Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Butuhnya Kesadaran Terhadap Kesetaraan Gender dalam Pengolahan Air Bersih
17 Desember 2023 17:46 WIB
Tulisan dari Fahmi arkan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Banyak isu-isu dan permasalahan yang disebabkan oleh ketimpangan gender. Bagian dari permasalahan adalah diskriminasi terhadap perempuan , terutama dalam hal akses dan penguasaan atas sumber-sumber kehidupan, kesempatan, status, peran, hak, dan penghargaan. Hal tersebut terjadi karena pengaruh budaya lokal yang telah mendarah daging dan turun temurun, khususnya budaya lokal Indonesia yang hanya memfokuskan hal akses dan penguasaan sumber-sumber kehidupan kepada laki-laki dari dulunya.
Hal ini terjadi mulai dari hal sepele seperti dalam pemanfaatan dan penggunaan air di kehidupan sehari hari. Dan hingga yang paling tinggi adalah pengambil keputusan masalah keairan dalam rapat pemangku kepentingan dalam lingkup keairan di Indonesia, seperti Kementrian PU, Kementrian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementrian Lingkungan Hidup, BUMN baik itu Perusahaan Air Minum (PAM), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dan instasi lainnya yang berkecimpung dalam bidang keairan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Perempuan yang sebelumnya tidak dipandang penting dalam penyelenggaraan program terkait isu air, perlu memperoleh perhatian cukup dalam rangkaian langkah terkait penyelenggaraan program tersebut karena, dalam realita sosial mereka memiliki keterkaitan erat dengan isu keterkaitan gender multipihak pengolahan air.
Sampai saat ini masih banyak daerah di Indonesia yang masih kesulitan dalam mendapatkan air bersih layak untuk di olah dan di konsumsi. Mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Papua dan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Dalam budaya masyarakat yang menempatkan perempuan pada urusan domestik membuat perempuan mau tidak mau bertanggung jawab untuk mengumpulkan air karena laki-laki biasanya pergi bekerja jauh dari rumah perempuan harus menempuh jarak yang cukup jauh dari tempat tinggal mereka.
Jika dilihat dari sudut pandang kesetaraan gender, penugasan perempuan untuk mengumpulkan air juga merupakan buah dari ketimpangan gender dalam keluarga. Hal ini berkaitan juga dengan budaya patriarki maupun adat istiadat tertentu.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data UNICEF tahun 2015, pemenuhan kebutuhan air di delapan dari sepuluh rumah tangga diserahkan kepada perempuan dewasa dan anak perempuan. Sementara hanya 19,5 persen rumah tangga yang kebutuhannya dikumpulkan oleh laki-laki. Laporan dari UNICEF dan WHO (2021) menyebutkan bahwa di Indonesia persentase rumah tangga berdasarkan jenis kelamin orang yang mengumpulkan air untuk kebutuhan sehari-hari di wilayah pedesaan sebesar 8% untuk laki-laki dan 14% persen untuk perempuan. Berdasarkan data tersebut, nampak ketimpangan gender dalam hal pemenuhan kebutuhan air dalam rumah tangga.
Ketimpangan dalam pengelolaan air juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, pertama ketersediaan sumber air dan sarana-prasarana penyediaan air bersih . Jika wilayah dengan penyediaan air lancar, masyarakat khususnya perempuan tidak perlu mengumpulkan air di luar rumah mereka. Kedua, pemerintah dan masyarakat merupakan salah satu pihak pemangku kepentingan, sekaligus mitra kerja utama dalam penerima manfaat utama dalam pemanfaatan air. Perempuan sebelumnya tidak dipandang penting dalam penyelenggaraan program terkait isu air.
ADVERTISEMENT
Diperlukan perhatian cukup dalam rangkaian langkah terkait pemecahan masalah tersebut karena dalam realita sosial mereka memiliki keterkaitan erat dengan isu gender multipihak pengolahan air. Proses advokasi kebijakan atau advokasi tentang perlindungan hak-hak masyarakat atas air dapat memberikan ruang bagi perempuan, diperlukan upaya untuk memperhatikan aspek gender dan mengadopsi perspektif keadilan gender dalam penyediaan dan pemanfaatan air.
Dalam kemitraan perlu diperhatikannya aspek gender dan perspektif keadilan gender dalam keseluruhan rangkaian siklus pengelolaan dan pemanfaatan air, dimulai dari proses pengelolaan, program, pelaksanaan, maupun dalam proses monitoring dan evaluasi program pemanfaatan air. Baiknya dari semua hal tersebut melibatkan peran perempuan di setiap pelaksanaannya.
Sehingga, hal ini membuat peranan perempuan dalam permasalahan pengelolaan air dan kemitraan dalam mengurus air sangatlah penting. Dimana jika Perempuan dapat ikut serta dalam setiap musyawarah, pertemuan ataupun rapat penting tentang pengelolaan air secara terpadu dapat membuat beberapa kemungkinan perubahan permasalahan pengelolaan air ini.
ADVERTISEMENT
Secara tidak langsung kita melupakan peranan perempuan dalam pengelolaan air yang dimana air ini menjadi prioritas mereka dalam mengurus kegiatan rumah tangga serta kegiatan lainnya. Pendapat ataupun saran dari perempuan dalam setiap musyawarah atau kemitraan pengelolaan air dapat dijadikan sebagai acuan ataupun gagasan, dikarenakan perempuan lebih banyak peranannya yang berkaitan lanngsung dengan air dibandingkan laki-laki.
Oleh sebab itu dibutuhkan pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan untuk mengatasi peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air. Perempuan harus berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya air. Beberapa cara yang dapat dilakukan seperti pendampingan dan pendidikan kepada perempuan tentang pengelolaan sumber daya air, membangun jaringan dan komunitas perempuan yang peduli terhadap isu-isu tersebut.
ADVERTISEMENT
Pengelolaan air yang inklusif perlu mempertimbangkan peran dan kepentingan perempuan dalam pengambilan keputusan. Pemerintah dan lembaga pengambil keputusan harus memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang sama terhadap segala keputusan berkaitan dengan sumber daya air dan layanan air, untuk memastikan terjaminnya kebutuhan dan kepentingan perempuan atas air.
Maka dari itu dalam lingkup pemangku kepentingan khususnya di bidang keairan, dibutuhkan pembenahan dan perubahan yang signifikan untuk menangani isu-isu gender yang terjadi hingga saat ini. Bagian dari permasalahan terhadap perempuan, terutama dalam hal akses, penguasaan, peran, hak, dan penghargaan dalam pengambil keputusan di bidang keairan.
Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi struktural pemangku kepentingan pengambil keputusan di bidang keairan mulai dari yang tertinggi hingga ke pemangku yang paling dasar. Mulai dari mentri-mentri yang berkaitan dalam bidang keairan maupun pemangku kepentingan di bidang keairan yang lebih spesifik seperti PDAM, sebaiknya seimbang antara laki-laki dan perempuan.
ADVERTISEMENT
Maksudnya adalah libatkan dan rangkul perempuan dalam jajaran kabinet mentri-mentri yang akan mengambil keputusan dalam rapat-rapat masalah keairan, baik itu kelayakan air, kekurangan air, pemanfaatan air, pengolahan air, pengelolaan air, pembangunan infrastruktur air, serta masalah-masalah lainnya yang mungkin jarang terlihat dan tidak dibesarkan terkait isu-isu masalah keairan tersebut. Selayaknya perempuan berhak mengambil peran dalam pengelolaan dan pengolahan air, agar hal akses, penguasaan, peran, hak, dan penghargaan dalam pengambil keputusan ini tidak menjadi permasalahan isu gender yang terus berulang dan berlanjut.
Live Update