Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Teori Komunikasi Groupthink: Terlalu Kompak Bisa Berbahaya
20 April 2025 11:15 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Abdullah Fadllan Harist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
“Namanya keputusan bersama, pasti untuk kebaikan bersama!”
Tentu kita pernah mendengar kalimat tersebut. Kalimat yang selalu digunakan untuk menekankan bahwa setiap keputusan harus memprioritaskan kesepakatan bersama. Karena menurut kebanyakan orang, sesuatu yang sudah disepakati bersama adalah kesepakatan yang harus dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Dalam setiap keadaan dan dalam wadah apapun, kebanyakan orang memilih untuk mencari suara terbanyak dalam menentukan keputusan. Hal ini sudah tertanam dan menjadi budaya dalam kebanyakan kelompok saat mengambil keputusan.
Pada penerapannya, statement ini mencakup pada hal yang sangat luas, seperti organisasi, komunitas, kelompok pertemanan, kelompok diskusi, dan sebagainya.
Melihat pemahaman ini sering digunakan, tentu pemahaman ini memiliki banyak sekali manfaat. Beberapa diantaranya seperti meningkatkan kebersamaan, meminimalisir konflik, meningkatkan efesiensi pengambilan keputusan, dan mendorong komitmen bersama.
Beberapa manfaat tadi sangat diperlukan dalam sebuah kelompok. Hal tersebut mampu menjadi kunci utama dalam menjaga keharmonisan dan kebersamaan.
Namun, ternyata ada loh sebuah teori komunikasi kelompok yang memperlihatkan bahwa tidak selamanya keputusan bersama itu mampu memberikan dampak yang positif. Ada masanya keputusan bersama ternyata memberikan dampak negative untuk kelompok tersebut.
ADVERTISEMENT
Teori tersebut diberi nama groupthink, sebuah teori yang dikenalkan psikolog sosial bernama Irving Janis dalam bukunya yaitu “Victims of Groupthink: A Psychological Study of Foreign-Policy Decisions and Fiascoes” pada 1972.
Secara sederhana, Janis menjelaskan bahwa sering kali keputusan-keputusan bersama pada akhirnya sering mengabaikan pendapat lain, atau alternatif keputusan yang lain. Ia juga menjelaskan bahwa tekanan untuk menjaga kesatuan kelompok sering kali membuat individu menahan kritik, menyingkirkan keraguan, dan mengabaikan alternatif lain yang mungkin lebih rasional.
Jika melihat alasan mengapa hal tersebut mampu terjadi, Janis menjelaskan bahwa setiap individu yang berada dalam sebuah kelompok berusaha untuk mencapai kesepakatan secara total, sehingga kehilangan kemampuan untuk mengevaluasi secara realistis alternatif-alternatif lainnya. Pada akhirnya, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sering kali tidak diuji dengan baik, dan kelompok cenderung memilih informasi secara selektif.
ADVERTISEMENT
Dalam bukunya, terdapat beberapa karakteristik dari groupthink. Namun, ada 3 karakteristik yang akan dijelaskan.
Pertama, Ilusi Kebal Salah (Ilution Invulnerabilty). Ilusi ini merupakan pandangan yang membuat anggota di dalamnya merasa terlalu percaya diri atau overconfidence. Pada penerpannya, sering kali ilusi ini membuat individu menyepelekan resiko saat ingin memutuskan sesuatu.
Contoh, seseorang yang merasa sangat pintar dalam pelajaran Bahasa Inggris, suatu waktu mengajak beberapa orang dalam kelompok pertemenannya untuk mengikuti lomba debat Bahasa Inggris di sekolahnya. Padahal, ia mengetahui bahwa teman-temannya tidak pandai dalam bahasa inggris. Karena dirinya merasa mampu memenangi perlombaan tersebut meskipun teman-temannya tidak mengerti, akhirnya sebuah keputusan diambil karena terlalu percaya diri tanpa mempertimbangkan resiko lain.
Kedua, Ilusi Kesepakatan (Illusion of Unanimity). Ilusi yang kedua ini merupakan ilusi yang menggambarkan bahwa seseorang yang menganggap bahwa semua orang setuju, meskipun sebagian memilih diam.
ADVERTISEMENT
Contohnya adalah, salah satu orang di dalam sebuah kelompok pertemanan, menginisiatif untuk mengajak mereka liburan ke Bali. Padahal, situasi mereka saat itu baru berlibur ke Labuan Bajo sekitar 3 hari yang lalu. Karena teman-temannya yang sebenarnya ingin beristirahat, namun takut merusak suasana hatinya, takut mengacau suasana kelompoknya, dan tidak enak untuk menolak, akhirnya mereka memilih diam. Dengan diamnya mereka ini, membuat inisiator menganggap bahwa teman-temannya setuju dengan dirinya.
Ketiga, Rasionalisasi Kolektif. Karakteristik yang terakhir ini merupakan anggapan yang membuat kritik atau fakta dianggap remeh. Mereka menganggap bahwa hal yang diluar ketidak sepakatan kelompok mereka, hanya menggangu berjalannya proses pengambilan keputusan mereka.
Contoh, sebuah kelompok berencana untuk berpergian ke sebuah tempat. Mereka berencana berangkat di musim hujan. Namun, ada seseorang dari luar kelompok mereka yang memberi kritik bahwa persiapan mereka kurang untuk berpergian ke tempat tersebut. Karena menurut mereka kritik tersebut terlalu ribet, akhirnya mereka menganggap remeh apa yang disampaikan orang yang tidak berada dalam kelompok mereka.
ADVERTISEMENT
Melihat definisi dan karakteristik dari teori komunikasi groupthink ini, bukan berarti memberi pemahaman bahwa keputusan yang diambil bersama-sama itu selalu buruk. Pada dasarnya, ini kembali pada pengaplikasian di setiap kelompok tersebut.
Dengan memahami groupthink ini, kita dapat mengidentifikasi kelompok-kelompok yang rentan terhadap jebakan pemikiran kelompok ini dan mengambil langkah-langkah untuk mencegahnya. Jangan sampai, karena terlalu memfoskukan kebersamaan, kita sampai menjadi takut untuk berbeda pendapat, kita menjadi takut untuk mengkritik, dan kita menjadi takut untuk tidak sepakat.
Abdullah Fadllan Harist, Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang.