Konten dari Pengguna

Etika Tidak Tertulis di Dunia Kerja: Lakukan atau Abaikan

Abdullah Fadllan Harist
Mahasiswa Universitas Pamulang - Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi
20 April 2025 15:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdullah Fadllan Harist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sekelompok Orang Sedang Makan Bersama. (CanvaPro/AbdullahFadllanHarist)
zoom-in-whitePerbesar
Sekelompok Orang Sedang Makan Bersama. (CanvaPro/AbdullahFadllanHarist)
ADVERTISEMENT
Dalam dunia kerja kita akan menemukan banyak budaya dan etika tidak tertulis. Mulai dari membawakan oleh-oleh seteleh cuti, makan-makan saat naik jabatan, hingga nraktir rekan kerja saat mau perpisahan. Budaya seperti ini banyak ditemukan di berbagai tempat kerja, terutama di kantor-kantor di kota besar.
ADVERTISEMENT
Bagi mereka yang mampu melakukannya, itu bukan sebuah masalah. Mereka bisa melakukan itu dengan harapan orang lain akan menilai dirinya sebagai orang yang baik dan dermawan. Setidaknya, dia tidak dianggap sebagai orang yang pelit. Namun, bagi mereka yang benar-benar tidak mampu melakukan hal itu, malah membuat dirinya terlihat sebagai orang yang pelit dan perhitungan.
Topik ini sempat menjadi perdebatan beberapa waktu lalu, ada beberapa orang yang menganggap bahwa mentraktir saat resign malah membuat boncos. Mereka yang hendak pergi dari sebuah tempat, dipaksa mengikuti budaya yang sudah ada sejak lama. Padahal diri mereka sedikit ragu untuk menjalankannya.
Budaya dan etika tidak tertulis seperti itulah yang kerap jadi bahan perbincangan. Ketika sebuah hal yang membuat kita bimbang, harus terpaksa kita lakukan hanya untuk menjaga nama baik pribadi.
ADVERTISEMENT
Lalu, apakah masih perlu budaya seperti itu dipertahankan? Apakah tidak ada cara lain untuk menjaga nama baik pribadi tanpa melakukan budaya seperti itu?
Pertama, budaya tersebut bukanlah sebuah keharusan, namun pilihan yang bermakna. Mentraktir rekan kerja saat ingin resign hanya salah satu dari pilihan yang bisa dipilih. Karena sudah sering dipakai, maka budaya ini mengakar kuat di dunia perkantoran.
Padahal, saat seseorang merasa keberatan untuk melakukan budaya tersebut, maka tidak perlu merasa terpaksa untuk melakukannya. Daripada harus mengkhawatirkan beberapa hal, lebih baik cari cara lain yang tidak membuat pusing diri sendiri. Setidaknya, kita sudah berusaha untuk memberikan salam perpisahan yang baik.
Kedua, salam perpisahan menjadi prioritas. Jika memang tidak mampu melakukan apapun, setidaknya lakukan salam perpisahan. Tunjukan bahwa kita pergi dengan meninggalkan kesan yang baik. Berpisahan secara langsung, mengirimi pesan yang berkesan dan hangat, atau bersalaman dengan setiap rekan kerja dengan tulus.
ADVERTISEMENT
Dengan melakukan ini, setidaknya kita telah memberikan kesan yang baik dalam meninggalkan sebuah lingkungan. Kita tidak membiarkan mereka berpikir hal yang negatif, dan kita tidak membiarkan mereka bertanya-tanya ke mana kita pergi atau kenapa kita tiba-tiba menghilang tanpa pamit.
Ketiga, reputasi dibentuk sepanjang waktu, bukan hari terakhir. Saat masuk ke dalam sebuah lingkungan, reaksi awal kita lah yang akan menjadi penilaian diri kita di hadapan mereka. Apa yang kita lakukan, akan selalu tertanam pada pikiran mereka. Respon saat membantu rekan yang kesulitan, memberikan tumpangan saat ada yang tidak dapat kendaraan umum, atau bahkan berbagi kerjaan karena ada yang kelelahan. Itu semua akan diingat oleh rekan-rekan kerja kita.
Oleh karena itu, membentuk reputasi tidak bisa dilakukan saat hari terakhir saja. Meskipun kita melakukan salam perpisahan yang berkesan, mentraktir makanan yang mahal, jika kita bukan seorang individu yang ramah dan baik, hal-hal tersebut menjadi sia-sia.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia kerja, etika sangatlah penting. Tertulis atau tidak, etika harus tetap dijunjung tinggi. Seperti pribahasa “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung” kita harus memperhatikan segala sesuatu yang ingin kita lakukan. Pikirkan matang-matang sebelum penyesalan menghampiri.
Sebagai manusia sosial, lakukanlah kebaikan sekecil apapun. Perhatikan segala etika kerja yang ada. Berikan kesan yang baik kepada setiap orang, dan lakukan itu dengan Ikhlas. Setiap orang hanya perlu mengetahui bahwa dirinya berbuat baik, bukan untuk dibalas baik. Mengharapkan seseorang akan berbuat baik pada kita, hanyalah sebuah kesia-siaan.
Abdullah Fadllan Harist, Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang