penting? Apa hubungannya dengan pekerjaan jurnalistik?
ADVERTISEMENT
Profesi sebenarnya diambil dari bahasa latin yaitu profiteor atau profiteri yang berarti “menyatakan secara terbuka”, “memaklumi”, atau “tampil di hadapan umum”. Ditarik menjadi kata benda, professio awalnya memiliki arti yang sangat jauh dengan makna profesi pada zaman sekarang. Malahan, profesi dahulunya pernah dikaitkan dengan praktek keagamaan seperti pengikraran kaul kebiaraan bagi umat Kristen.
Pada pertengahan abad ke-17, istilah profesi mulai umum dikalangan masyarakat. Masih merujuk pada makna “secara terbuka” dan “tampil di depan umum”, profesi disematkan pada pekerjaan yang memperkenalkan dirinya sendiri, seperti memasang papan nama di dadanya, atau jenis pekerjaan yang pergi ke rumah-rumah untuk menawarkan sebuah jasa. Profesi paling tua di dunia adalah kedokteran, hukum, dan pelayanan rohani. 3 profesi tadi juga dijadikan rujukan fakultas di Universitas tertua di Dunia, yakni Universitas Paris yang berdiri pada Tahun 1160 M.
ADVERTISEMENT
Sekarang, profesi bisa diartikan sebagai pekerjaan yang sedang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Profesi juga bisa memiliki arti sinomin dengan okupasi (pekerjaan sehari-hari yang menyibukkan diri) atau vokasi (dalam bahasa Jerman berarti pekerjaan untuk mencari nafkah). Setiap profesi memiliki tempat pekerjaannya masing-masing. Seperti Dokter bekerja di Rumah Sakit, Hakim di Pengadilan, dan Dosen berkumpul di Kampus. Profesor dan profesional memiliki akar kata yang sama dengan profesi. Profesor memiliki arti seseorang yang dipilih oleh kampus sebagai yang paling paham akan salah satu bidang. Sedangkan profesional dilekatkan pada orang yang sangat ahli dipekerjaannya.
Ketika seseorang diluluskan dari jurusan karena dinyatakan sudah ahli dalam bidang tertentu, maka sudah saatnya mereka bekerja di lapangan. Apabila dia lulus di Jurusan Kedokteran, maka akan diberikan sebuah jas putih yang sakral sebagai tanda bahwa dia layak menjadi seorang Dokter. Apabila dia wisuda sebagai seorang hakim, maka dipasangkan sebuah jubah hitam makna dia sudah siap untuk mengadili orang-orang yang bersalah. Apabila dinyatakan siap menjadi jurnalistik, maka diserahkan kartu pers, tanda bertanggung jawab pada setiap berita-berita yang nantinya akan dia sampaikan.
ADVERTISEMENT
Secara tidak sadar, ketika menjalankan profesi, kita tidak lepas dari yang namanya nilai dan norma dalam pekerjaan. Maksudnya, ada kalanya ketika kita menjalankan pekerjaan, kita dihadapkan dalam posisi yang tidak menuntut keahlian, tapi kebersihan hati. Misalnya, ketika Hakim diminta untuk memutuskan sebuah keputusan kepada terdakwa, ternyata dia diberikan sekoper uang dari terdakwa supaya dibebaskan. Apa yang akan dilakukan oleh Hakim tersebut?
Atau ketika Wartawan ingin memberitakan sebuah kejahatan besar yang dilakukan oleh seorang tokoh politik dan harus diketahui oleh masyarakat. Namun ketika ingin menulisnya, Wartawan tersebut diberikan sebuah amplop yang berisi uang dan sepucuk surat yang berisi permintaan untuk diam dan tidak menulis berita apapun perihal tokoh politik tadi. Apa yang akan dipilih oleh Wartawan tersebut? Pertanyaannya adalah, apakah dalam kondisi tersebut diperlukan keahlian profesi yang baik? Apakah jawaban dari kondisi tadi ada dalam buku-buku pelajaran? Sayangnya tidak! Narasi diatas hanya bisa dijawab dengan hati nurani masing-masing profesi. Hal tersebut dirangkum dalam istilah etika profesi.
ADVERTISEMENT
Etika menurut Lubis (1994) berasal dari bahasa Latin yakni “ethos” atau ethikos” yang berarti kesusilaan, perasaan batin, atau kecendrungan untuk berbuat kebaikan. Singkatnya, etika adalah ilmu untuk menunjukkan mana yang baik dan buruk dalam kehidupan. Merujuk pada Ensiklopedi Pendidikan yang dikutip dari Lubis, etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk. Maka dari itu, etika sangat penting ketika menjalankan profesi apapun.
Etika profesi adalah pedoman yang dibuat oleh profesi itu sendiri ketika mereka sadar akan pentingnya etika dalam menjalankan pekerjaan. Etika profesi atau kode etik profesi merupakan sebuah norma yang dituangkan dalam satu peraturan yang harus dipatuhi oleh profesi tertentu. Norma ini menjadi landasan profesional atau tidaknya seseorang dalam menjalankan pekerjaannya. Kode etik ini juga bisa mengembangkan keahlian seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka ketika di lapangan. Hampir semua profesi memiliki kode etik. Seperti kode etik kedokteran, kode etik jurnalistik, kode etik akutansi, kode etik notaris, kode etik hakim, dan masih banyak lagi. Pekerjaan yang memiliki pedoman kode etik bisa dipandang sebagai pekerjaan yang menuntut orang-orang yang profesional.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan Jurnalistik menjadi salah satu profesi yang memiliki kode etik. Semua etika tersebut dirangkum dalam sebuah buku yang memuat 11 Pasal . Bagi Wartawan yang mampu menjalankan tugasnya tanpa melanggar kode etik yang sudah ada, mereka bisa dikatakan profesional dalam bekerja. Banyaknya goda-godaan berupa uang, jabatan, kekuasaan, membuat Profesi Jurnalistik susah untuk mematuhi kode etik.
Kenapa Profesi Jurnalistik memerlukan kode etik? Banyak sekali faktor yang menjadi alasan. Salah satunya karena Jurnalistik bekerja untuk masyarakat. Secara garis besarnya, Jurnalistik adalah pekerjaan yang bertugas memberikan informasi kepada publik. Hasilnya bisa berupa berita, artikel, infografis, dan lain-lain. Masyarakat bisa dikatakan buta, apabila pekerjaan Jurnalistik tidak ada di dunia. Tugas tersebutlah yang menjadi landasan pekerjaan ini harus dibentengi oleh kode etik profesi.
ADVERTISEMENT
Coba bayangkan apabila Wartawan memberikan berita bohong kepada publik? Fitnah akan bertebaran dan perpecahan mungkin untuk terjadi. Orang akan semena-mena memberitkan aib-aib publik figure, nama korban pelecahan seksual akan ditulis dengan jelas di surat kabar, keluarga dari pelaku kejahatan akan kena sanksi sosial karena dimuat dalam berita, dan masih banyak lagi bentuk kerusuhan apabila Jurnalistik bekerja tanpa pedoman kode etik profesi. Maka dari itu, penting bagi setiap profesi memahami kode etik mereka masing-masing, supaya hati tetap dibawa setiap menjalankan tugas dan pekerjaan dilakukan dengan profesional.