Pajak Karbon dan Apa Efeknya di Kehidupan Kita

Fahbi Hidayanto
Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan
Konten dari Pengguna
22 Maret 2022 20:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fahbi Hidayanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Pemerintah akan menerapkan pajak baru mulai 1 April 2022. Undang - Undang HPP ( Harmonisasi Peraturan Perpajakan) ini yang disebut pajak karbon.
ADVERTISEMENT
Pajak atas pembakaran bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi CO2 ini diterapkan untuk mengurangi perubahan iklim yang disebabkan emisi karbon, lantaran Indonesia merupakan anggota United Nations Framework Convention on Climate Change. Yang punya target menurunkan tingkat emisi sebesar 29 persen hingga 2030.
Itu adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon, bisa juga atas bahan bakar dari fosil yang dikeluarkan oleh badan dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Intinya disini, emisi karbon adalah emisi karbon CO², CO² ekuivalen. Namanya pajak tentu saja bersifat disinsentif dan digunakan untuk mengatasi kegagalan pasar karena adanya, timbulnya tumpahan negatif dan karena adanya pencemaran lingkungan. Bagaimana menginternalisasi di dalam harga yang dikenakan pajak, karbon ini bagian dari pajak lingkungan.
ADVERTISEMENT
Objek yang dikenakan pajak karbon dengan bahan bakar fosil dan emisi, baik yang dikeluarkan pabrik maupun kendaraan bermotor. Tarif pajaknya paling rendah Rp30 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO²e).
Lalu, siapa subjek yang terkena pajak?
Dalam UU harmonisasi peraturan perpajakan, subjek pajaknya adalah orang atau badan yang membeli barang karbon dioksida atau menghasilkan emisi karbon.
Tentunya perlu ada dukungan dan diskusi yang Intens dengan masyarakat, terutama masyarakat industri agar pengenaan pajak karbon ini tidak tumpang tindih dengan pajak yang lainnya. Sehingga bisa memberatkan masyarakat, dalam kondisi pandemi dan ekonomi yang belum pulih, tentunya Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan seksama karena saya yakin dalam diskusi dengan asosiasi industri, hampir seluruh asosiasi industri juga masih ada penolakan.
ADVERTISEMENT
Sebagai tahap awal, pajak karbon akan diterapkan pada sektor PLTU batubara pada 1 April 2022. Bagi PLN, pengenaan pajak karbon berpotensi menaikkan biaya pokok penyediaan pembangkitan. Ujung-ujungnya, kebijakan ini akan berdampak pada harga jual listrik artinya, Penetapan pajak karbon ini pun dimulai bisa merugikan konsumen jika implementasinya tidak direncanakan dengan baik dan dilakukan bertahap. Konsumen akan menanggung pajak karbon melalui perantara seperti PPN yang seharusnya ditanggung perusahaan. Pengenaan pajak karbon ini juga di prediksi berdampak pada daya beli dan konsumsi ini karena ada penambahan pajak yang berbeda menaikkan biaya produksi.
Harapannya pajak karbon itu menerimanya adalah untuk air making, air making itu artinya penerimaan pajak karbon digunakan untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang dapat mendorong pengurangan emisi karbon. Misalnya investasi pada mesin-mesin yang berteknologi Green Industry. Mengatasi dampak perubahan iklim, dijawab untuk digunakan penerimaan seperti umumnya kalau PPh (Pajak penghasilan) PPN (pajak Pertambahan Nilai) kan, penerimaannya digunakan untuk belanja umum, untuk biaya pegawai, untuk jalan, untuk fasilitas umum, rumah sakit, sekolah, dan sebagainya. Nah, kalau baja karbon idealnya adalah suatu membiayai pengeluaran - pengeluaran tertentu yang dalam rangka untuk mengurangi emisi karbon.
ADVERTISEMENT